Dia kehilangan segalanya.
Teman, sahabat, dan perempuan yang baru ia tahu bahwa sangat amat ia cintai ketika dia mulai pergi.
Dia berati, dan dia tahu itu, tapi tidak dengan sang perempuan. Sayang dia terlambat.
Hingga kini perempuan itu meninggalkannya, perbuatannya itu membuat ia terlihat menjijikan dimata sang mantan istri.
Perempuan itu pergi yang entah kemana, ia tak tahu.
Dia mencintainya, tapi egonya menolak akan hal itu. Dia memilih jalan yang menurutnya benar, menyendiri, hidup dalam kegelapan yang ia buat sendiri. Meskipun ia harus mengalami rasa kesepian untuk waktu yang cukup lama. Ia tak perrduli.
Rasanya kembali sakit mengingat perempuan itu. Jika ia bisa memilih untuk mengalami gegar otak dan lupa ingatan, ingin ia merasakannya saat ini.
Malah kini ditambah sahabat yang dianggap seperti saudara sendiri, telah ia khinati selama dua tahun belakangan. Lukas yang biasa ia panggil luke, orang yang telah pergi ke luar negeri yang entah dimana. Laki-laki itu bahkan pergi tampa mengucap sepatah katapun, dan malah meninggalkan tonjokan yang membuat rahang membengkak selama berhari-hari.
Perbuatannya sangat amat sulit dimaafkan.
Bahkan kehilangan separuh akan kesadaran jiwapun tak mampu menghapus pedih dihati.
Begitulah isi pikiran laki-laki yang duduk sendirian dikursi pasien ruangan itu.
"Keadaannya telah membaik nyonya." kata psikiater wanita itu, sembari menoleh pada laki-laki yang tengah duduk didalam ruang kerjanya.
"Saya rasa begitu dokter Venna. Dirumah dia juga sudah mulai menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Bahkan dia mulai belajar untuk persiapan masuk universitasnya."
Katt mengikuti arah pandangan wanita didepannya, melihat sang putra yang kini sibuk mempernatikan tumpukan-tumpukan kertas diatas meja psikiater pribadinya.
"Ini sudah satu tahun. Saya harap dia segera pulih." ujar Katt sembari berharap tulus.
"Bagaimana kabar perempuan itu nyonya?"
Katt menatapnya, mengerti dengan maksud 'perempuan' yang dituju dokter Venna itu.
"Setelah delapan bulan lalu ia menelfon, kini kami telah lost contact dok. Nomor ibunya juga sudah tak bisa dihubungi." Katt mendesah pelan mengingat kepergian menantunya setahun lalu. "Semoga dia bahagia. Tidak seperti putra kami itu."
Dokter Venna menatap sendu wajah Katt, mengenal segala bentuk kesedihan yang dialami keluarga itu, baik Arsenna, katt, dan perempuan yang Arsenna sebut korban.
"Kalau begitu saya pamit, untuk mengurus administrasi. Saya akan kembali nanti dok." pamit Katt seraya melangkah meninggalkan wanita itu.
"Iya nyonya."
Arsen menoleh pada pintu yang berbunyi itu.
Sudut bibirnya sedikit terangkat, mengcopy tindakan wanita yang ada disana.
"Akhirilah." kata wanita itu.
"-"
"Sudah cukup setahun penebusan dosa yang kau kata berat itu."
"-"
"Kau jangan buat dirimu menderita. Segalanya telah berakhir."
"-" Arsenna masih membisu.
"Hiduplah dengan normal, dan temui dia jika kau benar-benar cinta dan bersungguh ingin meminta maaf."
Mata pria itu tergerak untuk memandang sang lawan bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inside Your Hug (On Going)
RandomHubungan yang berawal dari keterpaksaan. "Tak ada kata bahagia, karna kami adalah korban kedua keluarga kami yang egois" - Senna Alexandra Madilyn "Perjanjian 'sialan' yang mengharuskan kami menjalin suatu hubungan sakral" - Arsenna Oliver Kendrick ...