21 • ALLOW

421 88 20
                                    

.

.

.

         Tepat pukul delapan pagi, Jimin dan Raisya sudah siap untuk pergi ke rumah persemayaman. Jimin sudah mengenakan setelan hitam yang dibawakan beberapa orang suruhannya.

            Raisya tidak tahu apakah itu diambil dari apartemen Jimin atau pria itu yang meminta agar di belikan setelan hitam.

            Tapi, Raisya juga sudah mengenakan setelan hitamnya. Keluar dari apartemen dengan menggenggam tangan Jimin erat untuk pergi ke basemen.

          Dari apartemen Raisya ke rumah persemayaman, dibutuhkan waktu setidaknya 40 menit karena lokasinya cukup jauh.

         Di mobil, Jimin terus diam. Fokus pada jalanan meski Raisya tahu jika pria itu sedang tidak baik-baik saja.

         "Sajang-nim? Makan rotinya dulu ya, setidaknya dirimu harus mengisi perutmu dulu," ucap Raisya yang kini membuka kotak makan berisi beberapa potong sandwich di dalamnya.

         "Kau saja yang makan, aku sedang diet."

         Raisya mengambil satu roti dengan tangannya yang sudah bersih dan menyodorkannya di depan mulut si pria. Jimin melirik sandwich yang ada di hadapannya sebelum melahapnya sedikit.

          Ia tidak bisa menolak.

         Raisya juga makan dari bekas gigitan sandwich Jimin. Raisya tidak ingin pria itu sakit. Sudah cukup. Rasanya Jimin jadi sedikit kurus, dan Raisya berniat agar Jimin mengembalikan tubuhnya lagi.

          "Kenapa makan bekas gigitan ku? Kenapa tidak ambil yang baru?" Tanya Jimin.

          "Kenapa? Tidak suka kucium secara tidak langsung?"

          Jimin diam. Jantungnya malah bertalu. Sejak kapan Raisya bisa berbicara seberani ini? Tapi Jimin menyukainya.

          "Suka sih, tapi kenapa tidak menciumku secara langsung saja? Setidaknya kau bisa menenangkan aku," ucap Jimin mencari kesempatan dalam kesempitan.

            "Tidak. Sajang-nim mungkin tenang, tapi aku tidak. Nanti jantungku lepas karena terlalu lama menciummu bagaimana? Lagipula kau harus segera sampai, ini sudah hampir waktunya."

            Jimin terkekeh sesaat. Lucu sekali. Meski sebenarnya tidak selucu itu, tapi hati Jimin benar-benar tergelitik.

          "Tapi janji, setelah pulang kau harus menciumku."

          "Tidak mau. Sajang-nim harus menikahi ku dulu, nanti kalau kau kebablasan bagaimana? Aku tidak mau."

          "Kau mau menikah sekadang? Ayo. Aku mau. Pulang ini kita pergi ke kantor pencatatan sipil."

.

.

.

            Keduanya tiba di rumah persemayaman. Baik Jimin atau Raisya belum keluar dari mobilnya karena menunggu aba-aba dari Taehyung dan Hoseok.

           Raut wajah Jimin kembali sedih. Pria itu menatap rumah persemayaman dengan hati yang berkecamuk. Ia ke sini lagi setelah sekitar kurang lebih 6 tahun tidak kemari.

           Kepingan memori itu kembali menggerogoti relungnya. Rasa bersalahnya, kembali menyerang dirinya hingga Jimin rasa ia ingin menangis. Terlebih pihak yang tersakiti ada di sampingnya. Ikut menatap rumah persemayaman itu dengan napas teratur, tapi siapapun tak bisa menjamin jika si gadis baik-baik saja.

EQUANIMITY S2 ✴ PJM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang