Bagian Dua puluh Tiga - Klarifikasi

988 115 21
                                    

"Yang kumau ada dirimu"

***

Mahalini duduk dengan wajah cemberut seraya menatap lelaki dihadapannya. Sudah dua puluh lima menit mereka berdiam diri tanpa ada yang berkutik sedikitpun. Baru saja, Lini mengungkapkan kekesalannya dengan Nuca yang memberikan Blazzer Lini kepada Nicole, gadis yang tingkat kepedeannya tinggi.

Nuca mengulurkan tangannya pelan, bermaksud untuk meraih jemari Lini. Sudah sedari tadi, Lini menolak ia sentuh, membuatnya frustasi, padahal tadi kefrustasiannya bertambah karena mengajari anak manja nan kalem bernama Nicole.

Ia ingin bercerita banyak hal dengan Mahalini, namun sepertinya ini bukan waktu yang tepat, bahkan ia tak tau mengapa kekasihnya manyun seperti ini.

"Yang. Kamu kenapa sih?" Ujar Nuca seraya meraih pelan jemari Lini.

Puk!

"Jangan pegang-pegang!" Ujar Lini kesekian kalinya.

Ia tak sudi jemarinya dipegang oleh tangan Nuca yang baru saja bertemu dengan si curut Nicole. Bisa aja aromanya nempel.

"Kamu jelasin dong, kenapa marah. Kan bisa dibicarain baik-baik, Lin." Ujar Nuca menggeraskan Rahangnya. Ia menahan emosi dengan kekesalan tak berarti Mahalini.

"Kamu fikir aja sendiri." Ujar Lini seraya meraih sendok bakso dihadapannya. Ternyata marah menguras tenaganya.

Nuca membatin, apa kesalahan yang telah ia perbuat sampai-sampai kekasihnya menjadi marah seperti ini. Bahkan ketika ia menerima pesan beruntun dari kekasihnya tadi, ia segera bergegas pergi dari studio tempatnya berlatih dengan Nicole, menuju kelas dimana Mahalini masuk mata kuliah.

Kata-kata "kamu gausah minta jatah" menjadi boomerang baginya. Ia tak tau mengapa Lini bisa seemosi itu.

Tak berapa lama, Vio dan Yuna berjalan ke meja mereka seraya meletakkan buku catatan milik Mahalini dihadapan sahabatnya itu.

"Lin, ini catatan lu, makasih cantik." Ujar Vio seraya menyolek dagu Lini.

Dengan manisnya Lini tersenyum dan mengucapkan, "Sama - sama Beb."

Melihat itu, Nuca melotot ngeri. Daritadi ia tak boleh menyentuh gadisnya, tapi ketika dengan Vio dan Yuna, Lini bisa tersenyum semanis itu. Sialan!

"Eh Nuca. Udah selesai selingkuhnya? Kirain bakalan berlanjut, ke Hotel mungkin." Ujar Yuna dengan menaikkan alis sebelah.

Pertanyaan aneh itu semakin membuat Nuca heran, maksudnya apa?

"Selingkuh? Maksud lu? Sumpah gue gak ngerti. Ini juga, daritadi cewek gue ngambek. Lu jelasin deh ada apa. Daripada gak jelas gini." Ujar Nuca dengan wajah datar dan dinginnya. Ia curiga, pasti ada sesuatu yang terjadi.

"Ehm.. mendingan lu tanyain deh sama Mahalini, dia tau kok. Udah ya! Bye Nuc, Bye Lin." Ujar Vio menyelamatkan Yuna, namun menjerumuskan Lini. Sialan!

Nuca menatap tajam Lini. Sedari tadi bibirnya mengerucut dan auranya sangat menyeramkan. Nuca sangat frustasi rasanya. Segera Nuca berpindah dan duduk disebelah Lini. Lini antisipasi untuk segera berpindah dan berdiri. Namun segera Nuca mendekap pinggul Lini erat dan merangkul kedua lengan Lini dan menguncinya, agar Lini susah bergerak.

Bersyukur, kantin tempat mereka duduk  memiliki bangku yang lebar dengan pegangan di kiri kanannya. Membuat Lini terperangkap susah melepaskan diri dari Nuca.

"Ih! Nuca. Lepasin gak. Gigit nih!" Ujar Lini dengan suara melengking

"Gak! Sebelum kamu jujur. Kamu kenapa Lin?" Ujar Nuca dengan suara rendah

Hatiku DikamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang