BAGIAN 5: MENGENAL DUNANT (4)

22K 1.2K 28
                                        

Pukul tujuh malam adalah waktunya makan malam. Erica menghitung-hitung waktunya sejauh ini. Ia sudah menghabiskan genap dua belas jam bersama Dunant.

Dua belas jam yang melelahkan...

Erica mulai membayangkan angka dua belas tahun...

Dunant sudah tampil rapi dan terlihat sangat berbeda dengan kemeja hitam dan celana abu-abunya. Ia menyentak lengan Erica yang sudah mengenakan baju terusan panjang berbahan katun. Rambut Erica sudah di sisir rapi dan wajahnya sudah di rias. Membuat Dunant tak berkedip memandanginya sambil keduanya menapak turun dari lantai dua, menuju ke ruang makan.

Saat melewati pintu sorok menuju ke ruang makan, Erica sempat melihat Kang Asep melewatinya dengan lirikan mata penuh isyarat. Bahkan terkesan memberi kode mata. Tetapi Erica teringat pesan Dunant sebelumnya...

Jangan percaya Kang Asep. Ia suka berpura-pura baik.

Pura-pura?, Erica membatin. Ia melihat bagaimana Kang Asep tampak begitu ketakutan melihat Dunant. Dan laki-laki setengah baya itu tidak tampak berpura-pura.

Dunant menyentak tangan Erica lagi. Dan lagi-lagi, dengan kasar. Erica menoleh pada Dunant. Dunant tersenyum kepadanya. Seakan tidak menyadari kekasaran gerak-geriknya. Dunant terus menyentak lengan Erica jika langkah Erica tertinggal darinya. Hingga Dunant membawa Erica duduk ke hadapan meja makan. Dan mendapati semua hidangan sudah tersedia dengan penataan merapat ke tepian meja yang diduduki Erica juga Dunant.

"Siapa yang masak?", tanya Erica pada Dunant. Dunant tersenyum lagi pada Erica sambil memberi jawab dengan gerakan tangannya.

"oh... Kang Danu..." Erica menyuarakannya dengan dahi yang sedikit berkerenyit karena Dunant tidak melemparkan setiap menu yang disediakan Kang Danu, pada kucing belang tiga yang biasanya menunggu di ambang pintu teras. Erica mulai melirik ke sana-sini. Ia tidak melihat kucing itu.

"Dunant... kemana kucingnya?", tanya Erica pada Dunant. Dunant hanya berkerenyit dahi dan melirik ke ambang pintu teras yang masih membuka, yang memperlihatkan suasana temaram di teras belakang. Dunant mengangkat bahunya dan menggelengkan kepalanya. Membuat Erica mendadak resah.

Tak lama kemudian, yang bernama Kang Danu sudah muncul ke ruangan dengan membawa semangkuk besar opor ayam. Membuat Erica sudah tergiur untuk mencicipinya. Kang Danu juga membawakan secangkir teh ke hadapan Erica. "Yang ini... khusus buat nyonya", kata Kang Danu. Ia bersikap tenang dan ceria. Selalu tersenyum. Sikapnya sangat berlawanan dengan Kang Asep yang selalu terlihat ketakutan.

Erica mulai menggigit ujung jemari kelingkingnya. Ia masih berpikir kalau Kang Asep lah yang terlihat bersikap wajar. Takut dengan Dunant adalah wajar. Tetapi tidak takut sama sekali macam Kang Danu, malah tidak wajar bagi Erica.

Dunant mulai menggosokkan ujung jemarinya ke punggung tangan Erica yang tersampir di atas meja. Lalu Dunant menggerak-gerakkan tangannya...

Lembut.

Erica memicingkan matanya, memperhatikan gerak-gerik Dunant berikutnya. Dunant menggosokkan ujung jemarinya lagi ke punggung tangan Erica dengan tekanan lebih banyak dan gerakan yang lebih kencang. Lalu Dunant menggerak-gerakkan tangannya lagi untuk berbicara pada Erica...

Kencang. Aku ingat semua. Kamu ajar aku.

Erica tersenyum mengetahui itu. "Apa lagi?", tanyanya.

Dunant mendekatkan bibirnya ke bibir Erica dan mengulumnya dengan lembut. Lalu menjauhkan wajahnya lagi dengan perlahan, dengan bibir yang terus tersenyum sambil menggerak-gerakkan tangannya lagi...

Cara mencium perempuan.

Erica tergelak kecil mengetahui bagian yang itu. "Apa lagi?"

Dunant mengeluarkan sebuah kertas yang terlipat dari dalam saku celana panjangnya. Ia menyodorkan kertas yang terlihat agak basah itu ke hadapan Erica. Erica pun menerimanya dengan dahi yang berkerut-kerut...

DUNANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang