18

9.5K 722 9
                                    

Tangan kecil itu bergerak lemah disamping tubuhnya sendiri yang diselimuti selimut biru khas rumah sakit, tidak lupa dengan infus di atas telapak tangannya membuktikan bahwa butuh waktu agak lama agar tangan itu bergerak. Mata khas asia itu terbuka secara perlahan beradaptasi dengan cahaya lampu ruang inap itu, memamerkan dua buah bola mata jernih yang terlihat begitu lugu.

Suara kebisingan yang terdengar samar membuat kesadarannya menjadi lebih terkumpul. Wajahnya menyengrit bingung tatkala melihat gambaran wajah agak buram didepannya yang ia rasa sedang tersenyum. Mulutnya mengeluarkan ringisan karena tak nyaman akan sesuatu yang menancap pada telapak tangannya.

"Dingin" ucapnya lirih tatkala merasakan sebuah benda yang ia rasa terbuat dari besi menyentuh sekitaran dada.

Mata itu akhirnya bisa terbuka sempurna walaupun dengan sedikit kantuk yang tersisa. Ditatapnya seorang wanita yang duduk disamping brangkar tempat tidurnya yang sedang memandang nya dengan wajah berseri. Ia seketika bingung ketika menyadari ia tak mengenal wanita itu didepannya.

"Kamu sudah sadar??" Ucapnya bersemangat.

"Keadaannya sudah lebih baik" ucap seseorang dengan sebuah jubah putih. Otak polosnya langsung membayangkan seorang dokter yang ia lihat di TV.

"Kapan dia bisa pulang??" Tanya wanita yang tak ia kenali itu.

"Besok sudah bisa pulang, tapi masih haru tetap meminum obat untuk beberapa hari kedepan" ucap dokter itu sebelum pergi dari sana yang hanya dibalas ucapan terimakasih dan tak lebih.

"Kalau kamu ngantuk, kamu bisa tidur dulu, nanti kalau udah jam makan tante bangunin" ucap wanita itu sembari mengelus kepalanya lembut. Membuat anak itu terlena akhirnya kembali terlelap dialam tidur.



------------------------

"Jadi sudah mendapatkan keterangan??" Tanya Johnny sembari bersender didinding rumah sakit menghadap ke beberapa polisi yang salah satunya adalah temannya.

"Dari penyelidikan yang aku lakukan, dia sepertinya dibuang oleh keluarganya, ibunya juga sudah meninggal 6 bulan lalu sedangkan ayahnya sudah menikah lagi" ucap Richard teman Johnnya yang sebenarnya lebih tua beberapa tahun, namun Richard mengatakan terasa lebih nyaman jika menjadi teman.

Johnny menggertakan giginya geram, semenyebalkan apapun Mark ketika dia memonopoli Chitta, dia tak pernah berpikir untuk membuang anak kesayangannya itu. Setelah ini Mark harus berterimakasih padanya ucap Johnny dalam hati.

"Apa perlu kita nyamperin keluarga nya??" Tanya Richard.

"Gak perlu, anak sepolos dia gak boleh sampai ketemu keluarga busuk seperti mereka" ucap Johnny sambil menatap kedalam ruang inap yang didalamnya terdapat Chitta yang sedang menyuapi anak kecil itu dengan penuh perhatian.

-------------------------

Chitta tersenyum ketika anak kecil didepannya ini menerima suapannya yang terakhir, dibersihkan nya bibir anak itu dengan lembut meskipun anak itu agak sedikit ragu dan menghindar. Mungkin dia merasa waspada. Apalagi dengan lebam ditubuhnya membuat Chitta mengerti mengapa anak itu begitu waspada kepada orang lain.

Chitta tersenyum lembut sambil mengelus rambut anak itu berharap bisa sedikit memberi rasa aman untuk anak didepannya itu. "Nama kamu siapa??" Tanya nya lembut.

"He-hendery" cicitnya agak takut.

"Wahh namanya bagus yah, Hendery..."

"Nama tante Chitta" ucap Chitta mengulurkan tangannya meng kode untuk bersalaman. Dengan ragu Hendery meraih jabatan itu dan dibalas senyuman cerah oleh Chitta. Cukup untuk membuat Hendery merasa lebih nyaman dan tak terancam. Mereka pun akhirnya mengobrol dengan asik dan santai.

Agak sulit sebenarnya untuk membuat Hendery nyaman bicara santai dengannya. Namun dengan segala keahliannya dan mengurus anak kecil membuat semuanya menjadi lebih mudah.

Johnny datang masuk kedalam ruang inap diikuti beberapa polisi dibelakang nya. Dan entah kenapa Hendery secara tiba-tiba menjadi gemetar dan menunduk. Chitta yang merasa heran pun mendekat, menyentuh pundak anak kecil didepannya itu dan bertanya kenapa. Namun yang ia dapat hanya sebuah pelukan pada perutnya, dia semakin mengerutkan dahi ketika menyadari tubuh Hendery bergetar cukup hebat dalam dekapannya.

Chitta mencoba melepaskan pelukan nya. Namun Hendery seakan tak mengizinkan dan mengeratkan pelukannya pada Chitta. "Kenapa sayang??" Tanya Chitta akhirnya mengalah dan mengelus kepala anak kecil itu.

"Ada om jahat" ucapnya bergetar.

Chitta menyengrit kan dahi "mana??" Ucapnya lalu menoleh kebelakang dan spontan berkata "dia??" Tanya nya sambil menunjuk Johnny dibelakangnya, Hendery hanya menatap sebentar lalu mengangguk.

Johnny melotot kaget, hey dia itu tak menyeramkan, walau terkadang galak saat rapat, tapi dia gak jahat kok.

"Dia gak jahat sayang, dia itu pacar tante, namanya om Johnny" ucap Chitta berusaha memberi pengertian pada anak itu.

"Jangan bicara sama dia tante, nanti tante dipukul sama kayak aku dipukul sama om om berotot kayak malem itu" ucapnya seakan memperingati Chitta.

Dahinya menjadi lebih mengkerut sekarang. Ada rasa curiga dan khawatir disaat bersamaan pada anak itu. Apa mentalnya agak bermasalah??.

Chitta menatap kearah Johnny "bisa panggilkan dokter??" Yang hanya di balas sebuah anggukan singkat. Johnny sempat menatap anak itu sekilas sebelum pergi keluar untuk memanggil dokter.

Dokter datang dengan seseorang lain disampingnya. "Selamat pagi, wahh kamu sudah lebih baik yah" ucap dokter tersebut sambil mengelus kepala Hendery di pelukan Chitta. "Oh ya ini adalah teman saya, dokter Herman seorang psikolog anak, Suami anda sempat cerita bahwa anak ini mengalami sedikit ketakutan, jadi saya meminta teman saya untuk datang juga" ucap dokter yang sejak beberapa hari lalu merawat Hendery.

"Bisa berikan kami sedikit space untuk bicara berdua??" Pinta dokter Herman yang langsung disanggupi orang disana. Chitta ingin keluar juga, namun Hendery seakan tak mengizinkan dan memeluk Chitta lebih erat. Chitta menatap dokter meminta izin lewat mata apa dia bisa tinggal disini dan menemani Hendery, yang hanya dibalas anggukan dengan senyum tulus oleh sang dokter.

---------------------------

"John!!" Panggil seseorang dari lorong memecahkan lamunan Johnny tentang anak yang ia temukan dengan Chitta beberapa hari lalu. Dia berdiri ketika melihat sang mama yang berjalan agak cepat dengam Mark digendongannya.

"Gimana keadaan anak itu??" Tanya mama agak khawatir.

Johnny mengambil Mark dari gendongan sang mama ketika melihat anaknya bersusah payah berusaha menjangkaunya "sudah membaik, tapi beberapa lebam masih ada disana dan juga sepertinya anak itu memiliki trauma" ucap Johnny sedih. Sang mama hanya menghela nafas lega.

Cklek

Obrolan mereka terputus ketika melihat dokter tadi keluar dari sana, tanpa Chitta. Sepertinya wanita itu memilih menemani Hendery saat ini.

"Bagaimana??" Tanya Johnny

Dokter itu menghela nafas "dia mengalami sedikit trauma akan orang berbadan kekar. Dia bilang katanya dia di pukuli oleh orang berbadan besar dan mengambil sesuatu dari tas nya. Beruntung orang-orang itu hanya mengambil uang nya saja, bukan surat-surat penting seperti identitas anak ini" ucap sang dokter membuat Johnny jadi geram.

"Yeah, orang bodoh seperti mereka tentu hanya akan mengincar uang" ucap Richard.

"Aku ingin mengadopsi nya" ucap Johnny mantap. Dia menatap sang mama seakan meminta izin. Yang hanya dibalas tawa ringan oleh sang mama "itu terserah kamu" ucapnya.

Johnny mengangguk "bisa tolong aku urus surat adopsinya??" Tanya Johnny pada Richard.

"Aku percayakan anak itu pada mu" ucapnya sebelum melenggang pergi dari sana. Well Richard adalah polisi yang cukup sibuk.

Dia masuk kedalam ruang inap itu. Chitta yang melihatnya hanya tersenyum, sedangkan anak itu melihat dengan ragu

"Ayo pulang" ucap Johnny terakhir kali.




---------------------------------

Tbc

Note: kasian Hendery kena tekanan batin gara-gara bapaknya garang:(

BABYSITTER [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang