Part 23. ungkapan Rasa

98 11 1
                                    

"Membahagiakanmu? Mencari kebahagiaanku saja aku tak mampu apalagi membahagiakanmu,"

              _Bara_

Di lantai atas, tepatnya di luar kamar Ayessa. Bara menjemur pakaian sambil memandangi dunia luar dari atas. Dia melihat orang-orang sedang berolah raga, ada yang baru pulang dari pasar, ada  juga yang sekadar jalan-jalan bersama keluarga. Rasanya dia ingin kembali kecil, Almh. Ratna selalu mengajaknya kemanapun dia pergi dulu, bahkan walau sudah sampai jauh perjalannya namun jika Bara tertinggal pasti dia akan kembali lagi menjemputnya.

Dari pinggir jalan ada seorang cewe memakai baju tanpa lengan di padu dengan celana jeans di atas lutut sedang mendekat ke arahnya, itu Cahaya yang selalu mendekatinya. Entah apa yang dia pikirkan, hingga mau mendekati orang seperti Bara.

"Bara!" Sapa Cahaya melambaikan tangan samping mengembangkan senyumnya dari bawah.

"Tsuut, jangan keras-keras nanti om Rocky tau," tegur Bara melekatkan satu telunjuknya di depan mulutnya.

Bara memanjat pagar, dia turun dengan kain panjang lalu berdiri di samping Cahaya. Dia melipat tangan di depan dada memandangi Cahaya lekat.

"Ada apa?" Tanya Bara mengerutkan keningnya.

"Aku .... aku suka sama kamu," ucap Cahaya gugup sambil menunduk.

"Lalu?" Sahut Bara meraih alat penyiram bunga lalu menyirami bunga yang ada di teras depan.

"Aku minta, kamu mau menjadi kekasihku Bara. Aku mohon sama kamu," pinta Cahaya sambil bertekuk lutut di kaki Bara.

"Jangan bodoh kamu Cahaya! Bukannya sedari dulu kamu tau bagaimana kehidupanku? Mencari kebahagiaanku saja aku tak mampu apalagi membahagiakanmu," tegur Bara memberdirikan Cahaya dari lututnya.

"Ta-"

Belum sempat sempurna kata-kata Cahaya, balok kayu melayang dari arah belakang Bara mengenai punggung Bara yang masih terbalut perban. Cahaya menutup mulutnya yang ternganga, dia tidak mengira bahwa Bara di perlakukan sekejam itu, secepat kilat Cahaya menjauh sypaya tidak terkena imbasnya.

"Baraa! Kamu berani pacaran di rumah ini, ingat! Kamu ini cuma robot berjalan kami, jangan main-main ya kamu!" Teriak Pino datang dari dalam dengan satu teman lainnya.

"Arrrggh! Dia temanku, bu-- bukan pacarku," jawab Bara yang suday tersungkur sedari tadi lalu berbalik badan memegangi apa yang ada.

"Sama saja, sekarang masuk kamu! Biar di hukum sama bos," suruh Pino mendahului Bara masuk ke dalam rumah.

Di seret body guart satunya temannya pino dengan posisi terlentang, Bara menggigit bibirnya bagian bawah  menahan rasa begitu amat sakit. Perih, panas, kesemutan dan sakit di bagian-bagian tertentu membuat tubuhnya sesekali kejang.

Sampai di gudang, terdapat pasung, sarung tangan petinju, pecahan gelas, pecahan piring dan Rocky duduk di sudut depan pintu mengenakan kaus polos warna hitam dengan tatapan mengerikan.

Kaki Bara yang masih di perban di pasung kuat mengunci kedua kaki Bara hingga sulit bergerak, tangannya di borgol dan Rocky memakai sarung tangan petinju sambil megitari tubuh Bara yang terlentang.

"Bara! Kau mulai nakal anak manis," sapanya dengan nada tinggi, tatapannya sulit di alihkan.

"Bugh! .... Bugh!"

"Bughh!" Suara perut Bara di pukuli oleh kedua tangan Rocky, saking fokusnya ke perut Bara. Rocky hingga tak menghiraukan keadaan Bara, dia merasa sangat puas dengan apa yang dia lakukan.

Beberapa waktu berlalu, Rocky merasa ada yang kurang dalam aksinya. Kenapa dia tidak mendengar erangan Bara? Kenapa dia? Rocky mendongak ke arah Bara, seketika dia terlonjak mengetahui keadaan Bara yang tidak sadarkan diri. Dia panik dan memanggil kedua body guartnya untuk membawa Bara ke ruang pengobatan.

Sekujur tubuh bergetar, keringat dingin keluar mulai menjalar. Cahaya begitu takjub dengan apa yang baru saja dia lihat, sekasar itu penghuni rumah mewah bertembok putih pada Bara, dia pikir hanya di jadikan pembantu saja dan mendapatkan gaji dari sana tapi kenyataan terlampaui jauh dari pikirannya.

"Bara, jika saja aku bisa menolongmu pasti akan aku jadikan kamu suamiku," gumam Cahaya tersungkur di tanah sambil meluncurkan air mata.

"Aku bodoh, Aku bodoh Bara! Aku gak bisa melindungi kamu, gak bisa bahagiain kamu. Aku cuma tau kehidupanmu dari sampulnya saja. Aku bodoh!" Monolog Cahaya menjambaki rambutnya.

Tak memakan waktu lama, Bara membukakan mata pelan-pelan melihat sekitar, dia mulai tau bahwa dia sedang berada di ruang pengobatan. Beranjak duduk pelan-pelan memegangi perutnya yang sudah membengkak , Panas dan Sakit yang dia rasakan saat ini.

"Arrghh!" Erang Bara memaksakan tubuhnya untuk duduk.

Pino dan temannya yang berjaga di luar kamar mendengar itu langsung menghampiri Bara, dia memberikan obat dan makanan supaya keadaan Bara cepat pulih. Belum penuh semenit beristirahat, dia sudah di suruh mengantarkan Ayessa cek up ke dokter sebab segala sesuatu yang ada di rumah itu. Bara yang mengerjakan.

Tertatih-tatih bertumpukan gagang sapu yang rusak dan ia sambung untuk menjadi tongkat, entah kenapa tubuh Bara begitu ringkih. Berjalan bila tidak menggunakan tongkat mungkin dia tak mampu, menggunakan tongkat pun kakinya masih di seret.

Mengemudikan mobil menuju rumah sakit mengantarkan Ayessa hendak cek up keadaanya ke dokter, Bara enggan melepas pandangannya dari kaca spion ya ada di depannya. Ia memandangi wajah Ayessa secara seksama karena hanya dengan itu dia bisa kembali melihat wajah sejuk nan ramah milik Almh. Ratna.

Awalnya Ayessa biasa saja dengan tatapan Bara namun semakin lama dia risih, Bara terlalu lekat memandangnya dan sampai tidak fokur menyetir mobil. Dia yang kebetulan memegang payung, dia  memukulkan payung itu di pundak Bara membuat Bar terlonjak kaget.

"Mengapa kamu memandangku seperti itu!" Tegur Ayessa mendengus sebal sambil membuang napas.

"Eh, a--anu gak papa kok tante," gelagap Bara sekenanya.

"Jangan bilang kamu mandangin saya seperti itu sebab dengan cara itu kamu kembali  memandang wajah Almh. Ratna, aku tidak suka!" Bentak Ayessa membuang muka memandangi jendela mobil.

"Kenapa? Bukankah Almh. Ratna itu kakakmu, kenapa kau tak suka bila aku menyamakanmu dengan dia?" Sahut Bara merasa aneh dengan bentakan Ayessa.

"Karena aku bukan dia! Aku takut jika kamu seperti itu maka kamu akan bergelantung padaku untuk menyelamatkanmu dari suamiku, aku tidak mau jadi penghianat Bara," timpal Ayessa masih dengan nada tinggi.

"Apa kamu tidak lebih takut jika kakakmu di atas sana kecewa melihatmu memperlakukan anak kesayangannya dengan tidak baik," umpat Bara yang tak pernah takut dengan Ayessa.

Terdiam seribu bahasa, Ayessa tidak tau harus menjawab apa lagi. Dia sering di marahi oleh Almh. Ratna hanya karena hal-hal kecil dahulu, namun kini dia malah melakukan kesalahan besar hingga fatal. Dia tidak bisa lagi membayangkan bagaimana marahnya Almh. Ratna jika dia masih hidup.

                   Bersambung

Bara [END] OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang