"Assalamu'alaikum," ucap Nayla saat memasuki rumah.
"Wa'alaikumsalam," jawab Tio.
"Kak Enjel mana, Om?" tanya Nayla sambil meletakkan sepatunya disudut rumah.
"Nemenin Chika tidur tuh, kamu ganti baju terus makan terus langsung tidur ya. Enjel udah kasih tau ke saya kalau kamu bakalan pulang malam hari ini. Pasti capek 'kan?"
Nayla mengangguk mengerti.
"Ohiya, saya udah terlalu tua atau gimana? Masa kamu manggil Enjel 'Kakak', sedangkan saya kamu panggil 'Om'?" Tio merasa tidak adil dengan panggilan tersebut. Ia masih muda dan gagah, walaupun sudah mempunyai satu anak.
"Emmm.. kalau itu Nay gak tau, Om. Emang udah dark sananya mungkin hehe," kekeh Nayla. "Terima nasib aja ya Om," lanjutnya menambah cengiran lalu pergi sambil senyum-senyum.
Di dalam kamar, Nayla melihat Enjel tengah berbaring menyamping menghadap Chika yang sudah tertidur, tangannya tak henti-hentinya mengelus kepala Chika dengan lembut. Nayla lagi-lagi tersenyum. Beruntung sekali Chika memiliki orangtua yang sangat sayang padanya.
"Kak..," panggil Nayla.
"Eh iya? Kamu udah pulang, ganti baju dulu sana," suruh Enjel, tapi Nayla hanya diam saja. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
Enjel berdiri dan mendekati Nayla yang masih berada dekat pintu kamar. "Kenapa sayang?" tanyanya lebih lembut. "Ada masalah? Kamu bisa cerita sama kakak."
"Emm, Nay kepikiran sama Mamah kak," ungkapnya jujur. "Walaupun disisi lain Nay benci sama keluarga Nay, tapi hati Nay gak bisa bantah kalau Nay rindu sama Mamah dan Papah. Ngeliat cara kakak tidurin Chika, Nay jadi ngebayangin kalau Mamah akan memperlakukan Nay kayak itu juga. Kepala Nay dielus-elus waktu tidur."
"Tapi kayaknya gak mungkin ya Kak? Hehe," kekehnya kecil.
"Nay 'kan udah dibuang sama Mamah dan Papah, anak kayak Nay mungkin gak pantas untuk disayang. Nay anak yang gak berguna ya Kak? Gak bisa banggain Mamah." Suara Nayla mulai tercekat.
"Mamah gak sayang sama Nay, Mamah sayangnya cuman sama Ney."
"Nay..., Iri kak."
Enjel yang tak tahan melihat Nayla langsung memeluknya erat, mengelus kepalanya dengan sayang. Enjel ikut tercekat mendengar penuturan Nayla. Selama ini memang bik Ayu selalu menceritakan tentang Nayla, bagaimana keadaan hidupnya, dan masalahnya dengan keluarga. Enjel tak menyangka akan seberat ini kehidupan yang dijalani Nayla.
"Stt, udah ya, sayang. Disini Nay bakalan dapet kasih sayang yang gak bisa Nay peroleh dari keluarga Nay. Tenang aja, kakak akan selalu menyayangi kamu. Kamu yang sabar dan kuat ya," ujar Enjel menenangkan.
"Hidup gue gini banget ya? Sampai-sampai harus terima kasih sayang dari orang lain," batin Nayla lalu melerai pelukannya.
Senyuman terbit diwajahnya dengan air mata masih ada. "Makasih ya, Kak. Nay sayang kakak, kalau gitu Nay mau mandi dulu," pamitnya dan langsung buru-buru ke kamar mandi.
Di kamar mandi Nayla mengunci pintu dan menyandarkan dirinya di pintu. Isak tangis mulai kembali terdengar namun pelan karena Nayla berusaha untuk menahan tangisannya yang kian membesar. Bahkan tenggorokannya terasa sakit.
"Mah... Nay kangen Mamah, Mamah gak mau peluk anak Mamah? Dulu bahkan Mamah selalu meluk Nay dan cium kening Nay dengan penuh sayang. Kemana Mamah Nay yang dulu," batin Nayla menutup matanya—menahan segala rasa kerinduan.
"Nay bisa tahan kalau orang lain yang benci sama Nay, tapi Nay gak bisa tahan kalau itu Mamah. Orang yang udah ngelahirin Nay, yang udah ngandung Nay selama sembilan bulan."
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T WORRY
Ficção Adolescente{Follow Sebelum Membaca} Nayla harus kehilangan segalanya hanya karena kesalahpahaman. Di mulai dari kepercayaan sang Ayah, kedua Abangnya, hingga kehilangan kasih sayang sang Ibu. Keluarganya terus membandingkan Nayla dengan kembarannya Neysha ya...