21. Salah Paham

1K 79 23
                                    

Happy Reading📍📍

"Apa yang dilihat, belum tentu sesuai yang terlihat." —Don't Worry.

~🌼🌼~

Suara azan subuh berkumandang, membuat Nayla terbangun dari tidurnya. Nayla merenggangkan badannya, lalu duduk. Dahinya berkerut saat menyadari ada bantal dan selimut di dekatnya. Siapa yang memberinya bantal dan selimut semalam? Apakah keluarganya masih sayang padanya?

Nayla perlahan berdiri, dan ingin membuka pintu rumahnya. Tangannya tiba-tiba terhenti. Nayla menarik kembali tangannya. "Kalau nggak masuk, gue sholat subuh nya gimana? Sekolah gue juga gimana?" Nayla bertanya kepada dirinya sendiri.

Setelah menimbang-nimbang, Nayla akhirnya membuka pintu rumahnya, tetapi pintu itu tidak bisa terbuka. Terkunci. Bagaimana ini? Ingin sekali Nayla pindah dari rumah ini, tetapi apa yang menjadi tujuannya belum tercapai. Perlakuan, dan sikap yang keluarganya berikan telah menorehkan luka begitu dalam. Tidak! Nayla tidak bisa membenci keluarganya sendiri.

"Lewat pintu belakang deh, lagian tuh pintu biasanya mudah banget bukanya." Nayla berjalan ke belakang rumahnya. Ia akan masuk lewat sana.

Nayla membuka pintu itu dengan menggoyangkan pintu secara perlahan agar tidak membuat keributan. Biasanya cara ini akan ampuh! Berhasil. Nayla masuk ke dalam rumah. Ia dengan cepat berlari menuju tangga dan masuk ke kamarnya setelah membuka pintunya dengan kunci yang ia simpan di celananya.

Setiap hari, Nayla selalu mengenakan celana dengan perpaduan sweeter atau hoodie. Nayla tidak suka mengenakan rok. Nayla mengunci kembali pintu kamarnya lalu mengambil wudhu dan melaksanakan sholat subuh. Setelah selesai baru ia mandi dan mengenakan pakaian sekolahnya.

Pukul menunjukkan 06.10. Nayla menyandang tas dibahu kanannya setelah memakai sepatu. Nayla keluar dan mengunci kembali pintu kamarnya. Di tangga, kembali Nayla melihat keluarganya tertawa tanpa dirinya. Kecuali Abangnya Alan. Nayla tahu persis sifat Abangnya itu. Tidak suka membuang waktu, dan hanya akan berbicara jika penting saja. Sifatnya terkadang dingin dan berbicara mampu membuat lawan sakit hati, tapi tidak untuk Nayla.

Kakinya kembali melangkah turun. Seperti biasanya, tatapan tajam menuju ke arahnya. Nayla berjalan melewati meja makan dan pergi ke dapur, menemui Bik Ayu. Setelah apa yang mereka lakukan semalam, apakah tidak cukup membuat dirinya menderita?

"Bik. Nay mau berangkat ke sekolah," kata Nayla saat berada di dapur. Bik Ayu yang sedang mencuci piring, membasuh tangannya yang terkena sabun.

Bik Ayu menatap Nayla bingung. "Non, mau bawa bekal? Biar Bibik siapin ya." Bik Ayu hendak menyiapkan bekal, namun di tahan oleh Nayla. "Salim," ucap Nayla menyengir. "Biar afdol."

"Tangan Bibik masih basah, Non. Nanti jidat Non, bakalan basah," tolak Bik Ayu.

Nayla dengan cepat meraih tangan kanan Bik Ayu dan mengarahkan ke jidatnya. "Assalamu'alaikum, Bik."

"Waalaikumsalam. Rajin-rajin belajarnya, jangan bikin masalah," nasihat Bik Ayu.

"Siap, Bik."

Nayla meninggalkan dapur dan berjalan keluar. Di meja makan, semua tampak memperhatikannya. Tidak ada yang menanyakan bagaimana dirinya bisa masuk ke dalam rumah. Nayla hanya berjalan acuh. Wajahnya menunjukkan raut datar.

DON'T WORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang