0.6

330 55 17
                                    

Setelah bertemu Kak Hera, Aru tidak langsung pulang karena dia kepingin makan seblak dulu. Echan langsung mengiyakan tanpa pikir dua kali karena setelah bertemu kak Hera tadi, dia sudah peka kalau mood Aru jadi agak terganggu.

"Kamu mau aku beliin es krim?" Tanya Echan hati-hati. Aru menggeleng, kemudian dengan tenang membersihkan permukaan meja di depan Echan yang sedikit basah menggunakan tisu.

"Aku nggak boleh nanya kan kamu tadi ngomongin apa sama Kak Hera?"

"Boleh, tapi nggak akan aku kasih tau."

"Sama aja."

"Orang pertama yang harus tau abang-abangku."

Echan akhirnya mengangguk. Sepertinya masalah yang lumayan serius. Dia memandangi Aru lamat-lamat, sebuah perilaku yang tanpa sadar sudah menjadi kebiasaan untuknya.

Kalau berdua begini, Echan kadang berpikir kenapa tiga tahun selalu menempeli Aru, dia masih nggak berani untuk memeluk cewek itu.

"Kenapa?" Aru balik menatapnya, membuat Echan mampir terjatuh dari kursi karena salah tingkah.

"Nggak, nggak papa. Kamu nggak kepengen makan yang lain lagi?"

"Nggak usah, aku pengen makan seblak aja."

"Ru, kamu tau nggak?"

"Apa?"

"Masa Bunda mau nuker aku sama kangkung satu iket di pasar."

Aru tersenyum, hampir tertawa. "Kok bisa?"

"Gara-gara aku main game terus sama nonton youtube. Lagian bunda juga udah dibilang bikin adek lagi siapatau dapet yang cewek, malah nggak mau. Kesel sendiri, 'kan, dia kalo pengen buat kue nggak ada temennya."

"Kan kamu bisa temenin bunda."

"Udah, Ru! Malah dimarahin!" Echan nampak emosi. "Dia minta tambahin gula, aku bantu, minta tepung, aku bantu. Aku tuh nggak ngerti ya sama betina."

"Kamu disuruh pake takaran, tapi malah langsung tuang." Jawab Aru santai. Tiga tahun bukan waktu yang sebentar, dan Aru sudah hapal bagaimana bikin emosinya seorang Erdalan.

Echan langsung termenung, tiba-tiba jadi overthinking karena perkataan Aru. Kepingin menyalahkan diri sendiri, tapi sudah gengsi buat mengakui.

"Lagian emangnya kamu nggak bakal terganggu kalo punya adek di umur segini?"

Echan menggeleng. "Malah asik kali, ya? Kamu sama bang Rendra aja beda jauh umurnya."

"Beda, Chan. Kalo aku kan bukan adek kandung."

"Astaghfirullah." Echan langsung melotot. "Kamu udah dilarang loh ya sama abang-abangmu buat nggak ngomong begitu!"

"Mereka nggak bakal tau selama kamu diam."

"Tapi—"

"Itu... Haikal bukan?" Aru melirik beberapa laki-laki yang berada di pintu masuk. Sebetulnya sejak tadi mereka melihat ke mejanya terus.

Echan mengikuti arah pandang Aru, kemudian memutar badannya saat yakin kalau itu memang temannya. Beberapa laki-laki itu tertawa saat Echan akhirnya menyadari keberadaan mereka, lalu menghampiri mejanya.

"Oy, ngapain lo pada?" Sapa Echan sambil high five ala laki-laki.

"Habis dari tongkrongan, terus ceweknya Titan bm seblak. Yaudah nemenin kemari." Haikal melirik Aru. "Oi, Ru, apa kabar ni?"

"Baik kok." Aru balas dengan senyuman ramah.

"Masih inget kagak ni anak sama nama kita?" Ucap Titan bercanda. Aru tertawa renyah, kemudian mengangguk.

From Home ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang