"Ba-bagaimana Kakak bisa masuk ke kamarku?!" tanya Helen kaget. Semburat merah tipis mewarnai kedua pipinya. Untung saja ia sudah berpakaian saat keluar dari kamar mandi.
"Hanya masuk ke asrama, itu bukan hal yang sulit," jawab Leon dengan sedikit rasa bersalah. "Kemari," panggilnya kemudian.
Helen ber-oh ria dengan jawaban Leon lalu berjalan mendekati pemuda berambut maroon itu. Ia berdiri tanpa sepatah katapun di depan Leon, sementara Leon sendiri menatap gadis berambut pirang pucat di depannya itu. Sudah satu tahun berlalu sejak ia menemukan Helen di tengah hutan, gadis kecil yang dulu itu juga sudah berubah.
"Bagaimana kehidupan sekolahmu? Aman?" tanya Leon. Ia yang tadinya bersandar di lemari beranjak duduk di sofa.
"Aman," jawab Helen mengangguk dan mengikuti Leon untuk duduk di sofa.
Leon mengangguk dengan ekspresi puas. Yah, itulah gadis yang ia kenal. Sayang sekali ia belum melihat Auris. Tapi dengan Valent yang dengan gencar terus mencari putri dari keluarga Alison itu, Leon yakin ia akan segera bertemu Auris. Mungkin saat itu, Helennya bisa kembali seperti dulu, ceria dan hidup. Tidak seperti sekarang.
"Anu, Kak," panggil Helen ragu-ragu kemudian, membawa Leon yang tenggelam dalam pikirannya kembali sadar.
"Apa?" tanya Leon.
"Apa kalian sudah menemukan Auris?" tanyanya dengan kepala tertunduk.
Leon terdiam sejenak. Nah, benar, 'kan? Helennya masih kepikiran dengan keberadaan Auris sampai sekarang. Ia mungkin juga menyalahkan diri sendiri untuk kejadian saat itu. Setelah berpikir beberapa saat, Leon akhirnya memberi jawaban antara palsu dan kebenarannya.
"Aku tidak tahu pasti, tapi Valent mungkin sudah menemukan sahabatmu," jawab Leon. Emm, tidak salah kalau ia memberi sedikit harapan manis pada gadis ini, 'kan?
"Sungguh? Lalu, di mana Kak Valent itu sekarang?!" tanya Helen mendadak bersemangat.
"Sayang sekali, kalau itu aku tidak tahu. Kami belum bertemu cukup lama," jawab Leon.
Ada apa ini? Padahal ia tahu dengan jelas kalau Helen tidak menyukai Valent. Valent juga tidak menyukai yang lain selain bintang kecilnya itu. Tapi kenapa ia merasa kesal saat gadis tertentu dengan nama Helen ini menyebutkan nama Valent?? Ah, ini pasti pengaruh karena kurang beristirahat akhir-akhir ini!
"Ah, begitu," gumam Helen.
Leon terdiam. Sepertinya agak sulit untuk membuat Helen melupakan masalah sahabatnya itu walau sebentar. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
"Semangat sedikit, percayakan saja Auris pada Valent. Pa--maksudku, orang itu pasti akan menemukan sahabatmu," hibur Leon yang sampai nyaris keceplosan menyebutkan identitas asli sahabatnya.
Dalan hati, pemuda berambut maroon itu meringis. Kalau Valent sampai tahu ia hampir keceplosan tadi, bisa mati di tempat dia!
"Baiklah," angguk Helen berusaha mengusir pikirannya yang kacau.
"Nah, bukannya kamu mau pergi ke cafetaria?" ucap Leon mengalihkan topik pembicaraan.
"Iya," jawab Helen mengangguk, kemudian kembali menyadari sesuatu.
"Bagaimana Kak Leon tahu?" tanyanya dengan tatapan waspada. "Kamu memata-matai aku?" tanyanya lagi sebelum Leon sempat menjawab.
"Ti-tidak!" Leon gelagapan. Ups, keceplosan. Bisa marah Helen kalau sampai ketahuan ia memata-matai kehidupannya!
"Lalu?" tanya Helen yang mendesak minta jawaban.
"Begini, bukannya dulu kamu dan Auris sering ke Cafetaria setelah penilaian atau kompetisi? Kupikir masih sama, jadi aku hanya bertanya," jawab Leon cepat. Untung saja ia sempat memperhatikan rutinitas kedua gadis itu dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World : Rebirth
Fantasía[Hiatus] Setelah serangkaian pengejaran yang dialami Auris karena identitasnya sebagai 'Putri Mawar', Auris memilih untuk menghancurkan dirinya sendiri dan berakhir menghilang di pelukan pria yang selalu mendampinginya. Begitu membuka matanya, Auris...