Jangan lupa vote sama comment yah ....
Happy Reading❤💖 ....
"Sayangnya, rasa kecewa sekaligus rasa benci Mamah, melebihi rasa kasih sayang Mamah ke kamu." —Aurelia Moreira Raymon
~🌲🎄~
"Dari mana saja kamu!"
Mampus!
Nayla membalikkan badannya menghadap sang Mamah, tapi ia tidak berani menatap Mamahnya. Baginya, Mamah akan menjadi seperti monster kalau sudah marah, terlebih pada dirinya.
"Kenapa diam? Jawab Mamah Nay!" bentak Aurel, yang membuat Nayla terperanjat kaget.
"Nay, habis piket tadi di sekolah Mah, makanya Nay ... terlambat pulang ke rumah," jawab Nayla takut-takut.
"Piket? Jangan bohong kamu Nayla! Kamu kira Mamah nggak tau, kalau di sekolah kamu itu, gurunya nyuruh pulang cepat karena ada rapat," hardik Aurel. Aurel menatap Nay tajam, "Nggak mungkin guru kamu tetap nyuruh kamu piket. Kamu lihat Neysha, sejak tadi dia sudah pulang, tapi kamu! Kamu baru pulang jam segini," hardiknya lagi.
Seketika Nayla merasakan sesak di dadanya. Selalu seperti ini. Kenapa? Kenapa Mamahnya tidak pernah mempercayai dirinya, ia juga berhak buat bahagia kan? Nayla hanya ingin seperti anak pada umumnya. Kenapa takdir selalu seperti ini pada dirinya.
"Nay, gak bohong Mah. Kalau Mamah nggak percaya sama Nay, Mamah boleh tanya sama temen Nay, atau sama walas Nay, Mah," ucap Nayla membela diri.
"Oh! Sekarang udah berani bawa-bawa walas kamu hah!" seru Aurel, yang membuat Nayla ketakutan. Sungguh, di depannya saat ini bukanlah Mamahnya. Mamahnya tidak pernah seperti ini padanya. Walaupun Mamahnya seringkali memarahi dirinya, tapi Nayla tidak pernah melihat Mamahnya se marah ini padanya.
Nayla menggeleng kuat, "Enggak Mah, Nay cuman ingin membuktikan sama Mamah, kalau Nay tadi beneran piket di sekolah Mah."
Melihat Nayla yang setengah ketakutan, Aurel malah semakin ingin melampiaskan kemarahannya yang ia pendam selama ini. Setiap Aurel mau memarahi Nayla, Aurel selalu di tahan oleh Aksel. Suaminya itu, sepertinya masih peduli sama Nayla.
"Apapun yang kamu katakan, Mamah nggak bakalan percaya sama kamu, Nay. Kamu tau, Mamah sangat benci sama kamu, kamu tau, gara-gara kamu, Mamah hampir kehilangan sesuatu yang berharga bagi Mamah, dan kamu tau, sampai kapan pun, Mamah nggak bakalan mau nerima kamu sebagai anak Mamah lagi, Nay!" Aurel membentak Nayla, untuk sekian kalinya.
Sesak yang sudah Nayla tahan sejak tadi, malah semakin bertambah sesak. Nayla menitikkan air matanya. Sedih? Itulah yang ia rasakan. Ia tidak berharap kata-kata itu keluar dari mulut sang Mamah. Yang Nayla harapkan hanya, sebuah kasih sayang dari sang Mamah terhadap dirinya.
Nayla kembali menggeleng, "Nggak! Nay gak percaya Mamah bakalan bicara kayak gitu. Nay yakin Mamah pasti sayang sama Nay kan Mah? Mamah masih peduli sama Nay kan? Jawab Nay, Mah."
"Kamu tatap Mamah, Nay!" Aurel mengangkat dagu Nay, yang membuat Nayla harus menatap ke arah Aurel, Mamahnya. "Kamu lihat? Kamu lihat Mamah bercanda sama perkataan Mamah? Apa kamu lihat hah?!" tanya Aurel dengan nafas yang memburu.
"Nggak Mah, nggak! Nay nggak yakin, Mamah akan bicara seperti itu," lirih Nayla. "Seorang Ibu, nggak akan pernah membenci anaknya. Sebenci bencinya seorang Ibu terhadap anaknya, pasti masih ada rasa kasih sayang di dalam hati, seorang Ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T WORRY
Teen Fiction{Follow Sebelum Membaca} Nayla harus kehilangan segalanya hanya karena kesalahpahaman. Di mulai dari kepercayaan sang Ayah, kedua Abangnya, hingga kehilangan kasih sayang sang Ibu. Keluarganya terus membandingkan Nayla dengan kembarannya Neysha ya...