"Udangnya di balik batu, sayangnya untuk menebus banyak mau,"
_Bara_Minggu itu berlalu dengan cepat, kini sudah masuk hari senin. Bara bangun pagi dan menyiapkan sarapan lalu bergegas membangunkan satu persatu anggota keluarganya yang jam segitu masih terlelap.
Seperti hari-hari biasanya, mereka berempat sarapan di ruang tamu dengan masakan yang Bara masak dan sediakan. Bara meneguk segelas air putih lalu mengambil porsi untuk ibunya, adik, ayah dan dirinya.
"Bara, nanti siang kamu akan ayah ajak bertemu rekan kerja ayah jadi kamu harus bersiap yang tampan ya," ucap Ahsan lalu melahap makanna di sendokmya.
"Pasti mau di," gantung Dina di pelototin oleh Liora yang sedang makan tepat di depan Dina.
"Di apa dek?" Tanya Bara mendongak ke arah Dina di sampingnya.
"Di tawarin kerjaan sama rekan kerja ayah di kantornya kak, bukan begitu ayah?" Sahut Dina melencengkan omongannya.
"Benar Din, tapi bukan di perusahaanya melainkan di tempat lain yang masih milik rekan kerja ayah. Awalnya mungkin kamu akan di ajari," timpal Ahsan dengan muka serius.
"Tapi Bara hari ini bukannya kembali ke sekolah ya yah kok pake ketemuan sama rekan kerja ayah segala sih," ucap Bara yang sedari pagi sudah memakai seragam sekolah hanya saja di rangkap hoddie hitam kesayangannya.
"Harusnya gitu Bara, tapi rekan kerja ayah ini niatnya baik jadi malu kalo gak di temuin. Lagian kan kamu bisa kembali besok-besok," sahut Ahsan membelai rambut Bara.
Siang itu tiba begitu cepat, Bara bersiap dengan kemeja merah tua. Rambut rapi di padu celana panjang hitam dan sepatu hitam lengkap dengan dasi garis-garis hitam putih. Liora merapikan kemeja Bara serapi mungkin.
Ia membenarkan dasi yang ia pasangkan lalu membelai rambut Bara pelan dan kembali tersenyum dengan senyuman hangat yang baru-baru ini ia munculkan.
Liora mengantarkan Bara sampai depan rumah, di sana sudah terdapat Ahsan yang menunggui Bara di atas motornya, ia sudah tak sabar untuk menghentikan drama konyol ini dan menikmati hasil yang sebentar lagi ia peroleh dari Bara.
"Wah anak ayah tampan sekali, pasti rekan kerja ayah gak akan kecewa sama kamu Bara bahkan bisa puas," puji Ahsan tersenyum miring.
"Alah biasa aja yah, ini semua idenya ibu. Kalo Bara sih pakai hoddie aja gak papa," ucap Bara tersipu.
"Ya daripada nanti ayah malu bawa Bara yang gak lepas dari hoddienya kan mending pake jas," sahut Liora menepuk pundak Bara pelan.
"Benar ibumu Bara, yaudah sekarang gih naik. Kasian nanti kalo dia nunggu terlalu lama," suruh Ahsan.
Bara naik ke jok belakang motor yang Ahsan tunggangi, Ahsan melajukan motor pelan menyusuri jalan hingga melajukan sedikit kencang menuju sebuah cafe tempat ia dan orang kaya itu bertemu, menyerahkan Bara.
Sampai di cafe itu, Bara du gandeng tangannya oleh Ahsan masuk ke dalam cafe mewah yang pastinya harga makananya setara dengan harga mobil bekas, Ahsan menghampiri seorang lelaki paruh baya yang duduk di sudut Cafe itu dengan dua minuman yang tersedia. Mereka berdua duduk di depan lelaki itu.
"Selamat siang pak Ricko, maaf agak terlambat sebentar," sapa Ahsan menyalimi lelaki itu.
"Selamat siang, ia tidak apa-apa. Dan mana anakmu yang bernama Bara? Kau sudah janji untuk mengenalkannya padaku," pinta lelaki itu sudah tak sabar.
"Ini Bara pak, ia berumur sembilan belas tahun," ucap Ahsan menunjuk ke arah Bara.
"Hay om," sapa Bara menjulurkan tangannya.
"Hay, sudah ku transfer jadi sekarang kau boleh pergi," umpat lelaki itu mengedipkan matanya sebelah pada Ahsan.
"Kalau gitu ayah tinggal balik ke kantor ya nak, kamu akan di ajak jalan sama om Ricko untuk melihat-lihat pekerjaan," tutur Ahsan menyalimi Bara lalu berlalu begitu saja dengan bersenandung kemenangan.
Tidak membuang waktu, selesai ayahnya berlalu. Ricko lelaki paruh baya tadi menepukkan tangannya dua kali,datang dua orang preman dengan tubuh kekar-kekar, mereka menangkap Bara dari belakang dan mengunci tangan dengan borgol membuat Bara sulit bergerak.
"Ada apa ini om? Aku bukan orang yang terkena kasus. Kenapa harus di borgol?" Tanya Bara kebingungan sambil berusaha keras menggerakkan tangannya.
"Ha? Ada apa? Apa ayahmu tidak bilang sedikitpun kalau kamu ini sudah di jual pada saya. Dan mulai sekarang saya bebas melakukan apa saja padamu," sahut Ricko berjalan ke depan sambil memainkan rantai di tangannya.
"Di jual?" Timpal Bara tercengang tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.
"Iya di jual bodoh! Kamu itu selama ini di bodohi dengan kasih sayang oleh ayah dan ibumu," gertak Ricko kasar menggerakkan tangannya pertanda untuk dua preman itu membawa Bara ke dalam mobil.
Bara di bawa ke dalam mobil Ricko oleh dua preman itu, di susul Ricko yang mulai menjalankan mobilnya menjauhi cafe itu. Sepanjang perjalanan, Bara hanya bisa meluncuroan air mata tanpa suara sesekali menggerak-gerakkan tangannya.
Di bawa ke sebuah tempat yang mewah dan besar, Bara menghapus air matanya sambil melihat tempat itu dari atas sampai bawah. Ia menyangka bahwa itu adalah rumahnya om Ricko. Bara di bawa dua preman itu ke dalam rumah membuntuti Ricko yang berjalan penuh wibawa menuju gudang yang luasnya saja dua kali kamar tidurnya.
"Banting dia ke gudang, cepat!" Teriak Ricko membuka gudang kasar.
Dua preman itu membantin Bara ke dalam gudang kasar. Membuat Bara terbentur kepalanya yang bary saja sembuh dua hari lalu.
"Biarkan dia seharian di dalam gudang kumuh itu, nanti sore taruh dia dalam kamar mandi dan nyalakan shower hingga pagi," perintah Ricko sambil berjalan pergi.
Dua preman itu bersikap hormat pada Ricko yang berjalan melewatinya, Ricko berjalan menjauh dari dua preman yang menjaga Bara di depan gudang.
Jika saja hati Bara adalah kaca pasti hati Bara bisa pecah dari dulu, ia hanya bisa menangis tanpa suara dan merambat beranjak berdiri mencari sesuatu yang bisa ia jadikan alas untuk duduk.
Gudang itu sangat kumuh, banyak sarang laba-laba di mana-mana. Pecahan piring berserakan, kasur yang sudah berlubang, raket yang patah dan barang-barang lain yang rusak. Ia menggeleng pelan, gudang ini sudah tidak bisa di perbaiki, semuanya barang kotor dan tidak berguna.
Ia hanya bisa menyapu sudut gudang itu dan duduk termangu di sana melanjutkan tangisannya, ia benar-benar tak menyangka bahwa semua yang ia rasakan pergi dengan cepat.
Sore datang, dua preman itu melepas hoddie beserta baju yang Bara kenakan, mereka berdua membawanya ke kamar mandi yang cukup besar, pastinya pengap. Bara di lemparkan ke dalam kamar mandi dengan kasar dan pintunya di kunci dari luar. Shower sudah menyala, kaki Bara tanpa di duga sudah masuk ikatan yang preman itu pasang sebelumnya.
Mau tidak mau Bara menikmati air yang terus mengucuri tubuhnya, ia tau tubuhnya mulai menggigil sebab tak tahan dingin namun dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
Bara [END] OPEN PO
Teen FictionBara Adi Cahyana seorang cowo pendiam namun misterius ini selalu membuat temannya merasa aneh padanya, ada yang menganggapnya pembawa sial sebab bila bertemunya akan terkena sial itu hal yang lumrah. Dia pendiam dan selalu berkeliaran ketika malam...