"Kehangatannya semu, aku di tikam di balik kelambu,"
_Bara_
Dua tangan kekar mengangkat tubuh Bara dari gudang ke kamarnya semula, entah kerasukan apa. Ahsan memindahkan Bara di buntuti Liora di belakangnya.
Bara yang merasa ada yang menggendongnya perlahan mulai membuka matanya, terlihat Ahsan dan Liora sedang berdampingan tersenyum ke arahnya. Waktu masih malam namun hatinya berdesir pelan, apa dia tidak mimpi?
"Nyo--nyonya, ayah. Ada apa ini?" Tanya Bara dengan terbata-bata.
"Sayang kamu jangan panggil ibu itu nyonya, ibu itu ibu kamu nak," sahut Liora duduk dan memeluk Bara erat.
Bara tercengang melihat apa yang terjadi di depannya, ia menepuk-nepuk mimpinya barangkali mimpi ia akan cepat sadar namun yang ia lihat itu ternyata nyata.
"Maafkan atas perlakuan ibu selama ini ya nak, ibu berdosa besar sama kamu. Harusnya ibu bersyukur punya anak rajin dan pintar seperti kamu," ucap Liora mengeratkan pelukannya dan membelai-belai punggung Bara.
"Iya bu, Bara bangga punya ibu seperti ibu yang bisa membuat Bara jadi anak mandiri dan tau kehidupan sebenarnya," sahut Bara menumpahkan air mata yang tak terbendung.
"Ayah juga minta maaf ya sama Bara, harusnya ayah bangga punya anak seperti kamu nak. Maafin ayah ya Bara," timpal Ahsan memeluk Bara dan Liora yang enggan melepas pelukannya.
Usai itu, Liora menghapus air matanya bergegas ke dapur untuk membuat sarapan. Ahsan beranjak pergi bersiap ke kantor sedangkan Bara tidak tinggal diam. Ia ke dapur menghampiri Liora yang sedang mencuci piring, ia membantu pekerjaan dengan mengupas bumbu yang akan di pakai masak sambil sesekali tersenyum pada Liora yang memandangnya.
"Ibu mau masak apa biar aku tau takaran bumbunya," tanya Bara hangat dengan senyuman khasnya yang sempat hilang.
"Ibu mau masak sayur bayam sama sambal aja nak, lauknya ada ikan tuh coba goreng kalo kamu bisa," ucap Liora sedikit meledek.
"Ya pasti bisalah bu kan aku sering lihat ibu ngegoreng ikan jadi bisa bu," ucap Bara mulai menyiapkan penggorengan.
Liora mulai memotong bayam menjadi banyak bagian dan ia masukkan dalam air seperempat panci yang sudah mendidih lalu di tambah kupasan bumbu yang sudah Bara racik sebelum menggoreng ikan, ia aduk secara merata.
Selasai masak, sekeluarga sarapan bersama di meja makan. Ahsan menjanjikan untuk memasukkan Bara kembali ke Sma minggu depan, mendengar itu Bara senangnya bukan main bahkan makannya yang biasanya sedikit menjadi lahap.
"Ayah akan memasukkan kamu ke sekolah lagi nak. Ayah akan mendukung apapun yang kamu lakukan asal itu baik," ucap Ahsan sambil memegang pundak Bara.
"Ukhuk, yang bener yah? Dan Bara gak kerja lagi kan? Makasih banyak ya yah. Ayah memang yang terbaik," sahut Bara tersedak dan langsung memegang kedua tangan Ahsan kuat.
Ahsan mengangguk dan tersenyum ke arah Bara, Dina yang melihat itu bukannya senang malah menampakkan muka sedihnya. Ia tau apa rencana kedua orang tuanya itu pada kakaknya.
"Kasian bang Bara, dia dengan mudahnya di tipu oleh ayah dan ibu. Kebahagiaan ini gak akan lama bang, dan kita akan berpisah," gumam Dina dalam batin memandangi Bara yang kegirangan.
Bara kembali duduk menghabiskan sarapannya. Sementara itu, Ahsan beranjak berdiri membenarkan kemejanya lalu berangkat kerja dengan menenteng tas di antarkan Liora yang menggandeng tangannya.
Sampai di teras yang cukup luas, Liora mencium punggung tangan Ahsan lalu Ahsan membelai halus rambut Liora.
"Kayaknya anak gak berguna percaya sama samaran kita mas, dia tampak menikmati permainan," ucap Liora tersenyum licik.
"Itu bagus, untuk sementara ini kamu berikan semua kasih sayang pada anak itu hingga dia lebih terlena. Dengan begitu kita akan mudah menjualnya minggu depan," sahut Ahsan melipat tangannya di depan dada.
"Kita bakal jadi orang kaya mas, aku gak sabar beli rumah baru dan pindah dari rumah tua ini," timpal Liora kegirangan.
Dari dalam rumah Bara datang dengan membawa Dina yang memakai seragam lengkap menghampiri Liora dan Ahsan yang masih ada di teras, keduanya sempat panik dan menyangka Bara mendengar percakapnnya.
"Huft! Untung ayah belum berangkat kerja, kalo enggak Bara harus anterin si Dina ke sekolah," umpat Bara membuang napas pelan.
"Emang ada apa nak?" Tanya Ahsan memandangi Bara.
"Ini Dina nebeng ayah berangkat kerja gak papa kan?" Pinta Bara menaikkan alisnya sebelah.
"Boleh, yaudah ayah sama Dina berangkat dulu ya Bara, jaga ibu baik-baik di rumah," tutur Ahsan menepuk pundak pelan lalu pergi bersama Dina mengendarai motor meninggalkan Bara dan Liora yang masih berdiri di teras.
Liora masuk dan mulai membereskan rumah di bantu Bara yang tak bisa untuk berdiam diri saja, terkadang di selingi canda tawa diantara keduanya. Merasakan itu hati Bara hangat dan masih belum percaya sepenuhnya dengan apa yang terjadi.
Berdua duduk di ruang tamu, Liora menyangga piring bundar putih bersih berisi nasi dan lauknya sambil menyalakan tv yang tersedia.
"Ibu udah lama gak nyuapin anak ibu paling tampan ini, mau ya ibu suapin Bara," pinta Liora manja menyodorkan sendok yang penuh makanan.
Bara mengangguk sambil tersenyum membuka mulutnya lebar-lebar, ia mengunyah makanan itu dengan rasa terharu yang dalam. Sama sekali tak menyangka bahwa kebahagiaan ini kembali padanya.
"Huh dasar bodoh! Kau terlihat bahagia Bara sayang hingga kau tak tau kalo aku melakukan ini semua karena aku dan ayahmu akan menjualmu pada orang kaya. Dan hasilnya bisa membuat aku kembali seperti kehidupan semula," gumam Liora sambil tersenyum miring.
Sepiring nasi bersama lauk itu ludes di suapkan Liora pada Bara, usai itu. Bara berjalan keluar dengan tampilan seperti biasanya menjemput Dina di sekolahan.
Cahaya yang sudah mengitari pasar, datang ke parkiran bahkan ke bagunan yang Bara kerjakan untuk mencari keberadaan Bara, ia tak sengaja melihat Bara di sekolah dasar menjemput seorang anak perempuan yang keluar dari dalam kelas yang paling ujung.
"Tuh anak pasti adeknya, udah puyeng gue cariin ternyata di sini lu Bara. Kalo aja gue gak ngincer pasti ogah nyariin lu kek gini," gumam Cahaya duduk di taman yang tersedia di pinggir jalan.
Bara pergi bersama Dina tanpa menghiraukan Cahaya yang memandanginya lekat, ia tau sedari tadi ada yang memandanginya namun ia biarkan saja. Yang terpenting dia tidak membuat onar yang melibatkan seseorang.
Sepanjang perjalanan pulang, Dina tak bicara sedikitpun. Ia hanya diam sambil sesekali memandangi abangnya yang memengang tangannya, ingin sekali rasanya memberi tau niat jahat ayah dan ibunya namun ia takut kena marah atas semua itu.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara [END] OPEN PO
Teen FictionBara Adi Cahyana seorang cowo pendiam namun misterius ini selalu membuat temannya merasa aneh padanya, ada yang menganggapnya pembawa sial sebab bila bertemunya akan terkena sial itu hal yang lumrah. Dia pendiam dan selalu berkeliaran ketika malam...