Sebetulnya pacaran dengan Echan cukup melelahkan.
Aru nggak tahu apa saja yang ada di dalam kepala cowok itu, namun yang jelas Aru paham kalau semua pikiran-pikiran random Echan yang menjadikan dia layak disukai banyak orang.
Sejak Echan semakin dekat dengannya, Aru tahu kalau Echan sudah memiliki banyak orang di hidupnya. Menghadirkan Aru mungkin hanya akan dijadikan tambahan. Namun seiring berjalannya waktu, Aru tahu seberarti apa dia untuk Echan.
"Chan, bagi satu ngapa lo borong semua itu roti!"
"Lah anjir Chan gue mau satu!"
"Si Echan kebiasaan ngeborong semua yang moka!"
Dengan wajah sengaknya Echan berjalan begitu saja melewati teman-temannya yang tadi sudah antre untuk membeli roti di kantin. Kalau boleh sombong, roti yang dibuat oleh Pak Tuan-- namanya memang Tuan, adalah makanan paling laku keras di sekolah mereka.
Jadi nggak heran kalau stand Pak Tuan selalu ramai dengan antrean yang begitu panjang. Namun berkat kelihaiannya dalam urusan nyempil-menyempil, Echan bisa membeli sebanyak yang ia mau.
"Chan, malu."
Aru menunduk kala Echan meletakkan semua roti yang ia bawa ke atas meja. Tidak heran kalau semua orang kesal dengan Aru. Dia punya banyak pawang untuk menyediakan semua yang dia inginkan-- sekalipun Aru nggak meminta itu.
"Ini moka semua, loh. Udah cepetan di makan mumpung masih anget kayak senyumanku."
"Tapi nggak sebanyak ini."
"Kan bisa di bawa pulang buat nyemil di rumah. Apalagi kamu tuh suka lupa waktu kalo udah ngelukis. Balas chat-ku aja nggak sempat...."
Bukan hal baru kalau Echan memberikan perhatian dengan sedikit bumbu-bumbu sindiran.
"Maaf."
Echan cuma tersenyum, kemudian memberikan satu roti hangat isi moka kesukaan Aru kepada cewek itu. Echan nggak pernah meminta banyak, karena bisa bersama Aru sudah lebih dari cukup untuknya.
"Ru."
"Hm?"
"Aku sayang kamu."
Aru terdiam buat sesaat, dan dari matanya dia tahu Echan menantikan jawaban yang sudah sepatutnya ia katakan. Namun siapa sangka, Aru malah kembali mengangguk dan mengulang jawaban yang sama.
"Aku tau."
Binar di mata Echan memudar. Dia mengerjapkan matanya untuk menetralisir perasaan kacau yang tiba-tiba hinggap, kemudian bersyukur kala melihat Jian sedang berjalan ke arah meja mereka.
"Buset, gue penasaran siapa yang suka buat heboh pelanggan Pak Tuan, dan ternyata pelakunya ada di sini."
Jian geleng-geleng, sedangkan Echan terbahak keras.
"Lo segitu cintanya sama adek gue ya Chan." Jian mengambil satu roti, kemudian menarik kursi dan duduk bersama pasangan itu.
"Ya jelas lah. Nggak liat apa lo di jidat gue ada namanya Aru?"
Jian ikut tertawa. "Setres."
"Lo tuh cari cewek sana Ji. Kerjaan nempel mulu sama Lele kemana-mana."
"Gue kayaknya mau nikah sama Lele aja deh."
"Heh!" Aru terbatuk.
"Kenapa sama Lele coba?"
"Banyak duitnya."
Echan tertawa lagi. "Sial."
"Tapi serius emang nggak ada cewek yang bener dikit apa ya di sekolah kita?"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Home ☑️
Fanfiction"Memangnya rumah cuma buat mereka yang punya keluarga?" Suatu kali Jian tiba-tiba bertanya begitu saat mereka sedang makan es krim di bawah pohon mangga. Tujuh orang yang duduk berjejer di sebelahnya menoleh, lalu kompak menggeleng. "Justru dari rum...