BAGIAN 14: MELARIKAN DIRI (4)

17.5K 910 34
                                    

Subuh sudah tiba...

Badai juga sudah mereda. Namun udaranya masih terasa begitu dingin.

Erica tidak tidur lagi di sepanjang malamnya bersama Dunant. Ia melihat bagaimana Dunant sibuk mengangkut semua barang-barang yang dianggap penting, untuk menelusup masuk ke dalam bak terbuka di bagian belakang mobil. Dunant menatanya dengan sangat baik, hingga tak menyisakan celah-celah kecil sedikitpun. Membuat Erica tidak tahan untuk tidak berkomentar, "Kamu hebat. Gimana kamu bisa nyusun kayak gitu?"

Dunant menoleh cepat pada Erica. Matanya menyiratkan kebanggaan. Ia sering mendengar komentar yang sama dari Jevan. "Hebat!", bila ia melakukan apa yang diperintahkan kepadanya dengan baik. Tetapi bila ia tidak patuh, "Nakal!". Begitulah Jevan berkomentar.

Dunant tampak begitu antusias untuk menggerak-gerakkan tangannya...

Papa ajar aku.

Erica hanya meresponinya dengan tersenyum. "Kamu selalu belajar dari papa kamu?", tanya Erica lagi ketika Dunant mulai menarik terpal untuk menutupi semua barang di bak terbuka. Dunant mengangguk. Ia menggerakkan tangannya dengan cepat untuk mengatakan,

Ya. Hanya papa yang ajar aku.

Erica mengendurkan ketegangan dan kecemasannya sejenak. Ia kembali tertarik untuk mengenal isi pikiran Dunant dengan lebih jauh. "Apa kamu suka dengan belajar?", tanya Erica lagi.

Dunant terdiam. Ia sudah selesai mengancingkan terpal ke sekeliling tepian bak terbuka pada mobil. Ia menatap Erica dengan lurus, dengan kelopak matanya sudah meluruk turun separuh. Ia menggerak-gerakkan tangannya lagi...

Aku melakukan perintah. Dan belajar dari perintah.

Erica menggaruk-garuk keningnya sambil tertawa cengengesan. "ehehe... aku 'gak pernah denger perintah. Dan 'gak pernah belajar dari perintah. Ataupun nasihat." Erica menghela nafasnya ketika matanya kembali menatap ke Dunant. "Kita jelas berbeda", lanjutnya.

Dunant merunduk. Ia menggerak-gerakkan tangannya dengan gusar. Erica berpikir kalau Dunant tersinggung.

Ya. Aku memang beda, Dunant mengatakan demikian.

Erica langsung mendekat ke sisi Dunant dan menepuk-nepuk punggungnya. "Karna itulah... kamu 'gak ada duanya", kata Erica, "Kamu itu langka..." Erica kembali cengengesan.

Dunant hanya tersenyum. Meski ia tidak memahami maksud Erica yang sesungguhnya. Erica baru saja meledeknya.

Tak lama kemudian, Erica membuka mulutnya lagi, "Apa bener, orang asing yang kamu lempar itu... 'gak mati? Dia kabur? Dia orang 'kan? Bukan dedemit?" Erica sudah menanyakan hal yang sama itu hingga lebih dari sepuluh kali. Dan Dunant yang awalnya tidak mengenal kata "dedemit", kini sudah menghafalnya di luar kepala. Dan ia sudah tidak mau menggerak-gerakkan tangannya lagi untuk menjawab. Ia hanya menggeleng atau mengangguk. Dan kali ini, ia mengangguk.

Erica tampak berpikir. Ia berdiri mematung di balik stelan baju hangat dan jaket gunungnya. Ia juga mengenakan kupluk berikut syal tebal yang dililitkan ke lehernya. Sarung tangan juga sudah membungkus kedua tangannya. Begitupun dengan Dunant. Mereka sudah siap untuk... kabur.

Erica sudah siap untuk menjadi navigator. Dunant meminta Erica untuk mengarahkannya ke hutan yang lebat. Dan itu membuat Erica tertawa geli sendiri. Permintaan Dunant sudah memberikannya bayangan kalau ia akan mengalami kemunduran di dalam hidupnya. Kembali ke jaman primitif. Erica sudah membayangkan Tarzan dan Jane. Dengan fashion terbaru... daun pisang. "ooooh, tidaaaak..." Erica sudah mengeluh sambil membekap kedua pipinya. Ia suka berpetualang. Tetapi daun pisang, tak pernah masuk ke dalam selera petualangannya...

DUNANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang