"mau pergi ke lapangan bersama?"
"tidak. aku disini saja, masih banyak buku yang belum kutempeli nama"
"kalau begitu, aku disini saja"
"aku dengar sekolah kita lebih unggul, pasti pertandingannya seru"
"apa bagusnya menonton pertandingan tanpamu. Jangan menyuruhku untuk pergi karna aku akan tetap berada di sini di kursi ini" dia menepuk kursi yang dia duduku saat ini.
"hah..."
"aku ingin disini saja, menemanimu"
"kau ini"
"aku menyukaimu" Entah yang keberapa kali si 'dave alician bruce' itu mengungkapkan perasaannya kepada senna. Dan entah yang keberapa kali pula senna menolaknya. Setiap dave mengungkapkan perasaannya, senna bungkam. Dave seakan terbiasa dengan penolakan - penolakan senna selama ini. Meskipun senna telah menolaknya berkali - kali, dave masih tetap setia dengan perasaannya kepada sena, hingga tahun ketiga mereka di sma. Penolakan - penolakan halus senna selama ini bagaikan semangat bagi dave untuk menyatakan perasaannya lebih lebih dan lebih kepada senna. Benar - benar tidak tau malu. Yahh, rasa cintanya membutakan apapun. Bahan ia telah kebal malu.
Dave dan senna sudah bersahabat sejak tiga tahun lalu, bersama dengan johanes, evlyn dan roan juga. Mereka bertemu saat di bangku kelas 1 senior high school. Beruntung perasaan dave kepada senna tidak merusak persahabatan mereka. yahh, meskipun kadang evlyn terlihat jelous kepada senna. Tapi tetap kisah cinta diantara mereka ini tidak mungkin merusak persahaban yang sudah dijalin sejak kelas 1. Senna juga tetap bersikap baik kepada dave meskipun ia tau dave menyimpan perasaan padanya. Siapa saja boleh jatuh cinta pada siapapun kan. Terkadang senna merasa kasihan kepada dave, melihat cintanya yang selalu ia ditolak. Bukannya senna tidak ingin berpacaran juga, hanya saja tidak mungkin seorang gadis yang sudah memiliki suami berpacaran dengan pria lain.
Di tempat lain si kapten basket tak henti - hentinya mencetak skor. Si bola orange seakan - akan mengerti apa isi hatinya. Tak sekalipun bola itu gagal ia masukkan ke dalam ring.
"Semanggaaat kak arsennn"
"Cetak skor lagi kakk"
"Yuhuuuuuuu"
"Huaaaaa kerennya kak arsenn"
Sedangkan di sisi kanan kiri lapangan para siswi mulai meneriaki namanya. Tak sedikit dari mereka yang membawa poster untuk menyemangati pemain favoritnya. Entah saat pertandingan ataupun dikelas namanya selalu dipuji oleh para gadis. Sekarang saja banyak dari mereka yang mengatakan cinta padanya. Tapi bukan arsen namanya kalo care sama omongan orang lain. Kini dia hanya fokus pada sang bola orange kebanggaan dan musuh - musuhnya.
Bagaimana dengan perasaan senna? Melihat para gadis - gadis yang sejak dulu mencoba mengoda sang suami. Biasa saja mungkin, kan mereka tidak saling mencintai. Tapi rasa iri mungkin ada. Sedikit.
- skip time -
Arsen masih terpaku dengan kemenangan yang berhasil di raih tim nya saat ini. Ia berdiri tak bergeming di depan papan skor. Matanya sama sekali tak beralih dari papan skor. Padahal pemain lainnya sudah beristirahat sejak tadi.
"Keren bro" ucapan orang tersebut berhasil membuat arsen menoleh.
"Maka-" ucapanya terpotong mengetahui siapa yang di depannya saat ini.
"Luke" dan siapa sangka yang dilihatnya saat ini adalah sahabat smp nya yang pergi sejak beberapa tahun lalu ke negara lain.
"Padahal aku duduk di bangku terdepan, tapi kau sama sekali tak melihatku, senyum manisku padamu juga kau hiraukan. Dan sekarang fans mu tambah banyak"
"Ini benar - benar kau?" Arsenn mendekati. Matanya berbinar melihat sahabat laki - lakinya itu.
"Bukan, ini aku angelina jolie" luke terkekeh melihat tingkah sahabatnya itu.
"Lukas arrow smith?"
"Yes, sir this is me"
"Sudah berapa tahun kita tak bertemu?" Senna mendekap luke, mereka saling berpelukan.
"Daya ingatmu memang lemah kawan, padahal nilai Matematikamu selalu lebih unggul dariku. sudah lepas, aku tidak ingin mereka menggap kita gay" luke mencoba untuk melepas pelukan hangat sahabatnya itu. Melihat banyaknya siswi gadis yang memperhatikan mereka.
"Kau sekarang terlihat lebih keren dariku" luke terlihat memperhatikan wajah sahabatnya itu.
"Kau saja yang terlalu jelek" mereka mulai berjalan meninggalkan lapangan.
"Dasar hitam"
"Tidak ada oleh - oleh untukku eh"
"Ohh common man kita sudah berpisah selama ini. Aku pasti akan membawakan sesuatu untukmu. Sudah lama juga aku tidak memberimu sesuatu. Tentu saja ada" luke merogoh tas ranselnya, dan menggeluarkan sebuah kotak berbentuk persegi yang dibungkus kertas berwana vanila.
"Ini" luke menyerahkan kotak tersebut pada arsen.
"Apa ini?" Ucapnya sambil mengocok kotak tersebut. Entah mungkin dengan mengocoknya ia akan tau apa isinnya.
"Buka saja"
"Deodoran" arsen menyergit tak jelas dengan barang bawaan sahabatnya itu.
"Iya"
"Tapi, kenapa?"
"Karna sejak lahir ketekmu selalu bau. Jadi aku fikir selama aku sekolah disini aku tidak akan mencium bau ketekmu lagi" luke memang sangat suka membuat lelucon. Dan satu lagi, ia sangat pandai menggarang cerita, demi membuat orang lain ketawa.
"Tunggu. Kau mau sekolah disini?" Arsenn menarik tangan luke. Ia sama sekali tidak marah atas penghinaan sahabatnya tadi. Sejak dulu arsen sudah kebal dengan lelucon luke yang selalu menghina dirinya.
"Kenapa? Tidak boleh ya. Yasudah tidak apa. Tuan smith masih bisa mencari sekolah lain" ucapnya sambil menyibakkan sesuatu di dahinya, Bak wanita dengan yang sedang menyibakkan poninya. Ia berjalan, melepas pegangan tanggan arsen dilengannya. Seakan tak memperdulikan sahabatnya itu.
"Hey. berhenti membuatku bagaikan menjadi kekasih yang berkata kasar pada gadisnya"
Di tempat lain
"Senn sudah lah, berhenti pacaran dengan buku - buku perpus itu"
"Diam dave, kau menggangu konsentrasiku"
"Aku hanya ingin bilang kalau-"
"Pintunya tidak terkunci dave" senna memotong perkataan dave. Sedari tadi ia terus berkutat dengan buku - buku perpus, yang baru datang dan siap untuk ia namai.
"Kau menggusirku"
"Dari pada kau menggangu"
"Okay. Just shut up mrs. I know i know"
KAMU SEDANG MEMBACA
Inside Your Hug (On Going)
AléatoireHubungan yang berawal dari keterpaksaan. "Tak ada kata bahagia, karna kami adalah korban kedua keluarga kami yang egois" - Senna Alexandra Madilyn "Perjanjian 'sialan' yang mengharuskan kami menjalin suatu hubungan sakral" - Arsenna Oliver Kendrick ...