Bosan menatap tenda, Auris mengalihkan perhatiannya ke atas. Cukup menyenangkan karena langit malam saat itu cerah. Ada bulan sabit yang ditemani bintang-bintang membuat Auris tanpa sadar tersenyum.
Ditemani oleh suara hewan malam, gemerisik pepohonan yang tertiup angin, aura hangat api unggun, dan hembusan angin dingin malam hari, Auris mulai merasa mengantuk lagi. Ia heran, karena sebenarnya, sejak hari ia bangun di alam dimensi, Auris mudah merasa lelah dan mengantuk entah karena apa.
Akhirnya Auris merasakan kantuknya memudar begitu mendengar suara dari dalam tenda. Ia sudah mengalihkan fokusnya dari langit malam sejak menyadari gerakan kecil di dalam tenda.
Setelah mengamati beberapa detik, Auris bangun dan melangkah memasuki tenda. Begitu masuk, tatapannya tertuju pada seorang pria muda yang sudah bangun dan melihat sekelilingnya dengan tatapan aneh.
"Di mana ini?" tanyanya dengan suara parau.
Auris tidak segera menjawab. Ia menuangkan air hangat dari teko dan memberikannya pada pria muda itu. Mungkin karena merasa haus atau apa, pria muda itu menerima dan langsung meminum habis air di dalamnya. Melihat sikapnya, sudut bibir Auris berkedut ringan.
'Apa kamu tidak bisa memiliki rasa waspada sedikitpun, paman??' batinnya bertanya-tanya.
Sungguh, tidakkah pria muda itu takut kalau-kalau Auris menaruh racun atau hal-hal aneh lainnya ke dalam teko air?
Baru setelah menghabiskan air itu, pria muda tadi terlihat lebih baik dan sadar dari sebelumnya. Ia meletakkan gelas di sampingnya sebelum memberi hormat dan berterima kasih pada Auris, yang mana membuat Auris cemberut begitu saja saat mendengar kata-katanya.
"Terima kasih sudah menolong kami, Senior," ucapnya tulus.
"..."
"??"
"Aku baru masuk tiga belas dua bulan yang lalu, Tuan. Tolong jangan berlebihan," ucap Auris datar.
"Ah, maafkan saya, Tuan Muda," ucap pria itu mengoreksi.
"Lupakan saja," jawab Auris memalingkan wajahnya dengan acuh tak acuh.
"Bagaimana lukamu?" tanyanya kemudian.
"Kupikir sudah baik-baik saja," jawab pria muda itu sedikit meringis.
Suasana hening beberapa saat setelah pria muda tadi menjawab. Karena merasa sedikit canggung, Auris angkat bicara.
"Tentang orang-orangmu, setengah dari mereka tidak bisa diselamatkan. Maaf."
Auris akhirnya tetap memberitahu pria muda itu tentang orang-orangnya. Dalam hati, Auris meringis melihat wajah pucat dan ekspresi terkejut pria muda di depannya. Yah, setelah Auris hitung-hitung lagi, dari empat puluhan orang yang ada, hanya tujuh yang masih bisa diselamatkan, termasuk pria muda ini.
Ini terlalu tragis, eh?
"Kupikir tidak ada dari kami yang akan tetap hidup setelah ini," ucap pria muda itu terdengar kosong. Namun Auris bisa melihat kilau kemarahan, kesedihan, rasa tak percaya, kebencian, dan keputusasaan di matanya.
"Tuan Muda, boleh saya mengetahui nama Anda?" tanyanya kemudian.
"Namaku Xafier Domicio," jawab Auris memilih nama acak dalam kepalanya.
"Namaku Helio Trancey, pewaris keluarga Trancey," ucap pria muda bernama Helio itu.
"Trancey?" Auris heran. Seingatnya, tidak ada nama bangsawan Trancey. Kecuali kalau....
"Kami berasal dari dunia tengah."
'Benar juga. Trancey, dunia tengah,' pikir Auris mengingat kembali beberapa informasi dari kakek Alison.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World : Rebirth
Fantasy[Hiatus] Setelah serangkaian pengejaran yang dialami Auris karena identitasnya sebagai 'Putri Mawar', Auris memilih untuk menghancurkan dirinya sendiri dan berakhir menghilang di pelukan pria yang selalu mendampinginya. Begitu membuka matanya, Auris...