BAGIAN 9: INGATAN (4)

18.8K 1K 27
                                    

Erica sudah membantu Dunant untuk bangkit berdiri. Tetapi Dunant menggelosor lemas kembali hingga beberapa kali. Dunant pun terus memicingkan matanya juga mengerenyitkan keningnya, seakan tidak bisa menerima keadaan tubuhnya yang tidak sekuat biasanya. Dunant menggerakkan tangannya...

Aku kuat. Aku kuat.

Dunant menegakkan tubuhnya lagi dan berusaha untuk bangkit kembali. Ia mengenal tubuhnya dengan baik.

Menjaga kesehatan dan memiliki stamina yang baik serta maksimal, adalah kewajiban bagi Dunant.

"Dunant..." Erica merasa tak berdaya untuk bisa membuat Dunant merasa lebih mudah di dalam menapaki anak-anak tangga menuju ke lantai bawah.

"Dunant... aku minta maaf", kata Erica untuk yang kesekian kalinya, dengan dahinya yang terus berkerut-kerut. Dengan bibir yang terus tergelung ke dalam mulutnya untuk di jepitnya kuat-kuat. Erica merasa menyesal.

Dunant hanya menyahuti Erica dengan senyuman kecil dan anggukan kepala. Meski beberapa kali, ia terus menggoyang-goyangkan kepalanya. Ia terlihat seperti orang yang terserang sakit kepala yang hebat.

"Dunant... apa kepala kamu sakit banget? Apa karna aku pukul kamu terlalu kenceng?" Erica masih berkerenyit kening. Ia meragukan kalau pukulannya terlalu kuat bagi kepala Dunant. Sampai ia melihat ke jejak darah yang tampak mengering di tengkuk Dunant. Erica menelan ludahnya. Ia kembali menyesali. "Apa kepala kamu... kebentur ke ubin terlalu kenceng?", tanya Erica lagi. Ia hanya bisa merelung ke pinggang Dunant. Dan sadar penuh, kalau ia tidak bisa menolong Dunant sama sekali jika tubuh besar Dunant itu menggelosor jatuh ke bawah. Dunant merengkuhkan tangannya kuat-kuat, ke palang kayu di sepanjang anak tangga. Matanya terus mengerjap-ngerjap dan mulutnya kembali terdiam.

Erica melihat bagaimana Dunant menarik nafasnya dengan berat. Seolah Dunant merasakan sesak di dadanya. Tetapi Dunant terus berusaha untuk merambat turun dengan langkah setapak demi setapak. Ia terlihat begitu lambat. Tidak segesit dan setangkas sebelumnya. Ia menahan tubuhnya sendiri dengan kuat. Karena di lihatnya, Erica melangkah dengan posisi yang terlalu merapat ke tubuhnya, dengan tangan yang merelung ke pinggangnya. Bila Dunant terjatuh, Erica juga akan ikut terseret jatuh. Dan Dunant tahu, Erica takkan bisa menahan bobot tubuhnya. Dunant berusaha menjaga Erica dengan menjaga dirinya sendiri agar jangan sampai terjatuh.

Erica membekap mulutnya. Ia kembali mengisak kecil, melihat bagaimana Dunant melangkah dengan begitu bersusah payah. "Dunant...", Erica membuka mulutnya lagi, "Maafin aku, sayang... Aku gak pergi... enggak. Kamu liat, kan? Aku gak bisa tinggalin kamu..." Erica merunduk dengan tubuh yang masih merapat di samping Dunant. Dunant menghentikan langkahnya, mendengar kalimat Erica barusan. Jemari kekarnya sudah terayun untuk merengkuh ke dagu Erica dan mengangkatnya agar bisa saling bertatapan. Dunant bisa mendadak cengeng. Tetapi kali ini, ia seakan menahan dirinya. Berusaha mengesankan kepada Erica, bahwa ia kuat. Ia akan kuat untuk Erica. Ia tidak akan merepotkan Erica dengan bobot tubuhnya yang takkan sanggup untuk Erica topang. Dunant seakan menyatakan dirinya, bahwa ia ingin agar Erica menganggapnya pantas... untuk di pilih.

Dunant tak mau membukakan atau menunjukkan apapun pada Erica, tentang apa yang ia rasakan di dadanya dan di dalam setiap aliran darahnya sekarang. Dadanya terasa seperti terbakar. Rasa sakit telah menjalari setiap aliran pembuluh darahnya. Lalu ke ulu hatinya hingga ke perutnya. Dan rasa asin sudah membual keluar ke pangkal tenggorokannya. Ia menelannya kembali dengan dahi mengerenyit. Ia menelan darah yang seharusnya... dimuntahkannya.

Dunant mulai meringis kecil. Ia mengenali tubuhnya dengan baik. Dan ia tahu, sesuatu yang salah telah masuk ke dalam tubuhnya. Racun.

Dunant tersenyum pada Erica sambil mengangguk kecil. Ia memeluk Erica lagi dengan begitu erat. Berharap kalau ia bisa bertahan hidup lebih lama. Baru sebentar saja... dan baru sedikit saja... ia merasakan kalau dirinya di sayangi.

DUNANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang