Hatiku sangat hancur. Berita bahagia pernikahan Juna telah meluluhlantakkan hatiku.
Tapi aku harus kuat!!! Demi Abiem...Cepat atau lambat bukankah dia tetap akan menikah dengan Eliza. Bukankah aku juga sudah menyiapkan hatiku untuk itu. Namun tetap saja batinku terguncang ketika mendengarnya.
Kupandang deburan ombak yang menghantam karang. Semilir angin sore itu menerbangkan ujung jilbabku. Namun tak mampu mengurangi luka hatiku yang kini kembali menganga lebar.
Tak jauh dari tempatku duduk, tampaklah Sekelompok pemusik jalanan yang sedang menyanyikan lagu-lagu melankolis untuk menghibur para pengunjung pantai yang kebanyakan datang berpasangan.
Lagu demi lagu mereka nyanyikan dengan sangat merdu. Membuat kami terhanyut dalam suasana syahdu. Akupun menikmati lirik demi lirik lagu yang mereka bawakan, yang kebetulan aku juga hafal liriknya. Tak terasa bibir inipun ikut bernyanyi mengikuti irama lagu.
Setelah jeda sebentar, mereka kembali membawakan sebuah lagu yang familiar ditelingaku.
Lagu dari
Dadali band-Disaat aku pergiBiarlah aku pergi
Jangan lagi kau tangisi
Semoga Pilihanmu
Yang terbaik untukmuMemang berat bagiku
Berpisah denganmu
Tapi harus ku relakan
Cinta tak bisa di paksakanMungkin kau bukan cinta sejatiku
Mungkin kau bukan belahan jiwaku
Yang diturunkan Tuhan tuk menjadi
Pendamping hidupkuTak terasa bibir ini ikut bernyanyi sambil kedua tanganku melambai lambai ke udara. Lagu ini bagaikan cerminan isi hatiku.
Lagi dan lagi.... Pantai jadi saksi bisu kembali tumpahnya air mataku karena ulah sang Arjuna.
___________________
Kemarin adalah hari terakhir aku di Surabaya. Sungguh aku sangat berterimakasih pada semua staff yang ada disini yang telah membantuku menyelesaikan semua tugasku. Hingga saat hari "H" launching produknya, semua berjalan lancar.
Meski aku hanya orang asing disini namun aku tak pernah merasa dianggap bagai orang asing. Mereka menganggapku bagai keluarga. Walau hanya 3 minggu kebersamaan kami, namun perpisahan yang kami lakukan cukup haru.
Tak terasa waktu 3 minggu terasa sangat cepat. Hari ini aku sedang berkemas bersiap kembali pulang ke Jakarta. Tugasku di Surabaya telah usai. Kupandang dengan senyum lebar, kamar yang sudah selama 3 minggu ini aku tinggali. Kamar yang menyaksikan aku banjir air mata, disaat minggu-minggu terakhir aku disini. Hanya gara-gara patah hati pada seorang pria. Patah hati untuk yang kesekian kali pada pria yang sama.
Aku sudah sangat merindukan putraku. Kendati kami masih terus bervideo call tiap hari, namun beda rasanya jika dengan menyentuhnya secara langsung. Menciumi pipi chubbynya dan mencium bau wangi segar tubuhnya. Adalah moment yang paling kurindukan.
Tiba-tiba ponselku berdering. Orang yang kurindukan sekaligus yang telah menghancurkan hatiku berulang kali, akhirnya meneleponku juga.
Tanpa menanyakan kabarku, dia menanyakan bagaimana proses launching produknya??? Lancar atau tidak?? Dia juga memintaku untuk segera menemuinya begitu aku tiba di Jakarta sore nanti. Di tempat dan waktu yang telah ia tentukan.
Sebenarnya aku enggan menemuinya. Aku belum siap. Namun aku benar-benar tak punya alasan yang kuat untuk menolaknya.
Aku sudah dapat menebak apa yang hendak ia sampaikan nanti. Kini aku hanya bisa menguatkan hatiku. Agar aku tak nampak lemah dihadapannya. Agar dia tak bisa tertawa melihat hatiku yang telah hancur lebur oleh ulahnya.
Kupandang sekali lagi sepucuk surat yang siap ku sampaikan padanya saat kami bertemu nanti .
Surat pengunduran diriku.Setelah perjalanan yang cukup melelahkan akupun menuju tempat yang dimaksud oleh Juna. Disebuah Kafe yang lagi hits dikalangan anak muda saat ini.
Dengan langkah gontai sambil tangan kananku menyeret koper bajuku, aku memasuki kafe itu. Kafe yang pengunjungnya didominasi oleh kaum muda itu tampak ramai. Dan tak jarang mereka datang berpasang pasangan. Alunan musik slow dari pengeras suara semakin membuat suasana kafe kian romantis, maklum ini adalah malam minggu.
Kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan kafe untuk mencari sosok Juna.
Namun sungguh diluar dugaan. Hatiku kembali terluka, sangat terluka. Melihat Juna dan Eliza sedang berpelukan mesra disalah satu meja di sudut kafe .
Tanpa pikir panjang lagi. Aku langsung balik kanan. Kutinggalkan kafe itu dengan langkah tergesa. Kugenggam dengan erat surat yang sudah kubawa untuk kuserahkan pada Juna.
Kuputuskan untuk mengurungkan niatku menemuinya. Tak sepatutnya aku mengganggu kebersamaan mereka dengan kedatanganku.
Pemandangan itu membuat hatiku semakin terluka. Pandanganku mulai kabur karena air mataku yang mulai turun.
Ku panggil taksi dari pinggir jalan di depan kafe. Dengan hati hancur kutinggalkan kafe itu, kutinggalkan mantanku dan calon istrinya yang saat ini sedang berbahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSKU MANTAN SUAMIKU
RomanceKukira takdir kami telah terputus sejak 5 tahun lalu. Saat dia menceraikan aku dan mengusir aku dari rumahnya. Namun aku salah.... Kami dipertemukan kembali dengan takdir yang baru, sebagai atasan dan bawahan. Sifat arogan dan kasarnya padaku semak...