17. Dia

1.1K 91 47
                                    

Happy New Year semuaa🎉🎉😎

Happy Reading💖❤...

Kedatanganku, akan membawamu dan keluargamu kepada kehancuran!

~🌷🌷~

Seorang gadis tengah berdiri tidak jauh dari rumah Galang. Ia memandangi rumah yang telah lama tidak ia kunjungi selama beberapa tahun. Apakah keluarga tersebut masih mengingat dirinya? Atau apakah mereka lupa?

"Mari kita lihat kelanjutannya." Gadis tersebut bergerak memasuki pekarangan rumah Galang yang luas.

Gadis tersebut mengetuk pintu rumah Galang. Seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah Rose, Mama Galang membukakan pintu. Gadis tersebut tersenyum sedangkan Rose kaget bukan main.

"Tante." Saat hendak menyalami tangan Rose, tangannya ditepis kasar.

"Jangan pernah menyentuh tangan saya lagi!" Rose memberi peringatan.

"Ma. Siapa yang datang?" Galang bertanya dan melihat ke arah tamu yang telah mengetuk pintu rumahnya. Galang terkejut. "Cit!"

Gadis yang dipanggil Galang tersenyum. "Lang."

"Loh, Ma. Kenapa nggak dibawa masuk? Tamu kita spesial loh, Ma!" Galang bertanya. Ia menggandeng tangan gadis itu—membawanya masuk ke dalam rumah.

~🌷🌷~

"Papah!"

"Ayo, keluar kamu!" Aksel menarik tangan Nayla kuat—keluar gudang. Setelah saat dimana Nayla mendonorkan darahnya pada Aurel, ia memang menyuruh Bik Ayu untuk mengunci dirinya kembali di gudang agar tidak satu pun yang mengetahuinya, terkecuali Bik Ayu.

Aksel menarik tangan Nayla kuat. Perlakuannya sekarang adalah bentuk dari amarahnya. Jika saja gadis yang telah mendonorkan darahnya pada Aurel tidak ada, maka ia akan menyalahkan Nayla atas kejadian itu, sebagaimana kejadian tahun lalu, dimana keluarganya membenci Nayla serta memojokkan dia. Tapi apakah Aksel sadar, bahwa tangan yang sedang dia tarik, bekas tempat Nayla mendonorkan darahnya? Nayla sengaja, melepaskan kapas yang dilekatkan dengan plester dari tangannya agar tidak satupun yang curiga padanya.

"Pah, sakit Pah," keluh Nayla, meringis menahan rasa sakit yang terus menyerangnya. "Papah mau bawa Nay kemana? Apakah perlakuan kemarin belum cukup buat kalian? Nay menderita, Pah."

Aksel melirik Nayla tajam. Tidak ada rasa belas kasih dimatanya, hanya ada kemarahan. Bagi dirinya, jika sesuatu terjadi, maka itu adalah kesalahan Nayla. Anak itu membawa pengaruh buruk bagi keluarganya.

"Semuanya gara-gara kamu!" Aksel mengeluarkan suaranya setelah sekian lama terdiam, melirik Nayla penuh amarah.

"Nay salah apa lagi, Pah?" Pegangan di tangannya kini semakin mengerat. Haruskah semuanya terjadi pada dirinya? Masalah selalu datang padanya.

Aksel tidak menjawab, ia membawa Nayla ke atas, tepat dimana kamar Neysha berada. Aksel menghempaskan tubuh Nayla setelah ia membuka pintu kamar Neysha. "Selama Ney sakit, kamu harus merawat dan memenuhi kebutuhannya. Sampai ada kesalahan, tidak ada ampun bagi kamu!"

Dengan mata yang berkaca-kaca, Nayla menatap Papahnya, kemudian menatap Neysha yang sedang terbaring di kasur, dengan perban yang membaluti setiap luka. Air mata Nayla turun seketika, disaat dirinya sakit, tiada satu pun yang peduli dengannya,  tidak ada yang menanyakan keadaannya. Tapi kenapa semuanya peduli pada Neysha? Selalu menghawatirkan dia.

DON'T WORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang