"Terlanjur dalam luka yang di emban diri, hingga tiada obat yang mampu mengobati,"
_Bara_
Membawa keranjang kecil di beri waktu lima menit untuk belanja di warung depan gang yang jaraknya tidak jauh dari rumah, Bara debgan cepat memilih kebutuhan dapur yang sudah pada habis. Uang yang di berikan Ayessa hanya dua puluh ribu untuk membeli telur, kecap, gula dan masih banyak lagi. Mau tidak mau, Bara harus menggunakan uang simpanannya yang dia bawa sejak lama bahkan sejak dia masih tinggal di rumah Liora.
Setelah semua terbeli, Bara berjalan cepat hendak pulang. Dia sedikit berlari karena waktu yang di berikan tidak banyak namun di tengah jalan saat berpapasan dengan Cahaya yang sedang joging tiba-tiba di bawah dada bagian kiri tubuh Bara terasa sakit menembus di dada bagian kanan hingga seakan-akan napasnya tersumbat. Bara jatuh terkulai lemas di jalan tidak sadarkan diri.
Melihat itu, Cahaya mendadak panik dan berjongkok memegang tangan Bara untuk melihat nadi, nadinya berdenyut walaupun tidak beraturan. Cahaya menepuk-nepuk pipi Bara yang tertutupi masker berharap Bara bisa sadar.
"Bara bangun! Baraa!" Ucap Cahaya panik.
Dia meraba ponselnya yang ada di saku celana pendeknya, ditekan nomor sopir pribadi ayahnya untuk menjemputnya membantu membawa Bara ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian, mobil berwarna putih datang menghampiri Cahaya dan Bara yang ada di jalan. Bergegas sopir pribadi ayahnya membantu Cahaya membawa Bara masuk ke dalam mobil, mereka berdua membawa Bara ke rumah sakit terdekat.
Sampai di rumah sakit, Bara di tangani oleh dokter di ruang rawat. Cahaya menunggu di kursi depan meja dokter dengan perasaan cemas, dia berharap bahwa Bara tidak apa-apa. karena dia tau tadi denyut nadi Bara tidak beraturan dan dia tidak memiliki kerabat yang baik, semua keluarganya Bara jahat menurutnya.
Usai memeriksa, Dokter menghampiri Cahaya yang memainkan jari tangannya dengan perasaan campur aduk. Tanpa jeda, Cahaya langsung menanyakan keadaan Bara.
"Bagaimana keadaan Bara dok? Dia gak apa-apa kan?" Gelagap Cahaya refleks memegangi tangan dokter tersebut.
"Ananda Bara, apa dia memiliki keluarga? Kalau boleh tau mbak siapanya?" tanya Dokter dengan tatapan serius.
"Saya temannya dok, keluarganya lagi dalam perjalanan kemari. Cepat beri tau saya nanti akan saya kabarkan ke keluarganya," jawab Cahaya sedikit memaksa.
"Anannda Bara mengidam penyakit jantung Aritmia yang memengaruhi denyut nadi ananda Bara tidak normal , penyakit yang di sebabkan setres yang berlebihan. Gejalanya seperti sesak napas,sensasi melayang hingga pingsan, saya tadi juga tidak sengaja melihat banyak luka di muka ananda Bara jadi saya sarankan untuk di rawat inap hingga kondisinya membaik," ucap Dokter merapatkan kesepuluh jarinya.
Deg!
Tubuh Cahaya seketika membeku mendengar pernyataan dari dokter, dia tidak menyangka seburuk itu Bara di perlakukan hingga terkena penyakit jantung. Dokter juga menyatakan banyak luka di muka, terbesit di pikirannya bahwa jika Bara berbuat kesalahan maka akan di hukum dengan kasar. Tanpa membuang Waktu, Cahaya bergegas sadar mengusap setitik air di sudut matanya.
"Tapi penyakit itu masih bisa di sembuhkan kan dok? Lakukan yang terbaik untuk teman saya, saya akan bayar berapapun biayanya," tanya Cahaya antusias.
"Bisa dengan memberikan obat-obatan yang memengaruhi irama jantung jika itu tidak berpengaruh maka akan di lakukan ablasi pada jantung Ananda Bara," jawab Dokter itu menjelaskan.
"Tidak perlu!" Bantah Bara hendak duduk dengan memegangi bagian hawah dada sebelah kiri yang di rasa masih sakit.
Mendengar bantahan Bara, Cahaya langsung menengok ke belakang melihat Bara yang beranjak duduk memandanginya. Dia berdiri menghampiri Bara dan meninggalkan dokter yang masih terduduk di tempatnya.
"Bara, jangan banyak gerak dulu. Kamu harus banyak-banyak istirahat," tutur Cahaya memegangi punggung hingga lengan Bara.
"A--aku gak mau rawat inap cahaya, beli kan aku obat saja. Aku tidak apa-apa," ucap Bara memegang telapak tangan Cahaya memohon.
"Tapi ini semua demi kebaikanmu Bara, aku gak mau terjadi sesuatu sama kamu. Di rumahmu aku juga tidak bisa mengawasi dua puluh empat jam, tidak ada yang mengawasimu Bara," tutur Cahaya memandang Bara iba.
Dokter yang semulanya terduduk beranjak berdiri menghampiri Cahaya dan Bara yang masih berdebat, dia tau maksud gadis baik itu namun dia juga membaca banyak beban dari sorot mata si penderita. Dia membantu gadis itu agar Bara mau di rawat inap demi kebaikannya namun semuanya sia-sia saja, dia tetap kekeh dengan pendiriannya.
"Saya sarankan ananda Bara untuk mau di rawat inap hingga keadaan ananda membaik, saya juga takut bila di rawat jalan akan terjadi sesuatu yang tak di duga-duga," ucap Dokter itu berdiri di belakang Cahaya.
"Tidak dok, saya tidak memiliki biaya. Lebih baik saya rawat jalan saja," elak Bara melipat tangannya di depan dada sambil membuang muka.
"Yasudah kalau memang memaksa, saya akan buatkan resepnya jangan lupa ditebus di apotik," sahut dokter itu oasrah kembali kenmejanya membuat resep di atas nota yang tersedia.
Beranjak turun dari tempat periksa, dengan di bantu Cahaya. Bara menghampiri Dokter yang telah menunggu di tempatnya, kakinya sebelah sedikit di seret karena mati rasa. Wajahnya kembali dia tutupi dengan masker.
Menyodorkan resep obat, Dokter dengan mimik wajah kecewa mempersilahkan Bara pulang. Dia tidak tau apa jadinya jika di rawat jalan, kalau di rawat dengan baik mungkin akan membaik tapi jika di biarkan saja bisa menjadi masalah yang serius.
Cahaya di mintai Bara untuk mengantarkannya pulang ke rumah usai menebus resep dokter di apotik, ingin sekali rasanya untuk membawa Bara pulang ke rumahnya untuk dia rawat beberapa hari tapi dia takut kalau usai pulang. Bara akan mendapatkan hukuman yang berat dari orang-orang di rumah mewah itu.
Sampai di teras rumah Bara, dia beranjak memberikan belanjaanya yang dia Bawa beserta obatnya. Dari kejauhan Ayessa datang menggulirkan kursi rodanya sendiri menghampiri Cahaya dan Bara, Ayessa memiliki rencana licik yang akan di jalankan.
"Heh gadis nakal! Kamu bawa kemana keponakanku? Saya cari dari tadi tidak pulang-pulang, ternyata kamu bawa pergi," umpat Ayessa berhenti di samping Bara.
"Maaf tante, saya tadi mengantarkan Bara ke rumah sakit karena di jalan Bara sempat pingsan, kata dokter Bara memiliki penyakit-" jeda Cahaya mulutnya terbungkam oleh tangan Bara.
"Jangan beri tau dia," gumam Bara di belakang telinga Cahaya.
"Penyakit apa? Ini pasti karena ulah kamu. Saya gak mau tau, kamu harus menanggung semua yang terjadi pada ponakan saya. Sini," pinta Ayessa menengadahkan tangannya sebelah.
"Apa?" Tanya Cahaya tidak mengerti.
"Uang lah, kan ponakan saya udah kamu buat sakit. Saya butuh Uang untuk pengobatannya," gertak Ayessa menatap tajam.
Meraba saku celanannya, Cahaya menyodorkan segebok uang bersampul coklat ke tangan Ayessa yang menengadah. Dia tuturkan bahwa Bara perlu banyak istirahat tapi tidak di hiraukan oleh Ayessa malah dia di suir olehnya dan menarik Bara dengan kasar ke dalam rumah.
Perlakuan Ayessa yang Cahaya tangkap membuatnya semakin khawatir akan keadaan Bara, dia lemah saat ini dan akan bertambah lemah jika siksaan itu terus di berikan pada Bara namun Cahaya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa.
Bersambung
![](https://img.wattpad.com/cover/247902850-288-k598352.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara [END] OPEN PO
JugendliteraturBara Adi Cahyana seorang cowo pendiam namun misterius ini selalu membuat temannya merasa aneh padanya, ada yang menganggapnya pembawa sial sebab bila bertemunya akan terkena sial itu hal yang lumrah. Dia pendiam dan selalu berkeliaran ketika malam...