Erica melirik pada jam besar di dinding. Pukul enam sore...
Genap 35 jam sudah, ia menghabiskan waktunya bersama Dunant. Dan ia baru saja melihat pertengkaran di dalam rumah tangganya untuk yang kesekian kalinya, hanya dalam waktu kurang dari 48 jam. Dan pertengkaran itu cukup dilakoni oleh Dunant seorang saja, untuk membuat kamar menjadi kapal pecah.
Erica memutar matanya berkeliling, melihat bagaimana Kang Asep dan Kang Danu pada akhirnya, selesai membereskan semuanya dan kembali menatanya dengan beberapa perabotan baru yang di bawa masuk ke dalam ruangan.
Barang-barang yang rusak itu... punya gue, Erica membatin. Ia mulai mengingat, kalau kamar ini adalah kamar khusus untuk peristirahatannya bila ia sedang menyendiri ke pegunungan. Bukan kamar milik Dunant. Dan kedua pesuruh Dunant itu, bekerja pada Erica sebelumnya. Erica mulai mengingat siapa Kang Asep. Kang Asep adalah orang yang sudah belasan tahun bekerja pada keluarganya. Ia baik dan setia. Tetapi penakut. Dan Kang Danu... Erica terus memicing ke arah sosok laki-laki kurus yang selalu tersenyum dan angguk-angguk kepala pada Dunant itu. Kang Danu mengingatkan Erica pada seekor kucing liar.
Kucing liar, batin Erica, sambil terus menggerus-gerus gerahamnya dengan gemas. Erica mengingat kalau Kang Danu baru beberapa bulan saja bekerja padanya. Dan yang ia tahu sekarang, Kang Danu sudah tidak bekerja padanya lagi. Kang Danu sudah pindah majikan.
Sementara Kang Asep yang selalu terlihat ketakutan, tidak pernah mau melirik pada Dunant sedikitpun. Tetapi sambil lewat, Kang Asep menyusupkan segumpalan kertas ke dalam saku jubah tidur Erica sambil mengedipkan matanya. Lalu menyingkir keluar dari kamar dengan cepat, bersama Kang Danu.
Dunant pun kembali merapatkan pintu kamar yang tampak jebol sedikit di bagian tengahnya.
"Dunant..." Erica membuka mulutnya. "Aku mau mandi..."
Mata Dunant mulai membersitkan sinar yang dapat Erica kenali dengan cepat. Bergairah kembali. Untuk kesekian kalinya di dalam waktu kurang dari 48 jam. Erica menggeleng. "Dunant... tolong. Aku mau mandi. Bukan yang lainnya..."
Dunant malah melangkah maju dengan perlahan. Dan mulai menyibakkan jubah tidur Erica dengan perlahan untuk melorot ke bawah. Sambil matanya menatap ke Erica tanpa berkedip. Lalu memandangi bahu Erica yang terbuka dengan nafas yang mulai memburu.
Erica sudah melenguh letih dengan tubuhnya yang mulai melunglai. Dunant mendekatkan tubuhnya lebih lagi... untuk merapat ke tubuh Erica. Tangannya bergerak melewati bahu Erica dan terus meluncur ke balik punggung Erica. Tetapi tangan itu bergerak kembali ke depan dengan handuk yang sudah terengkuh di tangannya. Lalu Dunant tersenyum sambil menyodorkan handuk itu pada Erica.
Erica terperangah sedikit. Baginya, itu sangat manis.
Dunant mulai melangkah mundur dengan perlahan sambil menggerak-gerakkan tangannya lagi...
Aku tahu. Apa yang kamu suka. Apa yang tidak.
Dunant terus melangkah mundur dan mulai mendaratkan bokongnya dengan perlahan ke tepian ranjang. Lalu menggerak-gerakkan tangannya lagi...
Kamu mau, aku sabar menunggu.
Erica berdiri terpaku di tempatnya. "Menunggu apa?", tanyanya pelan.
Dunant hanya tersenyum. Wajahnya tampak merah. Tersipu-sipu.
"Apa kamu tau... kalo kamu... sedang malu?", tanya Erica. Ia melihat Dunant mengangguk. Erica pun tersenyum dan membuka mulutnya lagi, "Apa yang aku 'gak suka?"
Dunant hanya menundukkan kepalanya.
"Sejak kapan, kamu tau... kalo aku takut dideketin terus-menerus?", tanya Erica lagi. Dunant mengangkat wajahnya. Lalu menggerak-gerakkan tangannya lagi...
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNANT
RomanceDunant itu nama orang. Bukan saudaranya Dunkin atau Donut. Dia cuma pake mulutnya untuk makan, minum, nangis, melenguh gak jelas macem ternak sampe usianya dewasa. Jadi intinya, ini bacaan dewasa. Karena akan menceritakan si Dunant pake mulutnya unt...