"Boneka bernasib mujur di sayang tuan, aku terpukul hingga tersungkur tanpa pangkuan,"
_Bara_
"Ctarr," suara tali tambang di cambukkan di punggung Bara oleh Rocky.
"Arrgghh! Ampun om, Ampun. Aarrrgghhhh! Siapapun tolong aku," Erang Bara kesakitan tak kuasa menahan jeritan.
"Cih, dasar lemah! Ini belum seberapa dri seluruh kemarahanku Bara!" Umpat Rocky tak menghentikan cambukannya.
Sudah dua puluh lima kali semenjak pukul lima pagi tadi, Bara di pukuli habis-habisan oleh Rocky. Punggung Bara berdarah begitu juga dengan lengannya yang di penuhi bercak darah. Pasalnya Rocky kalah taruhan sedangkan yang di pakai adalah uang perusahaan, Rocky murka dan melampiaskan amarahnya pada Bara.
Merasa puas dengan perbuatannya, Rocky terkapar di atas kasur Bara sementara Bara meraba-raba sekitar mencari apapun untuk membalikkan badan. Ia meraih kaki kasur dan memegangnya kuat sambil pelan-pelan membalikkan badan.
Perih dan panas bertumbuk di dalam tubuh Bara, darah dari lengan tidak berhenti. Rocky menyuruh dua body guartnya untuk mengobati Bara di ruang pengobatan yang ada di rumah, Usai itu Dia akan di beri tugas tanpa menunggu luka itu sembuh.
Tambalan kapas tertancap di mana-mana lalu di balut perban menutupi seluruh tubuh Bara. Rasa perih, panas, bergetar, bercampur jadi satu ketika setiap luka tersentuh kapas.
"Plakk!"
"Arrggh!"
"Plakk!"
"Arrggh!"
"Plakk!"
"Arrgghh!"
Begitulah cara Pino mengobati Bara, ia menempelkan kapas di setiap luka bukan pelan-pelan malah di pukul sekuat tenaga. Dia suka bila Bara mengerang kesakitan, dia terus memukul hingga proses pengobatan itu selesai.
Tubuh Bara tidak serasa di obati tapi lebih seperti di suntik mati, mungkin selain Bara pasti sudah sekarat tak berdaya. Di karenakan terbiasa maka rasa sakit yang tercampur-campur itu tak dia rasa sedikit pun.
Selesai dari situ, Bara merambat ke tembok-tembok meraih alat kebersihan untuk membersihkan rumah yang saat ini ia tempati. Sebentar lagi meeting di mulai, Rocky menyambar kemeja biru muda yang ingin ia kenakan di meeting kali ini namun setelah di ambil dari tempatnya. Amarah kembali terkumpul, kemeja itu belum sepenuhnya rapi.
Dari atas Rocky menuruni tangga menghampiri Bara yang mengepel lantai sambil ngesot, dia langsung menggampar pipi mulus milik Bara dengan kasar dan memelototinya.
"Plakk!" Suara pipi Bara di tamparan oleh Rocky dengan ganas.
"Aww, ada apa om?" Tanya Bara merintih kesakitan.
"Lihat nih! Kemeja aku kenapa masih lusuh kaya gini! Mana sebentar lagi aku pake meeting. Gak mau tau pokoknya dua puluh menit lagi harus udah rapi dan wangi itu kemeja!" Gertak Rocky melempar kemeja tepat di muka Bara sambil menendang ember berisi air untuk mengepel hingga tumpah.
Tanpa balasan atau umpatan, Bara beranjak berdiri membawa kemeja yang di lempar ke mukanya menuju lantai atas hendak di setrika. Beberapa waktu berlalu, Bara kembali membawa kemeja yang jauh lebih rapi dan wangi menghampiri Rocky yang duduk di sofa sambil menyeduh teh di meja.
Rocky nampak menikmati paginya dengan segelas teh dan selembar koran di tangannya, Bara berdiri cukup jauh dari sofa yang Rocky duduki membuat aroma baju itu masuk ke indra penciuman Rocky dan dia menoleh tanpa di panggil.
"Sini kan kemejaku! Dan lanjutkan pekerjaanmu," pinta Rocky dengan nada tinggi.
"Silahkan om," ucap Bara meletakkan kemeja itu di atas meja di samping teh yang baru saja Rocky seduh.
Setelah pekerjaan rumah telah selesai, Ayessa datang meminta di buatkan makanna sebelum di antarkan jalan-jalan, Bara begitu serba guna di situ. Mulai menjadi tukang masak hingga pembantu namun sayangnya penhhuni rumah itu berhati iblis.
Telur mata sapi di bolak-balik di atas penggorengan dengan sedikit gaya laku di sajikanbeserta nasi yang masih panas, Bara mempercantik dengan kubis dan wortel lalu di bawa menghampiri Ayessa yang menunggu di ruang tamu.
Di suapi body guart Ayessa mulai mencicipi masakan Bara namun tiba-tiba.
"Bruhhh," Ayessa semburkan nasi yang susah terlanjur berada di mulutnya ke lantai yang semulanya mengkilap.
"K--kenapa tante?" Tanya Bara mendadak panik.
"Pyarr!" Piring di pecahkan bersama nasi dan lauknya tepat di kaki Bara.
Pecahan piring itu melukai kaki Bara hingga membengkak, Bara tertatih-tatih pergi mengambil sapu lalu membersihkan sisa pecahan itu. Dia sama sekali tidak menghiraukan apa yang terjadi pada kakinya.
Merambat ke kamar dengan izin memerban kaki, Bara merambat merangkak menaiki tangga sebab kakinya seakan lumpuh tidak dapat di gerakkan walau sesekali masih mampu di ajak berdiri sekalipun menyeret.
Sampai kamar, dia yang sudah memiliki adat menyalakan lilin kecil-kecil di atas tungku sebagai tanda almh. Ratna ada di sampingnya. Bergegas menyalakan lilin itu kembali, dia selalu meniupnya ketika pagi supaya Rocky atau yang lain tidak curiga padanya.
"Ibu, temui aku sekali lagi. Bahumu, dadamu aku butuhkan untuk bersandar ketika aku terlelap lelah yang menumpuk," pinta Bara tersungkur di bawah tembok sambil memegangi lampu itu dan meluncurkan air mata.
Dia terusik dengan satu pesan almh. Ratna yang selalu menenangkan hatinya, terbayang-bayang bahkan senyum yang ia berikan kala itu. Bara masih sangat ingat bahkan hapal.
"Anak ibu kan anak yang kuat, apapun ujiannya pasti Bara kuat menjalani ini, kamu sayang ibu kan nak? Kalau begitu jalani semua takdirmu dengan senyuman agar ibu melihatmu selalu bahagia," tutur Almh. Ratna meletakkan kepala Bara di dadanya sambil memberikan senyum yang mengembang.
Seketika wajah yang meluncurkan air mata tadi mengulurkan senyum yang tulus, hatinya cukup reda. Raganya tenang dan pikirannya tidak merayap kemana-mana, mungkin itu sementara supaya Bara tidak memiliki dendam pada siapapun.
Bergegas mengambil kotak obat, Bara memerban kakinya yang sedari tadi membengkak dengan memberikan obat luka lebih supaya cepat sembuh.
"Cepat sembuh lalu di sakiti lagi, apa hanya begini tugasku di dunia," gumam Bara beranjak berdiri dengan meraba tembok kamar.
Tiada kapoknya bahkan dia seakan tak memiliki amarah, Bara kembali turun mengantarkan Ayessa jalan-jalan ke taman dan berhenti di samping kursi yang tersedia. Dia mengambil napas banyak lalu di buang secara perlahan, di manapun dia bertumpu, tidak akan menghentikan kebiasaanya.
"Aku sangat kagum padamu, kau di jadikan pelampiasan. Bahkan kau di permainkan namun mengapa tak sedikit pun ada amarah di sorot matamu? Dan sikapmu begitu bertanggung jawab," tanya Ayessa tanpa mendongak ke arah Bara.
"Karena Almh. Ratna, ibuku tersayang pernah bilang kalau pemarah dan pendendam tidak boleh di miliki olehku, dia menyelamatkanku dari sebatang kara supaya aku menjadi anak yang baik," jawab Bara memandangi ke langit-langit.
"Aku yakin di sana, Almh. Ratna pasti sedang bangga melihatmu, walau terkadang sedih melihat perihnya siksamu," sahut Ayessa juga memandangi langit-langit.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara [END] OPEN PO
Teen FictionBara Adi Cahyana seorang cowo pendiam namun misterius ini selalu membuat temannya merasa aneh padanya, ada yang menganggapnya pembawa sial sebab bila bertemunya akan terkena sial itu hal yang lumrah. Dia pendiam dan selalu berkeliaran ketika malam...