BAGIAN 4: MENGENAL DUNANT (3)

22K 1.2K 28
                                    

Erica melirik jam besar yang terpampang di dinding, di sebelah kiri ruangan. Sudah pukul tiga sore. Erica sudah mulai merasa tidak betah. Meski ia sudah berganti pakaian, ia belum juga mandi. Ia melihat Dunant merebah di sampingnya. Mencorat-coret beberapa lembar halaman di buku tulisnya. Ia terlihat begitu serius melakukan minat barunya itu. Dengan pensil yang di tekannya kuat-kuat. Hingga tiba-tiba ia melenguh dan memandangi ujung pensilnya yang sudah tidak bisa di pakainya lagi. Ia melemparkan pensilnya itu dengan kesal, ke ambang pintu. Hingga pensil itu menggelosor keluar ruangan.

Erica menarik nafasnya dan bangkit berdiri untuk mengambil pensil itu bagi Dunant. Tetapi Dunant langsung bangkit dari rebahannya dan berlari dengan mengejutkan, untuk menyusul Erica hingga ke pintu. Lalu berdiri menghadang di situ agar Erica tak melangkah setapak pun untuk keluar dari kamar.

"Dunant... saya mau ambil pensil kamu...", kata Erica, menahan kejengkelan di balik lidahnya. "Kamu 'gak bisa kurung saya di kamar terus, kayak gini. Saya 'gak akan kemana-mana..."

Dunant menggembungkan rahangnya. Menatap tajam pada Erica dan menggeleng cepat. Ia bahkan mulai mendorong dada Erica dengan kasar. Hingga Erica jatuh terjerembab ke belakang. Erica mengaduh sambil mengangakan mulutnya. Ia membalas tatapan Dunant. Sementara Dunant sudah mendengus kencang. Memukul-mukulkan kepalan tangannya ke dadanya. Kemudian ia meraih sebuah tongkat panjang dari balik pintu dan mengangkatnya ke atas kepala Erica. Erica mengangkat wajahnya sambil berteriak kencang, "Dunant!" Ia menatap ke mata Dunant tanpa berkedip. "Kalo kamu menyakiti saya, saya 'gak seneng..."

Dunant masih memegang tongkat panjang di tangannya, di saat ia mulai menggerak-gerakkan tangannya dengan cepat. Wajahnya terlihat gusar...

Kamu tidak boleh keluar kamar. Aku akan melatih kamu untuk patuh.

Erica mengerenyitkan keningnya. Ia tidak bersuara. Tangannya mulai bergerak-gerak dengan begitu lancar untuk berkata-kata pada Dunant...

Kamu sayang anjing kamu. Kamu tidak sayang aku.

Dunant terdiam saat membaca bahasa isyarat yang Erica berikan. Dunant mulai mengerenyitkan keningnya.

Erica menggerakkan tangannya lagi...

Anjing kamu bebas. Aku di kurung.

Dunant menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia melempar tongkatnya ke samping Erica dengan kencang. Membuat Erica menjerit. Dengan nafas terengah-engah, Erica memandangi Dunant. Mata Erica mulai berkaca-kaca. Dunant membuat jantungnya berdegup kencang. Dan membuat lutut-lututnya terasa lemas. Erica mengepalkan tangannya dan mengikuti gaya Dunant. Ia memukul-mukulkan kepalan tangannya ke dada. Sambil berucap pelan, "Kamu membuat saya... sedih, Dunant..."

Dunant terdiam mematung. Matanya meredup. Ia menggeleng-geleng lagi lalu menggerak-gerakkan tangannya lagi dengan cepat...

Anjingku di rantai. Tidak tidur di kamar. Tidak ku cium. Tidak ku jaga dekat-dekat.

Lalu Dunant terdiam lagi. Ia seakan kebingungan harus mengatakan apa lagi. Dunant melirik bukunya yang tergolek di atas ranjang. Ia berlari dengan cepat untuk mengambil buku itu dan bergerak kembali ke hadapan Erica seolah takut kalau Erica akan melarikan dirinya lagi.

Dunant menyodorkan bukunya pada Erica...

Erica masih menatap mata Dunant dengan tajam. Lalu melihat ke buku yang tersodor ke arahnya. Erica menggemeletukkan giginya. Mencoba mengingatkan dirinya untuk tidak terkejut, bahwa hal-hal semacam ini akan terjadi di antara dirinya dan Dunant. Dunant tidak memiliki kemampuan berkomunikasi maupun sudut pandang yang sama dengan kebanyakan orang...

Erica pun menghela nafasnya dalam-dalam, saat ia menyambut sodoran tangan dari Dunant. Erica mulai melihat ke halaman pertama yang Dunant tulis...

"Aku kesepian"

DUNANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang