0.2

503 71 15
                                    

Sebetulnya kalau boleh jujur, nggak ada lukisan yang mesti Aru selesaikan sehingga dia nggak bisa keluar untuk sekedar malam mingguan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebetulnya kalau boleh jujur, nggak ada lukisan yang mesti Aru selesaikan sehingga dia nggak bisa keluar untuk sekedar malam mingguan.

Aru lagi duduk di teras rumah bareng Jian dan Ibu untuk menikmati angin malam. Mas Jeno lagi keluar untuk beli es teler. Bang Rendra lagi di jalan pulang dari kampus, dan Ayah sedang pergi ke rumah Pak RT untuk rapat bulanan. Aru nggak tahu buat ngomongin apa, tapi mungkin soal rumah tetangga yang minggu lalu kemasukan maling.

"Ru, menurut kamu Mas Jeno sama Kak Yena tuh gimana?" Tiba-tiba saja, Jian bicara begitu. Ibu dan Aru menoleh.

"Gimana apanya?" Ibu balas bertanya.

"Nggak tahu, asal ngomong aja. Sekali-kali gosipin Mas Jeno kan nggak papa, Bu."

Ibu geleng-geleng, kemudian lanjut memotong kacang untuk membuat peyek. "Masih sama Yena, Mas-mu?"

"Masih. Tapi nggak kayak orang pacaran. Nggak pernah keliatan berdua mereka tuh,"

"Mungkin emang nggak suka ngumbar hubungan di depan publik, Ji."

"Kak, Aru." Ibu mengingatkan.

Aru meringis. "Eh iya, maksudnya Kak."

"Tapi omong-omong kamu sama Echan juga sama aja deh Ru."

Aru yang dibawa-bawa ke dalam obrolan gosip Jian langsung menoleh dengan tampang keberatan.

"Kok jadi aku?"

"Memang Aru sama Echan kenapa, Ji?" Ibu bertanya, agaknya juga penasaran.

"Kayak cuma Echan yang suka sama Aru, sedangkan Aru nggak."

"Sembarangan!"

"Mungkin karena aku sama-sama cowok, jadi aku ngerti tau!" Jian menyipitkan matanya, bermaksud untuk memojokkan Aru. "Jangan-jangan kamu terima dia karena nggak enak aja ya soalnya dia udah nungguin kamu dua tahun?"

Ibu menghela napas ketika tiba-tiba Aru melemparkan kacang hingga mengenai wajah Jian. Aru melotot, kelihatan sekali ingin menerjang kakaknya saat itu juga kalau nggak ingat ibu masih ada di sana.

Jian tertawa saja melihat wajah kesal Aru. Toh, cewek itu akhirnya nggak bisa membalas kata-katanya. Jian merasa kalau dugaannya pasti benar.

Motor scoopy putih berhenti di halaman rumah. Mereka semua menoleh, kemudian Aru jadi yang pertama berdiri untuk menyambut siapa yang datang.

From Home ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang