Kini aku terdampar di taman kota. Kupandangi lagi sepucuk surat yang telah siap kuberikan pada Juna. Kubulatkan tekat dengan penuh, inilah saatnya aku harus benar-benar pergi menjauh darinya.
Lagi-lagi ponselku kembali berdering. Kulihat ke layar. Panggilan dari Juna. Ini adalah panggilannya yang ke 79 kali, yang kuacuhkan dalam 2 jam terakhir ini. Gak cuma panggilannya yang aku acuhkan. Pesan-pesannya juga tak ku respon sama sekali. Sudah dapat aku tebak bagaimana murkanya dia.
Aku masih belum siap berbicara dengannya. Kurasa kejengkelannya kian memuncak terbukti dari semakin intensnya ponselku yang berdering terus tiada henti. Dengan terpaksa kuangkat ponselku.
"Haloooo.. Assalamualaikum." Sapaku lembut
Namun bukannya menjawab dia malah berteriak dari seberang.
"DASAR BODOH!!! BUANG AJA PONSELMU KE LAUT, KALAU EMANG GAK DA GUNA."
Auto aku langsung menjauhkan ponselku dari telinga begitu dia berteriak. Dia kembali menyuruhku menemuinya masih ditempat yang sama si kafe tadi. Aku mengajukan beberapa alasan agar aku tak usah pergi ke kafe itu, tapi dia terus memaksaku untuk datang menemuinya sebelum balik ke rumah.
Dengan langkah tegap akupun menuruti perintahnya. Kembali masuk ke kafe yang 2 jam yang lalu aku tinggal kabur. Aku tak ingin dia tahu kalau saat ini aku lagi terpuruk dalam kesedihan gara-gara dia.
Dengan senyum kupaksakan aku menyapanya begitu kami bertatap muka.
Tapi yang kudapatkan malah omelannya.
"Darimana aja kamu?? Aku menunggumu hampir empat jam disini. Bukannya terakhir kamu nelpon udah nyampe Jakarta 2 jam yang lalu." Omelnya begitu aku duduk dihadapannya.
"Maaf ..." Kataku singkat, karena aku memang lagi males bertengkar dengannya. Tubuhku yang terasa benar-benar berat dan Pikirankupun yang sudah capek, membuat aku belum siap untuk berdebat dengan si arogan.
Dia memandang wajahku lekat... Lekat sekali, hingga membuat aku risih.
"Ada apa...Pak??" Tanyaku padanya karena gak enak terus2 an dipandang olehnya
"Tiga bulan lagi aku akan menikah." Katanya memberitahuku setelah lama terdiam.
"Oohhh... syukurlah, Pak. Alhamdulillah." Jawabku masih dengan senyum. Senyum palsu pastinya. Karena Sebenarnya aku pingin nangis.
"Akhirnya kalian jadi menikah juga. Aku ikut bahagia." Lanjutku lagi masih dengan senyum palsu menghiasi wajahku .
Juna tampak kaget dengan reaksiku.
"Bukankah lebih cepat kalian menikah akan lebih baik." Kataku lagi dengan suara tenang sambil menyruput minuman di depanku.
Juna benar-benar menatapku tak percaya.
"Mulai saat ini sebaiknya kau tak usah datang lagi ke rumah!!!" Katanya lagi. Kini akulah yang sangat terkejut dibuatnya. Sampai terbatuk batuk tersedak minuman sendiri. Tak bisa kupercaya. Kini dia mengusirku dari rumahnya pula.
"Aku tak mau tercipta kesalahpahaman lagi antara aku dan Eliza yang akan mempengaruhi rencana pernikahan kami." Jawabnya
"Baiklah. Aku mengerti..." Jawabku tanpa membantah
Juna kian tak percaya
"Tapi Abiem akan ikut bersamaku kan, Pak??" Tanyaku
Dia tampak melotot tak terima
"Tidak!!! Dia tetap akan ikut bersamaku. Namun aku tak kan melarang jika kau ingin bertemu dengannya." Katanya.
Sebenarnya aku ingin protes, namun dengan kondisiku yang saat ini aku gak mungkin membawa Abiem ikut bersamaku. Ikut Juna adalah hal yang paling baik buat Abiem.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSKU MANTAN SUAMIKU
RomanceKukira takdir kami telah terputus sejak 5 tahun lalu. Saat dia menceraikan aku dan mengusir aku dari rumahnya. Namun aku salah.... Kami dipertemukan kembali dengan takdir yang baru, sebagai atasan dan bawahan. Sifat arogan dan kasarnya padaku semak...