Prolog

2.3K 303 3
                                    

BLAR!!


"Berhenti menghindar, Ratuku."

"Dalam mimpimu!"

Benturan cahaya terlihat terang di berbagai tempat dengan kecepatan yang bisa di bilang sangat cepat. Didalamnya, terjebak dua orang yang sama sekali berbeda. Satu seorang gadis berambut coklat, sementara yang lain adalah seorang pemuda berambut pirang.

"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya si gadis di antara pertarungan mereka.

"Bukankah kamu sudah mengetahuinya? Yang kuinginkan adalah inti kekuatan di dalam dirimu, juga darahmu untuk pengorbanan," jawab si pemuda santai.

"Pengorbanan? Hmph, untuk memanggil naga kegelapan, kau benar-benar berniat menghancurkan dunia," ucap gadis itu tersenyum meremehkan.

"Yah, siapa yang tahu tujuan utamaku. Tapi intinya, semua yang ada dalam dirimu diperlukan untuk membangun sebuah dunia dan peradaban yang baru," balas si pemuda dengan nada tertawa.

"Sialan!"

Gadis itu mengutuk kesal. Setelah semua, ia tidak percaya kalau dirinya hanyalah sebuah pengorbanan yang diinginkan oleh semua orang. Berapa banyak darah yang tumpah hanya untuk menangkapnya? Berapa banyak dia harus berkorban untuk menyelamatkan banyak orang? Lalu hasilnya? Dia dikhianati oleh orang yang-karena membantu orang itu, dia mengorbankan semua yang ia miliki. Seberapa sakit rasanya?

"Menyerah saja, Ratuku. Dunia akan aman kalau kau bersikap manis dan patuh," ucap pemuda itu lagi.

"Heh, aku berubah pikiran," ucap gadis itu setelah diam beberapa saat.

"Hm? Kamu akhirnya menyerah?" tanya pemuda itu sedikit heran.

Gadis berambut coklat itu tersenyum. Ada gejolak kesedihan dan rasa sakit yang mendalam di matanya. Sadar tak sadar, pemuda itu merasa bersalah. Lawannya ini, dia hanya seorang gadis yang bahkan lebih muda darinya, namun gadis itu harus menghadapi banyak hal. Baginya, bertahan sejauh ini sudah merupakan pencapaian yang sangat luar biasa.

"Aku menolak patuh," ucap gadis itu.

Ia melompat ke belakang, menjauh sejauh yang ia bisa dari pemuda itu. Aliran kekuatan berkumpul menjadi satu di tangannya. Pemuda tadi juga melangkah mundur saat merasakan bahaya. Ia tidak menduga kalau gadis itu masih punya banyak kekuatan yang tersisa.

Tapi kemudian, ia menyadari skenario terburuk. Pemuda itu terbelalak dan merasakan hatinya jatuh. Pikirannya buntu dan membeku, sementara semua darah seakan terserap habis dari wajahnya. Bagaimana kalau ....

"Ketimbang menyerah pada kalian,"

"Lebih baik ... AKU MENGHANCURKAN DIRIKU SENDIRI!!"

"Tidak! TUNGGU--"


BLAR!


Pemuda tadi tercengang. Ia tidak sempat mengambil tindakan apapun. Ia bahkan tidak mampu menyelesaikan kata-katanya. Ia hanya bisa berdiri menyaksikan gadis berambut coklat yang sudah menjadi buronan sejak lama itu menghancurkan dirinya sendiri.

Aliran kekuatan yang dikumpulkan gadis itu sangat kuat, cukup untuk menghancurkan lawannya dan tempat ini dalam radius ratusan kilo meter. Namun gadis itu memilih untuk menyerah. Sebagai gantinya, ia menyerang dirinya sendiri bahkan mengambil semua efek samping serangan itu ke dirinya.

Butuh waktu hingga cahaya menyilaukan akhirnya memudar. Gadis berambut coklat yang awalnya melayang di udara mulai terhuyung dan jatuh dari ketinggian yang cukup bisa membuat tubuhnya hancur. Pemuda itu ingin membantu, namun dirinya tidak bisa bergerak sedikitpun setelah mengerahkan semua sisa kekuatannya untuk membuat perisai.

Gadis itu perlahan memejamkan matanya. Air mata yang sejak tadi ia tahan mulai menetes dari sudut matanya. Ia sudah mempersiapkan diri menerima rasa sakit. Namun sebaliknya, yang ia terima justru sebuah pelukan hangat. Entah bagaimana dan sejak kapan, tiba-tiba saja dirinya sudah terbaring di pelukan seseorang.

Gadis itu membuka matanya hanya untuk bertatapan dengan netra merah seseorang. Beragam emosi bisa ia lihat di mata orang itu. Memaksakan diri, gadis itu menarik bibirnya tersenyum tipis.

"Dasar bodoh," ucap orang itu lemah.

"Maaf...," balas gadis itu nyaris berbisik.

"Kamu ... kamu bisa menungguku datang, kenapa harus mengambil resiko?!" tanyanya marah.

"Aku tidak ingin ada yang terluka lagi," jawab gadis itu berbisik.

"Maaf, Kak Val," lanjutnya.

Orang itu, pemuda yang memegang gadis berambut coklat dalam pelukannya terhenyak. Ia memeriksa nadi gadis itu dan tidak bisa tidak merasa sakit. Detak jantungnya lemah, sangat lemah. Semua kekuatannya hancur. Mengucapkan kata-kata saja sudah sanggup memberinya rasa sakit yang tak tertahankan.

"Diam ya, aku akan menyembuhkanmu, pasti," ucap pemuda bernetra merah itu.

Tanpa ia sadari, tangannya gemetaran. Gadis di pelukannya hanya bisa tersenyum minta maaf dan mengangkat tangannya untuk menggenggam tangan pemuda yang gemetaran itu. Mengumpulkan sisa-sisa kekuatan terakhirnya, gadis itu akhirnya berhasil mengucapkan beberapa kata.

"Ti-dak perlu, Kak Val. A-aku, jangan buang wak-tu untuk ini."

"Tidak. Ini tidak membuang waktu. Auris, jangan bantah lagi!" ucap pemuda bernama Val itu.

Gadis itu, Auris, menggelengkan kepalanya dan memberikan senyum penuh permohonan. Ia menarik napas panjang lalu memejamkan matanya.

"Kak Val, aku senang bisa bertemu denganmu," ucapnya lirih.

"Kalau ada kesempatan lain, aku masih ingin bertemu lagi denganmu, dan menghabiskan waktu bersamamu."

"Tapi sepertinya, ini kesempatan terakhir."

Baik Val maupun pemuda pirang yang menjadi lawan Auris tercengang saat melihat tubuh gadis berambut coklat itu perlahan memudar. Tubuhnya mulai terpisah menjadi titik-titik cahaya. Val tertegun sebelum menarik Auris ke dalam pelukannya.

"Tidak, Auris. Kamu harus bisa bertahan sebentar, hanya sebentar," ucapnya memohon.

"Jangan katakan lagi, Kak. Aku tidak bisa lebih jauh dari ini," balas Auris. "Maafkan aku."

Tidak butuh waktu lama sebelum sosok gadis berambut coklat itu lenyap sepenuhnya menjadi butiran cahaya di tangan Val. Dia menghancurkan dirinya sendiri, sebuah keputusan terakhir yang ia buat tanpa banyak berpikir. Di detik terakhirnya, gadis itu tersenyum manis dan mengucapkan satu kalimat yang membuat Val membeku.


"Aku suka Kak Val."


"Tidak."

"AURIS!!"

.

.

.

.

.

Kalau ada kesempatan lagi, aku tidak akan mengulangi tindakan-tindakan bodohku itu.

.

.

.

.

.

"Kamu ingin tetap hidup?"

"Kenapa aku tidak mau tetap hidup?"

"Apa alasanmu ingin hidup?"

"Mungkin, untuk menebus semua kesalahanku."

"Untuk ukuran seorang anak kecil, keinginanmu cukup sulit sepertinya."

"Tidak. Itu harusnya tidak sesulit itu."

"Kalau ada kesempatan kedua, apa yang paling ingin kau ubah?"

"Semuanya. Semua hal."

"Baiklah. Nikmati waktumu, Nak."



***



Next =>

Another World : RebirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang