Di arena latihan, Auris mengeluarkan pedangnya. Tubuhnya di kelilingi oleh kilatan petir samar saat beberapa proyeksi mulai menyerang ke arahnya. Auris sudah sering berlatih di sini sebelumnya dan ia sudah lama terbiasa dengan sistem latihan. Auris melompat, menghindar, menyerang, dan mengeluarkan kekuatannya seolah semuanya sudah ia perhitungkan.
"Kecepatannya meningkat," gumam Mr. Nell kagum.
Tidak butuh waktu lama bagi Auris untuk menghancurkan semuanya. Selama Auris fokus dengan proyeksi monster itu, arena latihan mulai dikelilingi orang tanpa disadari. Begitu Auris selesai, ia akhirnya sadar kalau arena latihan sudah dipenuhi oleh orang-orang.
Auris tidak punya kesempatan untuk beristirahat saat proyeksi baru muncul. Kali ini, itu hanya setangkai bunga yang setinggi Auris. Monster bunga itu tergolong dalam monster peringkat 4 level B. Jadi Mr. Nell tidak heran saat melihat monster itu muncul mengingat Auris sudah mengalahkan pernah beberapa yang serupa.
Sama seperti Mr. Nell, Auris tidak terlalu khawatir. Ia tidak mencurigai apapun sampai monster itu mulai menyerang. Aura mematikan di sekitar monster bunga itu terlepas dan menyebar ke sekitar. Dan saat Auris sadar, monster itu sudah mulai menyerangnya.
'Gerakannya cepat? Ini ... bukan proyeksi!!'
Warna di wajah Auris memudar. Ia membuat lapisan perisai es di depannya untuk menghalangi sulur tanaman yang menyerang ke arahnya. Sayangnya, perisai es itu pecah dengan mudah membuat Auris harus berguling menghindar ke samping. Auris melupakan fakta kalau pecahan es tersebar di sekitarnya membuat lengannya tergores dan berdarah. Di rangsang oleh darah Auris, monster bunga itu menyerang semakin ganas.
Di luar arena, Mr. Nell dan beberapa murid mulai merasakan sesuatu yang salah setelah melihat pertukaran Auris dengan monster itu. Begitu melihat muka Auris yang pucat, Mr. Nell dan beberapa murid senior mendapat pemikiran yang mengerikan di dalam benak mereka.
'Itu monster asli!!'
Auris terengah-engah saat berhasil berdiri sedikit jauh dari jangkauan sulur tanaman. Ia menyadari fakta kalau monster ini bukan proyeksi, tapi asli. Di tambah monster ini tidak berada di peringkat rendah. Auris tebak, setidaknya monster ini berada di peringkat 7, bukan peringkat 4.
"Tapi, kenapa serangannya terlalu agresif?" gumam Auris mengerut heran.
Auris membuat panah es di sekitarnya lalu menembakkan semuanya ke arah monster bunga itu. Sayangnya, monster itu menghalangi semua panah es dengan daun besarnya tanpa mengalami pembekuan atau kerusakan sama sekali. Begitu ia menyingkirkan daunnya, Auris berdiri membeku di tempat saat bunga itu terbelah dan menunjukkan deretan gigi tajam seperti gergaji.
"Oh tidak!" rutuknya kesal.
Menolak menyerah, Auris membuat bola petir di sekitarnya sebelum melemparnya pada monster itu. Sayangnya, seberapa banyak pun ia membuat bola petir dan panah es, monster itu tidak bisa terluka parah. Hanya ada goresan di tubuh monster itu membuat Auris mau tidak mau menjadi geram karenanya.
Auris tahu dia tidak bisa main-main. Dengan begitu, ia mengabaikan sekitarnya dan fokus menyerang monster itu. Menghadapi lawan yang agresif, Auris yang sedang menyamar dengan kekuatan yang di tekan tentu tidak bisa menghindari beberapa luka. Kedua tangannya, kakinya, dan pipi kirinya sudah tergores setelah beberapa kali bertukar serangan dengan monster itu.
Deg!
"A-apa yang terjadi?" tanya Auris tak percaya.
Auris membeku saat jantungnya tiba-tiba terasa sakit. Gerakannya otomatis melambat membuat sulur-sulur tanaman itu berhasil menorehkan beberapa goresan luka lagi pada Auris. Auris tidak bisa melawan lebih jauh dan memutuskan untuk menghindar. Ia hendak melompat ke samping, namun terkejut mendapati dirinya tidak bisa bergerak.
Dengan tatapan tak percaya, Auris melihat salah satu kakinya terjerat erat oleh sulur tanaman itu. Ia bisa merasakan kekuatannya terkuras dari tubuhnya dengan cepat. Begitu merasakan aura pembunuhan yang intens dari depannya, Auris tidak bisa menahan diri untuk tidak merinding. Ia membuat perisai es dengan cepat, namun perisai pecah sebelum terbentuk dengan sempurna.
'Oh tidak!'
Melihat sulur yang mendekat, Auris hanya untuk bisa menutup mata pasrah. Pedangnya sudah terlempar jauh dan kekuatannya terkuras, apalagi yang bisa ia lakukan dalam kondisi ini dengan kekuatannya yang tersegel? Jika kekuatannya tidak ia segel, menghabisi monster peringkat 7 tidak akan sesulit ini baginya.
***
Di luar arena latihan, Mr. Nell dan para murid senior berusaha untuk tidak panik sambil mencari guru yang bertugas mengawasi mekanisme latihan. Melihat Auris bisa melawan monster itu dengan seimbang, semua orang tidak bisa merasa tidak takjub, termasuk Mr. Nell.
Sadar dengan keadaan yang berbahaya, Mr. Nell segera mengalihkan perhatian dari Auris dan memberi perintah pada beberapa murid di sekitarnya.
"Dimana Ms. Soya? Panggil cepat!" seru Mr. Nell.
"Kesa, Dario, cepat pecahkan pelindung dan bantu Xafier!"
"Rista, panggil Mr. Kai, cepat!"
Dengan serangkaian perintah dari Mr. Nell, beberapa murid senior pergi memanggil guru sementara yang lain mencoba menembus penghalang dan menghentikan sistem. Begitu sistem berhasil dihentikan, monster itu tidak hilang tapi tetap berada di sana membuat banyak orang menghirup napas dingin.
"Gila! Itu monster asli!"
"Lihat kecepatannya! Itu bukan peringkat rendah."
"Xafier ini juga mengejutkan! Ia bisa seimbang melawan monster itu."
Rael, Louis, dan Sean yang baru kembali entah dari mana langsung ke arena latihan begitu mendengar keributan di sekitar mereka. Begitu masuk, mereka dikejutkan dengan Mr. Nell dan murid senior yang panik, sementara Auris melawan monster bunga agresif di tengah arena.
"Mr. Nell, apa yang terjadi?!" tanya Louis cemas. Ketiganya menerobos kerumunan dan berdiri di samping Mr. Nell untuk menatap Auris lebih jelas.
"Tidak tahu! Sepertinya ada yang menyabotase ruang latihan," jawab Mr. Nell dengan wajah dingin.
Rael dan Louis pucat sementara Sean mengerutkan kening heran. Ketiganya tanpa kata langsung bergabung dengan senior untuk membuka penghalang. Mr. Nell kembali fokus dengan tugasnya sampai teriakan beberapa orang menarik fokusnya kembali.
"Xafier, awas!!"
"Menghindar!!"
Mr. Nell hanya bisa melihat Auris yang mulai melambat dengan wajah pucat dan ekspresi syok dengan gugup. Begitu sulur tanaman siap menusuk Auris, ia melupakan aturan penting akademi dan memutuskan untuk menyerang.
Crack--
Prang!
Ruang latihan mendadak hening saat seorang pemuda berambut hitam melompat ke dalam pertarungan antara Auris dan monster itu. Tidak ada satupun dari mereka yang menyadari pergerakan pemuda itu, seolah ia datang dari angin begitu saja.
Pemuda itu tidak membuang waktu sedikitpun. Ia menarik Auris ke pelukannya dengan lembut dan membawa Auris melompat menghindari sulur tanaman itu. Sayangnya, sulur tanaman tetap berhasil mengoyak baju Auris dan menorehkan luka gores pada kulitnya.
"Gadis ceroboh."
Auris, yang sudah siap menerima rasa sakit dari serangan monster itu tertegun saat merasakan dirinya dipeluk seseorang dan melayang di udara. Begitu mendengar kata-kata orang di belakangnya, pikiran Auris mendadak kosong. Seingatnya, hanya ada satu orang yang akan menggunakan kata-kata ini padanya.
"Kamu...."
Cresh--
Auris tidak sempat menyelesaikan kalimatnya. Ia menoleh mendapati monster tadi hancur berkeping-keping entah bagaimana sementara ia sudah mendarat di tanah dalam rangkulan orang itu dengan aman.
"Akhirnya aku menemukanmu," bisik orang itu membuat Auris tenang.
Hanya sesaat, Auris berhasil menarik napas lega sebelum kepalanya terasa berat dan pendangannya menggelap. Hal terakhir yang bisa diingatnya hanya ia yang jatuh ke dalam pelukan hangat seseorang dan teriakan orang di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World : Rebirth
Fantasy[Hiatus] Setelah serangkaian pengejaran yang dialami Auris karena identitasnya sebagai 'Putri Mawar', Auris memilih untuk menghancurkan dirinya sendiri dan berakhir menghilang di pelukan pria yang selalu mendampinginya. Begitu membuka matanya, Auris...