18. Auris Bad Mood

345 92 0
                                    

Setelah kesepakatan mereka tercapai begitu saja, Auris yang mengeluarkan lambang dari kotak mendapati tangannya bercahaya. Setelah cahaya meredup, sebuah gelang penyimpanan berwarna emas dengan hiasan permata mengelilingi pergelangan tangannya. Ia mengerjapkan mata, heran.

"I-itu rumah harta keluarga Trancey," ucap Albert sedikit tergagap karena terkejut.

"Apa?"

"Yang bisa mengaksesnya hanya pemilik lambang keluarga," ucap Albert lagi.

Helio tercengang. Sebagai keluarga utama, ia jelas tahu sepenting apa gudang harta itu. Sudah sejak lama rumah harta tidak bisa terbuka dan sekarang, rumah harta itu sudah melingkar cantik di tangan Auris.

"Apa yang harus kulakukan dengan ini?" tanya Auris dengan tatapan kosong.

"Anda hanya perlu membawanya saja, Tuan Muda," jawab Albert.

"Tidak bisakah aku memberikannya pada Helio dan memberinya akses masuk?" tanya Auris lagi.

"Tidak bisa. Hanya pemilik lambang yang bisa membukanya," jawab Albert lagi.

"Bukankah pemilik keputusan tertinggi adalah aku dan aku bisa mengubah peraturan?" tanya Auris.

"Ya," Albert mengangguk.

Detik berikutnya, Auris dengan kejam menyeret Helio dan memasang paksa gelang itu di tangannya. Ia mematahkan batasan rumah harta yang lama dengan mudah dan membuat aturan baru.

"Mulai sekarang, aku memberi Helio Trancey izin untuk mengakses rumah harta Trancey."

Auris berucap cepat dan Albert tidak sempat menghentikannya. Setelahnya, Auris tersenyum puas lalu melambai pada Albert dan Helio dengan tenang.

"Baiklah, aku akan kembali sekarang," ucap Auris lalu menghilang tanpa menunggu respon mereka.

*

Keesokan harinya....

Auris menguap malas. Ia terlihat lesu dengan lingkaran hitam samar menghiasi bagian bawah matanya. Melihat jam, ia sepertinya hanya tidur sekitar dua jam dan saat ini, ia masih mengantuk. Di sampingnya, Rael menatap penuh tanda tanya pada teman asramanya itu.

"Bukannya kamu tidur duluan semalam?" tanya Rael heran.

"Hah? Apa?" tanya Auris yang sama sekali tidak fokus.

"...." Rael terdiam.

"Ya sudah kalau tidak ada," ucap Auris acuh tak acuh.

"Apa-apaan," gumam Rael.

Saat ini, mereka berdua sedang duduk di kantin. Sederhananya, mereka baru selesai lari pagi. Jam sekarang menunjukkan pukul setengah delapan dan kantin tentu saja ramai mengingat sekolah diliburkan selama seminggu sebelum kompetisi dimulai.

"Berisik sekali...," gerutu Auris. Ia membenamkan kepalanya di lipatan tangannya, diam-diam duduk di tempatnya sambil memejamkan mata.

"Ah, itu mereka!" seru Rael saat melihat Louis dan Sean yang baru datang.

Louis dan Sean langsung duduk di depan Rael dan Auris. Keduanya mengerutkan kening heran saat melihat Auris yang tidak bersemangat. Karena penasaran, Louis menatap Rael berharap mendapat penjelasan. Sayang sekali realita tak seindah ekspetasi.

"Jangan tanya aku. Aku tidak tahu," ucap Rael santai.

"Lho? Fier, kamu mau ke mana?" tanya Louis saat melihat Auris berdiri dari duduknya.

"Ke kamar, tidur," jawab Auris singkat lalu pergi begitu saja.

"...."

Louis dan Rael saling bertukar tatap sementara Sean memandangi punggung Auris yang mulai menjauh. Ketiganya kemudian duduk sambil menghela napas pasrah.

Another World : RebirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang