26. Jangan menangis

213 19 1
                                    

Zahra sedang berada di balkon, ia sendirian di rumah, pasalnya Mama dan Papa pergi mejenguk Bunda Deven.

"Jujur, gue baru kali ini liat Deven sesedih itu, hatinya pasti terpuruk banget" Zahra menatap langit sore. Cuacanya sangat dingin, karna angin terus berhembus kencang.

Zahra meneteskan air matanya melihat kondisi kakak beradik yaitu Gibran dan Deven yang sangat terpuruk.

"Zah" panggil seseorang dari belakang dengan memegang pundak Zahra.

"Eliza, Katya, Ara" ucap Zahra, ketiga sahabat tersebut memeluk Zahra, guna menenangkannya.

"Yang sabar ya, gue udah denger kabarnya tadi siang, lo pasti sedih banget liat Deven yang lagi kacau sekarang ini" ucap Eliza.

"Kita di sini selalu support Deven kok, dan lo adalah semangat satu satunya yang Deven punya, lo gak boleh sedih" Katya menghapus air mata Zahra.

"Gue gak kuat liat kondisi Deven yang bener kacau tadi" Zahra menangis di pelukkan Katya.

"Iya gue tau, tapi lo harus inget, Deven lagi butuh seseorang yang bisa nyemangatin dirinya, dan orangnya adalah elo" Katya memeluk Zahra dengan erat.

"Deven lagi sedih karna Bundanya kritis, lo gak boleh sedih, karna itu yang bikin Deven semakin sedih" Ara mengusap rambut Zahra.

"Makasih kalian udah semangatin gue, gue ga bakal sedih, kalian bener, Deven butuh penyemangat dan gue harus bisa bikin Deven semangat" Zahra menghapus air matanya.

"Nah semangat gini yang gue demen" Eliza mencubit pipi Zahra.

"Besok pagi, lo dateng lagi ke rumah sakit, lo semangatin Deven, tapi lo sendiri juga jangan sampe rapuh" jelas Ara. Zahra mengangguk.

"Kalo gitu lo tidur, besok jangan lupa bikin Deven semangat" ucap Katya.

"Kita balik ya, bye Zahra" mereka bertiga melambaikan tangan kepada Zahra, Zahra hanya tersenyum. Zahra memasuki kamar, merebahkan dirinya di atas kasur, lama kelamaan dirinya terlelap.

°°°

Pagi ini, Deven pergi ke bawah pohon itu lagi, dirinya memajamkan matanya, ia sangat butuh ketenangan.

Hatinya masih sangat kacau untuk memikirkan kondisi Bunda saat ini, Bunda masih juga belum membuka matanya. Masa kritisnya pun masih berjalan.

Deven tak henti hentinya shalat dan berdoa meminta kesembuhan untuk Bundanya. Alarm Tahajud selalu setia membangunkan dirinya.

Air matanya kembali menetes dengan kondisi mata Deven yang tertutup. Namun ada tangan yang dengan cepat menghapus air mata itu. Deven membuka matanya, melihat sosok wanita cantik duduk di sampingnya.

"Zahra" gumam Deven. Zahra tersenyum dan mengangguk.

"Iya ini gue, gue bakal selalu ada buat lo, lo gak perlu khawatir, doa gue gak pernah luput dari lo sama Bunda" Zahra kembali menghapus air mata Deven yang mengalir.

"Lo kangen ya sama Bunda?" tanya Zahra, Deven mengangguk.

"Gue paham kok, udah ya jangan nangis lagi" ucap Zahra. Tiba tiba Deven menyandarkan kepalanya di bahu Zahra, tempat paling nyaman saat ia sedih.

Zahra awalnya terkejut, jantungnya tak henti berdebar, namun saat ini Deven memang membutuhkannya. Ia dengan senang hati mempersilahkan Deven untuk bersandar di bahunya, kapanpun lelaki itu inginkan.

"Bunda belum sadar, Zah" gumam Deven, Zahra mengangguk. Deven tak bisa berbicara keras, ia bahkan rasanya berat untuk mengeluarkan suaranya.

"Gue tau, Deven. Lo tenang ya, gue bakal nemenin lo sampe kapanpun, gue selalu ada kalo lo butuh gue" Zahra mengusap rambut Deven.

DEVEN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang