32. Never Let It Go!

2.2K 150 49
                                    

Author POV



Tap!



Tap!




Tap!

Diantara dua besi yang dimodifikasi menjadi alat bantu jalan, seorang wanita berambut raven dengan nafas terengah-engah mendongak menegak air liurnya. Tekadnya untuk berdiri tanpa bantuan membuatnya nekat keluar dari kursi yang empuk. Ia ingin berjalan bersama dengan keluarga, teman-temannya, sahabatnya, dan tentu saja suaminya. Baginya, bahkan kaki patahpun ia pasti bisa menanggung bobot dirinya sendiri.

"Aku pasti bisa, tinggal sedikit lagi. Sedikit saja, kumohon... Bergeraklah" Gumam Sarada yang berusaha menggerakkan kakinya yang hanya sampai dua kali batasnya melangkah kecil.

Hatinya menjerit, kedua tangannya semakin mengeratkan genggamannya pada besi dikiri kanan tubuhnya. 'Shannarō!!!' Jeritnya sembari mencoba melangkah kembali.

Kakinya kembali bergerak, rasa senang menyelimuti hatinya. Dengan perlahan-lahan ia mencoba melangkah lagi, walaupun harus menyeret-nyeret kakinya. Namun tak lama dari itu, tubuhnya langsung limbung jatuh ke lantai. Rasa sakit akibat kejutan itu, tak mempengaruhi tekad Sarada untuk bangkit.

"Tak peduli, bahkan jika harus berlari pun aku akan tetap berdiri. Luka kecil seperti ini, tidak akan menghalangiku menjadi Hokage!" Teriak Sarada dalam sekali sentakan berhasil menegakkan kembali tubuhnya.

"Yosh!" Semangatnya pada dirinya sendiri menyeret kakinya melebihi batas tubuhnya, kali ini tidak ada yang namanya batas apapun. Yang membuat kita mempunyai batas sebenarnya hanyalah pikiran kita sendiri yang membatasi diri kita.

Disamping itu, tanpa sepengetahuan Sarada– Boruto mendengar semuanya, bahkan ia sempat melihat tubuh gadis itu tak berdaya yang harus melawan takdir. Namun pria berambut kuning itu, lebih memilih bersembunyi dibalik tembok. Kepalanya menunduk, pandangannya beralih ke arah kedua kakinya. Memorinya berputar kembali pada kejadian yang membuat kondisi istrinya seperti sekarang.


"Cih!" Boruto menggertak, menahan air mata yang hampir keluar. Entah kenapa, hatinya merasa bersalah. Siapa yang harus disalahkan sekarang? Dirinya, orang lain, atau Sarada sendiri?


Tak ingin kalut dengan masa lalu, Boruto memberanikan diri keluar dari tembok persembunyian. Langkahnya membawa mendekati ke arah istrinya– perlukah Boruto mengakui jika sahabatnya itu sekarang berada dalam klan yang sama? Uzumaki Sarada...

"Jika kau keras kepala dan terus memaksakan dirimu, tubuhmu bisa lumpuh total lho..." Peringat Boruto yang mencoba memperingati wanita yang mencoba berdiri didepannya sekarang, walaupun masih dengan bantuan alat.

"Huh... Bagaimana? Aku hebat bukan?" Tanya Sarada menyombongkan diri walaupun dengan tampilan kacau, rambut yang urakan ditambah peluh yang membanjiri wajahnya.

"Mattaku! Kemarikan tanganmu!" Ujar Boruto ketus sembari mengulurkan tangannya ke depan. Hanya saja karena terlalu malu mengakui kekhawatirannya, pandangannya dialihkan ke sudut ruangan yang lain.

Tindakan Boruto membuat Sarada tertegun, wanita itu bergeming sedangkan hatinya berdegup kencang. Tanpa sadar, kedua pipinya memerah. Ia kembali menatap Boruto yang memalingkan wajahnya tersebut, kemudian ia menyambut tangan itu dengan susah payah sembari memasang senyum yang manis.






Tap!


"Jangan dilepaskan, ya!" Peringat Sarada bermakna lain bagi Boruto. Beberapa detik mereka saling memandang satu sama lain, dan pada akhirnya Boruto membalas dengan senyuman pula.

Sarada's Destiny [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang