Part 3. dianiaya

210 25 26
                                    

Bara menimbulkan api, api tak hanya membakar tapi juga menerangi.

                    -Bara-

Minggu pagi, Bara menggunakan hoddienya di lengkapi masker putih yang melekat pada wajahnya. Ia hendak melangkah namun Dina menahan kaki Bara kuat.

"Bang," panggil Dina dengan mata sayunya.

"Ada apa sayang? Abang mau berangkat kerja nih," ucap Bara membelai pipi Dina.

"Mau ikut abang kerja boleh? Dina gak mau di rumah aja," sahut Dina memohon.

Liora yang mengintip dari jendela langsung saja keluar rumah dan menarik Dina kasar ke pelukannya.

"Kamu pasti sudah mempengaruhi adik kamu ya,hingga mau ikut kamu kerja!  Kalo mau bayar semua yang ibu dan ayah lakukan saja kamu, gak usah sekali-kali ajak Dina! Sana pergi," Tegur Liora mendorong Bara hingga terjatuh ke tanah.

Liora beranjak masuk dengan Dina sedangkan Bara perlahan berdiri dan berjalan pergi menjauh dari rumah yang membuatnya seakan di neraka itu.

Bara ke pasar, menjadi tukang angkut barang itu  menyenangkan baginya sebab dia bisa berkeliling tanpa harus liburan.

Barang yang Bara bawa milik ibu paruh baya berupa tas dari rajutan tali rafia berisi sayur mayur, kardus yang berisi gelas kaca. Bara hendak menurunkan kardus dari pundaknya tapi kaki Bara tersandung batu hingaga jatuh dan semua gelas pecah.

"Ya ampun! Kamu ini gimana sih, bisa nggak kerja itu yang bener, pecah semua gelas saya!" Bentak ibu itu melihat gelasnya yang pecah.

"Maafkan Bara buk, lain kali Bara gak akan menguranginya lagi," jawab Bara menunduk.

"Plakk!" Tanpa aba-aba ibu itu menampar pipi Bara kasar dan ganas.

"Au, maafkan saya bu," rintih Bara memegangi pipinya yang lebam.

"Maaf saja gak cukup buat gantiin semua gelas saya yang pecah! Saya minta ganti rugi dari kamu," gertak ibu itu memelototi Bara.

"Tapi saya baru dapet segini bu," ucap Bara mengeluarkan semua uangnya.

Ibu itu langsung saja merebut semua uang yang ada di tangan bara dengan kasar dan menatap Bara penuh dengan emosi.

"Bu jangan di ambil semua, itu hasil saya hari ini," cegah Bara.

"Ini gak cukup buat gantiin gelas saya! Sana pergi," usir ibu itubpada Bara.

Bara hanya bisa pasrah dan pergi tanpa membawa uang sepeserpun, ia beristirahat di tembok yang kotor akan coretan dan berada di muka pasar.

"Nanti aku pulang harus bilang apa pada ibu, dia akan menghukumku lagi," ucap Bara sambil menunduk.

Datang seorang gadis memakai baju berlengan pendek di lengkapi rok mini, tas kecil menyelempang di tubuhnya. Membawa sekresek makanan dan berdiri di depan Bara.

"Ini aku tadi gak sengaja lewat rumah makan dan kebetulan aku pesennya kebanyakan jadi sisanya aku kasih ke kamu aja ya, ini masih utuh dan layak di konsumsi," ucap Cahaya berpura-pura.

"Mbak ini siapa? Kenapa mau repot-repot kasih makanan ke saya?" Tanya Bara beranjak berdiri

"Kamu gak perlu tau aku, yang terpenting kamu terima makanan dari aku," jawab Cahaya menampakkan senyum tipisnya.

"Makasih banyak," jawab Bara menerima makanan itu.

Gadis itu beranjak pergi meninggalkan Bara yang masih duduk tanah dekat tembok, sedangkan Bara meletakkan makanan yang ia dapat di sampingnya.

Bara mengedarkan pandangannya. ke jalanna sejenak hingga ia mendapati seorang pengamen dan adiknya sedang duduk di antara gundukan sampah, mereka berdua membongkar sampah untuk mencari sisa makanan.

Bara beranjak berdiri menghampiri kedua pengamen itu lalu duduk tak jauh darinya.

"Adek! Lagi apa tuh?" Tanya Bara pada kedua pengamen yang membongkar sampah.

"Cari makanan," ucap keduanya kompak.

"Coba kalian sini sebentar deh," pinta Bara melambaiakn tanganya.

Kedua pengamen itu menghentikan aktivitasnya lalu menghampiri Bara yang tak jauh dari mereka.

"Ini abang ada makanan buat kalian, jadi kalian siang ini gak usah ngebongkar sampah lagi ya," ucap Bara menyodorkan kresek di tangannya.

"Makasih banyak bang," jawab salh seorng anak.

Bara mengangguk dan membelai punggung anak itu, sementara itu Cahaya yang berpura-pura memberi makanan tadi masih memata-matai bara di balik tumpukan kardus.

"Subhanallah, Bara teraniaya tapi hatinya bener-bener mulia," puji Cahaya melebarkan senyumnya.

Saat sore, Bara pulang tanpa membawa uang sepeserpun sebab tidak ada lagi orang yang mau di angkatkan barangnya, takut bila barang mereka rusak.

Sampai di rumah, Bara membuka pintu dan langsung duduk di atas sofa. Liora baru saja menyapu dan langsung menghampiri Bara.

"Mana uangnya hari ini? Lebih banyak dari yang kemaren kan?" Pinta Liora menengadahkan tangannya.

"Maafkan Bara bu, Bara gak dapat apa-apa hari ini sebab gak ada lagi yang mau di angkatin barangnya sama Bara," ucap Bara sambil menunduk.

Liora mendadak marah dan menarik tangan Bara keluar rumah. Liora melempar Bara ke arah tembok dengan kencang dan kasar, kepala Bara terbentur tembok keras hingga mengeluarkan darah dari dahinya.

Dina yang melihat perlakuan sedari tadi. Langsung menghampiri dan memeluk Bara hangat.

"Jangan bu! Jangan apa-apakan bang Bara," cegah Dina menyenderkan kepalanya ke pelukan Bara.

"Dina! Kamu masuk ke dalam kamar sana. Jangan sok jadi jagoan untuk abangmu yang gak ada gunanya itu!" Teriak Liora merentangkan tangannya.

"Dina sayang, dengerin perintah ibu ya nak," ucap Bara membelai poni Dina.

Dina mengangguk dengan terpaksa. Dina masuk ke dalam rumah, kembali mengintip dari jendela, tanpa berselang lama Ahsan pulang dari kerjanya,menghampiri Liora.

"Ada apa ini bu? Gak baik di dengerin tetangga," tanya Ahsan memegang pundak Liora.

"Anak satu ini udah bener-bener gak bisa di andelin yah, kemaren pendapatan dikit. Sekarang pulang kerja malah gak dapat duit sepeserpun," ucap Liora dengan nada tinggi mengadu pada Ahsan.

Ahsan yang mendengar itu langsung geram. Ahsan berjalan cepat menghampiri Bara dan menampar pipinya.

"Plakk!" Suara pipi Bara di tampar dengan keras.

"Au," rintih Bara memegangi lukanya.

"Jika ibu hanya menyiksa Bara. Kenapa ibu gak gugurin Bara Ketika masih dalam kandungan? Bara pernah bukan di dalam perut ibu yang cantik itu? Bara gak mau seperti ini bu," gumam Bara dalam hati sambil memandangi Liora.

"Dasar anak gak tau terimakasih! Apa kamu gak kapok ibu sakiti,Apa perlu ibu tambah?" Sahut Liora menjadi-jadi.

"Sudah-sudah bu, Bara! Masuk kamu," lerai Ahsan pada keduanya.

Bara pelan-pelan masuk ke dalam rumah. Ahsan dan Liora mengurung Bara di dalam gudang dengan pintunya di kunci.

Bara menyobek kain bekas yang ia simpan di gudang, ia ikatkan kain itu di kepalanya dan sedikit air bekalnya tadi, ia pakai untuk mengompres lukanya.

                Bersambung

Hulla
Lup lup full dari akuh🤓

Gimana ceritanya? Bagus gak? Atau ada yang kurang?

Jangan lupa follow me, votmen dan ikuti terus ceritanya. Bye.

Bara [END] OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang