Auris ragu. Jika semua data aslinya terekam, bukankah penyamarannya tidak berguna?
"Kartu kristal itu hanya bisa dilihat olehmu, tenang saja. Kita semua punya beberapa rahasia yang tentunya tidak ingin diketahui orang lain. Untuk identitasmu yang bisa dilihat orang lain ada di kartu lain," ucap kepala akademi yang sepertinya tahu pikiran sekilas Auris.
Auris menghapus setengah keraguan dalam hatinya. Ia mengambil kertas-kertas itu dan melihatnya sejenak. Semuanya sesuai dengan yang kepala akademi ucapkan. Keraguan Auris sebagian besar hilang. Ia tersenyum singkat dan mengembalikan berkas itu.
Selanjutnya, kepala akademi membawanya ke gudang senjata dan menyuruh Auris untuk melihat senjata di sana. Auris tidak keberatan karena ia juga kebetulan sedang butuh senjata. Alasannya serius. Pedang Glass Soul dan pedang Moonlight miliknya tidak bisa sembarangan ia pakai kalau tidak ingin identitasnya terbongkar.
Auris melihat-lihat senjata di ruangan itu sementara kepala akademi menunggu di dekat pintu. Setelah melihat untuk sementara waktu, pandangan Auris akhirnya jatuh pada pedang berwarna ungu. Kebetulan, pedang itu juga memiliki elemen petir.
Tanpa ragu, Auris mengambil pedang itu dan membuat kontrak. Secara otomatis, pedang di tangan Auris berubah. Hanya saja, kepala akademi tidak menyadarinya karena ia bukanlah orang yang selalu memeriksa senjata di gudang senjata itu. Tapi Auris tidak. Ia sadar sepenuhnya kalau pedang di tangannya itu berubah.
"Apa yang terjadi?" tanya Auris heran.
Auris menatap perubahan kecil pada pedang itu dan merasa kalau hal tersebut tidak berbahaya. Ia keluar dari gudang senjata bersama kepala akademi. Setelahnya, ia kembali ke kantor kepala akademi untuk mengurus hal terakhir, yaitu kamar asrama dan perlengkapan sekolahnya.
"Ini. Ini adalah kartu identitasmu yang bisa dilihat orang lain. Berikan saja ini pada pengurus asrama. Dia yang akan menentukan dimana kamar asramamu. Untuk pelengkapan sekolah, dia akan membawamu mengambilnya," ucap kepala akademi sambil menyerahkan sebuah kartu hitam dan selembar kertas.
"Baiklah," angguk Auris lalu mengambil kedua barang itu dari kepala akademi.
***
"Bagaimana?"
Begitu keluar, Auris langsung disambut oleh tiga pasang mata dengan tatapan super kepo, baik terlihat jelas maupun tidak. Ia memutar mata jengah secara internal lalu menyerahkan kartu hitam di tangannya. Seketika, ketiga orang itu langsung merapat melihat kartu itu.
"Gila, kartu hitam!" seru dua orang diantara mereka sementara yang satu lagi hanya memberikan tatapan kaget.
"Ada apa dengan kartu hitam?" tanya Auris penasaran.
"Kartu hitam itu langka! Kau tahu, ada lima kartu identitas di dunia. Kartu merah, biru, perak, emas, dan hitam. Kartu identitas ini didapatkan setelah menjalani beberapa tes. Warna kartu menunjukkan seberapa besar potensi kita. Kartu merah tentu dimiliki oleh orang dengan potensi rendah, dan kartu hitam sebaliknya."
Pemuda berambut blonde menjelaskan dengan penuh semangat sementara Auris mendengarkan dengan tenang. Tentu Auris tahu tentang hal ini. Ia bahkan tahu lebih banyak dari yang diketahui pemuda berambut blonde di depannya ini. Tapi, ia tetap mendengarkan dengan tenang untuk sekedar menghormati saja.
"Kartu identitas ini sangat-sangat berharga. Ini dibutuhkan di semua tempat! Umm, kamu mengerti maksudku, 'kan?" tanya pemuda itu.
"Mengerti," jawab Auris mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World : Rebirth
Fantasy[Hiatus] Setelah serangkaian pengejaran yang dialami Auris karena identitasnya sebagai 'Putri Mawar', Auris memilih untuk menghancurkan dirinya sendiri dan berakhir menghilang di pelukan pria yang selalu mendampinginya. Begitu membuka matanya, Auris...