Part 27. kambing hitam

122 12 1
                                    

"Hilir nestapa meraup jiwa, hasratkan siksa dari ujung kepala hingga titik penghabisan raga,"

                 _Bara_

Kemeja biru  di padu dengan celana hitam panjang tanpa melepas masker hitam ke khasannya, Bara sudah berada di ujung jalan raya bersama Ayessa yang memakai pakaian yang bertambal-tambal sana sinj. Dia bingung mau di bawa kemana, setelah merapikan rumah. Ayessa mengajak Bara pergi, sebelumnya dia menyuruh Bara untuk berganti pakaian yang lusuh dan kumal bisa di bilang tak layak pakai. Mereka berdua menyeberang ke tepi jalan menuju sebuah perusahaan besar, dengan bekal berkas-berkas palsu di tangan Ayessa. Modusnya, dia meminta sumbangan pada kepala perusahaan yang kebetulan sedang berada di tempat. Alasannya untuk membayar pengobatan Bara yang sedang sakit, mengetahui itu Bara bergidik pelan. Pantas saja tadi dia di bedaki hingga pucat, ternyata ada kebusukan yang Ayessa lakukan.

Pemimpin perusahaan itu tidak merasa curiga sedikit pun dengan Ayessa dan Bara, dia percaya kalau Bara sedang sakit dan Ayessa yang mengaku-ngaku sebagai ibunya sedang kesulitan uang. Jadi dia mendonasikan segebok uang di dalam amplop coklat dari lacinya pada Ayessa. Dengan senyum sumrigah, Ayessa  menerima uang itu dan banyak melontarkan doa-doa baik pada pemimpin yang tersenyum ramah, Bara mengulurkan senyum di dalam masker karena dia kira dengan ini Ayessa berubah.

Selepas itu mereka berdua kembali menaiki mobil hendak ke perusahaan lain, dengan alasan yang sama meminta sumbangan pada direkturnya. Bara hendak mengulurkan senyum dengan membuka masker tapi Ayessa yang duduk di sampinya langsung memelototkan mata pertanda tidak setuju, dia harus tetap pura-pura susah dan sedih lebih bagus kqlqu bisa meneteskan air mata. Apa-apaan ini, memberikan senyum saja tak boleh, berontak Bara di dalam hatinya tidak terima begitu saja. Mereka berdua terus seperti itu berkeliling ke perusahaan-perusahaan besar meminta sumbangan hingga mendapat uang berkoper-koper, Bara baru sadar kalo dia di kambing hitamkan oleh Ayessa untuk mendapatkan uang. Ternyata sangkaan Bara kalau dia berubah menjadi baik itu salah, dia bahagia di atas kesedihan Bara.

Tengah hari, Bara terlentang di sudut mobil dengan napas yang tidak beraturan dan tersenggal-senggal. Dia tau obatnya habis, namun tidak mampu menebusnya ke rumah sakit. Jangankan untuk itu, keluar rumah saja dia hanya di beri waktu beberapa menit saja, mana cukup untuk cek up dan menebus obat di apotik. Yang ada dia bisa jatuh bangun di jalan mengejar waktu, Ayessa sedang berpesta dengan penyupir mobil di dalam cafe besar. Supir dan Ayesssa yanga da di dalam Cafe tepatnya duduk di bagian belakang dekat pintu.
Itu seakan melontarkan candaan yang membuat Ayessa sesekali tertawa dengan nada tinggi lalu minum minuman di dalam gelas yang dia pegang.

Menggenggam tangan kuat dengan bergetar sedikit kejang ditubuh Bara, dia hanya bisa diam dengan posisi itu sambil terus meneteskan air mata deras. Hatinya berkali-kali menyebutkan nama ibu, mulutnya  terbuka menerima udara masuk ke dalam tubuhnya. Sesak yang semakin menjadi-jadi seakan menutup saluran pernapasannya, sejak pagi tadi dia tak sempat sarapan. Bara memejamkan matanya, dia siap kalau harus pingsan kehabisan obat. Setidaknya dia tidak merasakan sakit untuk beberapa saat dan tubuhnya mungkin bisa pulih. Kembali menghampiri Bara yang ada di mobil, Ayessa di buat geram melihat Bara tertidur pulas di jok depan. Dia menarik kaki Bara hingga terguling di jalan, Bara tidak kunjung membuka matanya.

Bertambah kegeramannya, tanpa di suruh sopir mengangkat tubuh Bara lalu di lemparkan ke tepi jalan tepatnya di antara rumput-rumput liar. Mereka berdua beranjak pergi mengendarai mobil meninggalkan Bara yang benar-benar pingsan. Hingga matahari hampir terbenam, Bara tak kunjung sadar. Orang-orang hanya berlalu lalang tanpa ada niatan membantu Bara atau membawanya pulang ke rumah, mobil berwarna hitam pekat yang melintas di mana Bara tergeletak lemah di tepi jalan tiba tiba berhenti. Dari dalam mobil turun seorang berbadan tegap menegaskan langkahnya menghampiro tubuh Bara, siapa lagi itu kalau bukan Rocky.

Kala itu, Rocky baru pulang dari kantor. Dia memapah tubuh Bara ke dalam mobil, dia berpikir keras siapa yang membuang budak nakalnya itu di pinggir jalan dengan keadaan tidak berdaya. Dia terus berpikir sambil  mengemudikan mobilnya hendak pulang ke rumah, memasuki gerbang hitam yang di buka oleh Pino. Rocky keluar dari mobil menghampiri Pino, dia menyuruhnya untuk membawa Bara ke dalam kamar milik Bara. Melanjutkan jalan ke dalam rumah, Rocky berkali-kali memanggil Ayessa yang tidak kunjung datang. Sementara di ruang ganti, Ayessa berlatih berdiri sambil berpegangan tembok. Dia ingin sekali bisa berjalan seperti semula dan ikut andil untuk menyiksa Bara, mendengar panggilan Rocky yang semakin lama memekakkan telinga. Dia kembali duduk di kursi rodanya lalu di gulirkan menghampiri Rocky di ruang tamu.

"Ayessa! ... Ayessa!" Panggil Rocky dengan amarah menggumpal.

"Ada apa sih mas? Ganggu aja aku lagi latihan jalan," sambar Ayessa dari arah belakang dengan nada kesal..

"Apa kamu yang membuang Bara dengan keadaan lemah seperti itu! Apa kamu gila? Kalo dia mati, siapa yang akan jadi budak kita tanpa di bayar?" Bentak Rocky menggebrak meja kasar.

"Mas, dia itu sudah gak ada gunanya di rumah ini! Dia sudah gak punya kekuatan lagi. Buktinya, dia pingsan dari siang sampek jam segini gak bangun- bangun!" Sambar Ayessa  tak kalah kasar.

"Lalu? Apa adiknya yang masih kecil itu bisa menggantikan kakaknya? Aku sudah tidak mau mengeluarkan uang hanya untuk masalah budak!" Bentak Rocky beranjak pergi ke kamarnya sendiri meningggalkan Ayessa sendirian.

Di kamar super sempit tepatnya di pojok depan jendela yang gordennya tersisihkan di samping, Bara masih tergeletak lemah. Kedua matanya yang terpejam pelan-pelan terbuka, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia beranjak duduk menyenderkan tubuhnya di tembok sambil menyisingkan poninya ke samping. Tubuhnya masih sangat lemah karena belum di masuki sesuap nasi sama sekali, pintu terbuka menampakkan Pino yang membawa nampan berisi makanan dan teh hangat berjalan menghampirinya. Pino menyuapkan makanan itu ke mulut Bara dengan kasar membuat Bara kadang tersedak, tapi Bara tidak mempermasalahkan itu karena yang penting baginya saat ini adalah kesehatan tubuhnya.

Habis satu piring, teh itu bukan di minumkan layaknya orang merawat orang sakit tapi di guyurkan ke muka Bara hingga mukanya basah semua, dia beranjak pergi mengembalikan piring dan gelas yang dia bawa lalu kembali membawa setumpuk pakaian kotor, dia melemparkan pakaian itu ke arah Bara yang belum sepenuhnya sehat.

               Bersambung

Bara [END] OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang