Happy Reading....
Jangan lupa vote dan comment...
"Tidak tahu seberapapun jahatnya seseorang, kita harus tetap berbuat baik kepada orang tersebut."
~🍁🍁~
"Halo, selamat pagi." Nayla berbicara dengan nada formal. "Ini saya Nayla, Sensei. Saya harap Anda masih mengenal saya," ujar Nayla melalui ponselnya.
"Kali ini saya butuh bantuan Anda, Sensei. Saya mohon Anda untuk bersedia kembali melatih kemampuan bela diri saya karena saya merasa akan ada suatu hal yang akan terjadi dan ilmu bela diri ini sangat penting untuk saya kuasai. Apakah Sensei bersedia?"
"Terimakasih, Sensei. Saya tunggu kehadiran Anda untuk datang ke Indonesia."
Nayla menutup telepon setelah mengucapkan terimakasih. Pagi ini, ia langsung menelpon guru bela dirinya secepat mungkin. Terlambat satu langkah saja mungkin bisa mengakibatkan musuh mudah untuk menyingkirkan nya.
Sensei, panggilan untuk guru bela diri yang berasal dari Jepang itu memerlukan waktu 1-2 hari untuk sampai ke Indonesia jika menggunakan pesawat pribadi. Nayla sangat tahu jika gurunya tersebut tidak hanya mengajarkan muridnya berlatih bela diri dengan tangan kosong tetapi juga menggunakan senjata.
Nayla sangat bersyukur karena Kakeknya dulu memasukkannya ke dalam ilmu bela diri ini yang langsung dilatih oleh Guru yang profesional.
"Nayla," tegur Enjel saat memasuki kamar dan mendapati Nayla termenung menatap luar jendela.
Nayla kaget, responnya sangat lambat.
"Ayo sarapan, Nay. Chika udah nunggu dari tadi loh, bahkan manggil nama kamu berkali-kali tapi kamu gak jawab." Enjel memperhatikan Nayla, "Kamu gak papa kan? Kalau kamu sakit jangan ke sekolah dulu, biar Kakak yang izinkan."
"Jangan, Kak." Nayla menolak cepat. "Hari ini ujian akhir dan Nay harus berusaha untuk jadi juara kelas. Nay gak papa kok, Kak. Kak Enjel gak usah khawatir."
"Ayo, kita makan Kak. Chika pasti udah tungguin kita." Nayla menarik tangan Enjel untuk pergi ke ruang makan dan sarapan bersama.
~🍁🍁~
"Kita beda ruangan Nay. Tapi lo tenang aja, gue bakal ke ruangan lo saat bel istirahat berbunyi," ungkap Raya saat melihat Nayla menghampirinya yang tengah melihat mading sekolah. Daftar nama-nama siswa dan siswi di acak ruangannya.
"Lo ruangan berapa?"
"Gue ruangan 3 dan lo ruangan 4," jawab Raya sambil merangkul Nayla. Kepalanya sedikit mendekat lalu berbisik, "Lo satu ruangan sama Hana. Gue harap kalian berdua bisa baikan secepatnya, mumpung Sari satu ruangan sama gue. Lo gak sadar kan kalau selama ini Sari sikapnya seperti menghasut dan mengompori lo dan Hana." Raya menjauhkan kepalanya.
"Bagj gue, gak ada satu orangpun yang bisa dipercayai selain diri sendiri. Orang baik belum tentu baik, dan orang jahat belum tentu jahat. Menilai orang dari luarnya itu tidak mudah, apalagi yang bermuka dua. Walaupun orang tersebut baik tapi tetap saja harus waspada dan jangan pernah mengungkapkan rahasia apapun. Jangan mudah percaya sama orang, Nay. Percayalah pada diri lo sendiri." Raya tiba-tiba menjelaskan dengan nada sedikit berbeda— terlalu formal. Raut wajahnya sangat sulit untuk dimengerti.
"Bahkan kalaupun dia sahabat lo, lo boleh mencurigainya telah melakukan tindak kejahatan. Karena seperti yang gue bilang, menilai orang dari luarnya itu tidak mudah apalagi yang bermuka dua. Lo boleh mencurigai sahabat lo sendiri termasuk gue," lanjut Raya melepaskan rangkulannya saat sudah berada di ruangan 3.
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T WORRY
Teen Fiction{Follow Sebelum Membaca} Nayla harus kehilangan segalanya hanya karena kesalahpahaman. Di mulai dari kepercayaan sang Ayah, kedua Abangnya, hingga kehilangan kasih sayang sang Ibu. Keluarganya terus membandingkan Nayla dengan kembarannya Neysha ya...