"Kapan sih Bapak akan nikah sama Mbak Eliza??" Tanyaku padanya saat aku membantu merapikan tempat tidurnya. Dan hal ini termasuk salah satu jobdesk baruku sebagai asisten pribadinya.
"Emangnya kenapa??" Tanyanya dingin
"Ya... Biar aku bisa siap-siap."
Juna mengernyitkan keningnya"Siap-siap buat apa??"tanyanya bingung
"Buat keluar dari rumah Bapak, pindah ke rumah yang baru. Kan gak enak juga harus numpang di rumah Bapak terus terusan. Sementara ada Mbak Eliza disini." Jawabku sambil mengambil baju kotornya yang terjatuh dilantai.
"Kalau mau keluar... Keluar aja besok. Ngapain nunggu sampai aku nikah sama Eliza. Tapi Dengan satu catatan, Jangan ajak Abiem. Biar Abiem disini. Biar aku sama mama yang ngurus dia." Katanya dengan ketus.
Mataku reflek menatap benci ke arah nya. Ingin sekali kutampar dengan keras pipi laki laki didepanku itu. Tapi melihat kondisinya sekarang ini, aku jadi gak tega.
Pria angkuh itu kini hanya bisa mengandalkan kursi roda untuk melakukan aktivitasnya.
Haruskah aku terus mengutuknya dengan keadaannya yang sedemikian menyedihkan.
Alih alih menghujatnya aku memilih untuk selalu berdo'a demi kesembuhannya. Agar dia bisa kembali berjalan seperti sediakala.
Dan agar aku bisa lekas lekas bebas. Menjauh dari kehidupannya. SEGERA..!!!
______
POV JUNA
Pertunanganku dengan Eliza lagi-lagi gagal. Seharusnya kini aku bahagia bisa melingkarkan cincin di jari manisnya. Namun kenyataannya aku malah terbaring lemah di rumah sakit. Beberapa tulang kakiku patah dan ada yang retak. Untuk sementara aku harus bedrest dulu.
Kepanikanku akan kepergian Shinta dan Abiem membuatku hilang akal. Kupinjam motor gedhe milik Ronal untuk menyusul mereka di terminal bis. Hingga akhirnya kecelakaan itu terjadi. Dan membuatku harus terbaring di rumah sakit.
Selama berbulan-bulan aku menjalani terapi. Mamalah yang selalu setia menemaniku karena Eliza selalu sibuk dengan pekerjaannya. Dan usahaku tak mengecewakan. Setelah hampir 4 bulan. Aku dinyatakan sembuh dan diperbolehkan untuk berlatih berjalan menggunakan tongkat. Selama masa terapiku aku terus berhubungan dengan Eliza via telpon.
Dan kini saat kakiku sudah bisa normal kembali. Aku ingin memberi kejutan padanya. Dengan diam-diam, aku datang ke apartemennya dengan masih memakai kursi rodaku.
Namun sayangnya, justru akulah yang terkejut. Eliza tengah bercinta dengan pria lain di belakangku. Alasan kelumpuhanku menjadi alasan utama ketidaksetiaannya. Dan yang lebih mengecewakan lagi dia tidak terima dengan kekolotanku yang tidak mau berhubungan badan dengannya selama kami pacaran.
Tentu saja. Aku .....Arjuna Dharmawangsa adalah orang yang sangat menjunjung tinggi martabat seorang wanita. Aku tak pernah bercinta dengan wanita yang belum dihalalkan untukku.
Dan kini giliran Shintalah yang harus menerima ujian dariku. Dapatkah ia menerimaku jika aku dalam kondisi lumpuh. Tidak ada yang tahu tentang berita kesembuhan kakiku kecuali mama. Dan ini akan kugunakan untuk menguji kesetiaan Shinta.
Kini aku telah berada di Semarang. Semalaman aku tak bisa tidur memikirkan pertemuanku dengannya besok.
Bagaimana keadaannya dan Abiem sekarang?? Bagaimana reaksinya melihatku dalam keadaan lumpuh setelah sekian lama tak bertemu. Kami loss contact begitu dia pindah tugas. Nomernya telah ganti dan tak bisa dihubungi.
Namun sungguh yang terjadi sangatlah mengecewakan. Rencanaku yang hanya beberapa hari tinggal di Semarang harus ku atur ulang. Tiga hari dia mangkir kerja dengan alasan yang ketahuan bohongnya. Belum lagi kabar kedekatannya dengan Rendy membuatku frustasi.
Aku pingin tahu sampai kapan dia akan menghindariku. Aku tunggu sampai dia benar-benar muncul dihadapanku dan dia harus dapat hukuman yang layak dari Arjuna Dharmawangsa.
Ini adalah hari pertama dia masuk kerja setelah mangkir selama 3 hari Dia tidak berubah, malah dia terlihat makin mempesona dimataku. Dan dia tampak sangat menarik saat sedang kesal.
Dia adalah satu-satunya orang yang berani mendebatku. Satu-satunya orang yang berani menatap mataku secara langsung dan dia juga satu-satunya orang yang lancang mencuri hatiku tanpa izin dariku lebih dulu.
Dia wanita yang tegar dan tidak cengeng. Berulangkali aku bentak-bentak dia dihadapan banyak orang, berulangkali kali pula aku mempermalukan dia dihadapan teman-temannya, namun aku tak pernah melihatnya menangis.
Namun kini ketegarannya runtuh, sekarang dihadapanku, airmatanya jatuh berderai saat melihat kondisiku yang lumpuh dan terduduk dikursi roda. Dibekapnya mulutnya dengan kedua tangannya berusaha untuk tidak menjerit kaget dan air mata terus mengalir dari mata indahnya.
"Maafkan aku, Shin....!!!!Tolong maafkan. Aku cuma ingin menguji seberapa besar perasaan cintamu padaku." Kataku dalam hati.
_____
Lagi-lagi pagi ini Shinta membantu memapahku berpindah dari ranjang ke kursi roda, karena memang tidak ada orang dirumah selain dia.
Mama, Abiem dan mbak Dyan sedang ikut mama nginep diluar kota selama beberapa hari. Bi Onah pamit pulang ke desa karena saudaranya menikah. Jadi, Shinta tak punya pilihan lain.
Andai saja dia tahu kalau kini tubuhku terasa panas dingin dan jantungku berdetak kencang saat kami berdekatan. Pasti aku akan malu sekali. Aku yakin kini mukaku pasti sudah memerah. Untungnya dia tak menyadarinya. Kalau ketahuan, jatuh deh harga diriku dihadapannya.
Hal yang aku sukai adalah saat dia terlihat kepayahan memapahku. Wajah kami bisa saling berdekatan. Aku bisa puas sekali melihat wajah cantiknya yang kalem dari jarak yang dekat.
Namun meskipun ia terlihat kepayahan. Tak ada sebuah kata keluhanpun keluar dari bibirnya.
Hari ini dia duduk ditepi ranjang dan membuatku duduk berhadapan dengannya. Diangkatnya perlahan kedua kakiku ke pangkuannya. Disentuhnya kakiku dari lutut sampai telapak kaki sambil membacakan ayat-ayat suci Alquran. Terus terang aku merinding mendengarnya. Namun kucoba menahannya sekuat tenaga. Suaranya sangat merdu, mampu membuatku tenang.
"Buat apa??" Tanyaku padanya begitu dia usai dengan bacaan ayat-ayat sucinya.
"Biar Bapak segera diberi kesembuhan oleh Allah Subhanallahu Wata'ala." Katanya tulus sambil tersenyum.
"Aamiin...." Jawabku mengamini do'a tulusnya.
Hatiku trenyuh, ada rasa bersalah telah membohonginya terbit dari hatiku yang paling dalam.
'Maafkan aku, Shin!! Maafkan aku.!!!Rendy benar, Kau benar-benar wanita yang sangat berharga dan layak dicintai.' Kataku dalam hati. Tak terasa air mataku menetes dipipi.
Shinta salah menyangka kalau air mataku karena keputus asaanku dengan keadaan kakiku.
"Jangan bersedih, Pak Juna. Saya yakin Bapak akan sembuh kok." Katanya optimis mencoba menegarkan aku.
Namun aku sungguh tak bisa menyembunyikan kesedihanku. Kesedihan akan kebodohanku menyia-nyiakan wanita berhati malaikat sepertimu, Shin....!!Malaikatkuuuuuu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSKU MANTAN SUAMIKU
RomanceKukira takdir kami telah terputus sejak 5 tahun lalu. Saat dia menceraikan aku dan mengusir aku dari rumahnya. Namun aku salah.... Kami dipertemukan kembali dengan takdir yang baru, sebagai atasan dan bawahan. Sifat arogan dan kasarnya padaku semak...