BAGIAN 11: MELARIKAN DIRI (1)

19.9K 1K 21
                                    

Erica melirik pada jam dinding di ruang makan. Hampir menjejak ke tengah hari. Ia melihat bagaimana Dunant terus memandanginya.

"Dunant..." Erica mulai menyukai kebiasaannya menyebutkan nama Dunant. 

Dunant sudah menggelosorkan pucuk hidungnya ke leher Erica. Ia menyukai bau tubuh Erica. Sesudah mandi ataupun sebelum mandi. Dunant juga menyukai bekas luka di kening Erica yang terlihat jelas setelah perbannya di buka. Luka itu membekas untuk selamanya. Dan membekas begitu jelas di wajah Erica. Membuat Erica tidak cantik sempurna lagi. Tetapi Dunant memandanginya sambil tersenyum kecil.

Dunant mengangkat ujung kemejanya ke atas dan memperlihatkan bekas luka memanjang di tubuhnya. Lalu ia menunjuk ke lehernya, lengannya, punggungnya dan beberapa bagian lagi. Dunant menunjukkannya tanpa ragu ataupun malu. Seolah mengatakan kepada Erica, Kita sama.

Erica tersenyum kecil sambil melekatkan ujung jemarinya ke luka cabik di bagian leher Dunant. Membayangkan kesakitan yang pernah Dunant rasakan dari luka semacam itu.Tetapi Erica bisa tersenyum lega karena masa-masa itu telah dilewati Dunant. Dan Dunant... hidup. Hidup untuk di kenal.

Dunant merasakan sesuatu, saat Erica menyentuh bekas lukanya dengan sapuan lembut jemarinya. Mata Dunant memandang lurus, mengunci mata Erica seketika...

Erica mencoba untuk membaca arti dari tatapan Dunant. Tetapi mendadak, ia tidak bisa berpikir lagi...

Dunant menyentuh Erica dengan matanya. Ia menatap lurus dengan mata biru pucat-keabuan. Membuat Erica merasa di rampok dan dikuasai dengan hawa maskulinitas yang kuat, yang Dunant alirkan dengan deras. Dunant seakan menjajah dan mendominasi. Dan Erica bahkan tidak bisa memberontak. Dunant masih tetap menatap. Ia bahkan tidak bergerak sedikitpun. Tetapi Erica sudah merasakan desir-desir yang menjalari tengkuk dan punggungnya. Mata Dunant seakan menelusup masuk hingga ke ruang-ruang tersembunyi di dalam benaknya dan menembusnya tanpa ampun. Erica takkan berkata "tidak" dengan apapun yang akan Dunant minta sekarang.

"Dunant..." Erica membuka mulutnya dengan susah payah. Ia sedang di landa mabuk kepayang. "Aku...", bisik Erica dengan nafasnya yang tersengal-sengal. Derap jantungnya mendadak berlari cepat seperti kuda pacu, "Kamu..." Erica merengkuh tengkuknya sambil bergidik. Jemarinya sudah bergetar. Tetapi bukan karena takut. Lututnya juga mulai lemas. Membuat Erica mengumpat kecil di dalam hatinya, Dia bahkan belom 'ngapa-'ngapa'in!,

Erica merasakan bagaimana Dunant mampu untuk membuatnya terhanyut, hanya dengan tatapan matanya.

"fiuuuh..." Erica mencoba melepaskan sedikit tekanan yang sudah sampai ke ubun-ubunnya. Dadanya bergemuruh dan siap meledak kalau ia tak menarik nafasnya dengan lebih lega. Nafas Dunant terasa kuat di wajahnya. Nafas yang memburu. Membuat Erica semakin merinding dengan sensasi yang tidak bisa ia gambarkan. "Dunant...", panggil Erica lagi, mulai salah tingkah. Karena Dunant masih saja menatapnya.

Dunant menggerak-gerakkan tangannya dengan pelan sementara bibirnya terus tersenyum.

Aku Dunant.

Erica sempat terdiam. Mempertanyakan mengapa Dunant menghentikan aroma yang baru saja ia tebarkan. Dan mengapa Dunant tidak meneruskannya dengan sesuatu yang lebih berani di saat Erica sudah siap melayang. Dan itu membuat Erica merasa konyol sendiri. Ia pun tertawa. Ia menengadahkan kepalanya untuk melenggak ke belakang. Dunant menggelosorkan pucuk hidungnya lagi ke leher Erica yang ditawarkan cuma-cuma ke depan matanya. Bagi Dunant, mengendus adalah bagian dari usaha untuk mengenal. Dunant mulai mengendus ke dada Erica.

"Eh... ng... kamu 'ngapa'in?" Erica sedikit menjauh. Ia berharap Dunant mengejarnya dengan agresif. Erica menatap lagi ke mata Dunant. Mata itu seakan ingin mengunci Erica kembali... agar terhanyut sekali lagi. Dunant menyorotkan tatapan matanya yang menurut Erica... seksi.

DUNANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang