Bagian Delapan - Bersamamu

1.1K 121 17
                                    

"Aku melangkah kedepan, tak kulihat lagi kebelakang, karena kutahu, tanpa kuhiraupun kau akan setia menemani."

***

Selimut tebal membaluti tubuh Lini dan Nuca. Di sofa rendah itu, mereka juga duduk berdampingan dengan beberapa mahasiswa lainnya yang juga kalah taruhan. Setelah tadi Lini mengganti pakaian dengan hoodie dan legging hitam, ia segera bergelung didalam selimut tebal yang memang disediakan didalam wardrobe villa ini.

Kejadian tadi di pinggir kolam, benar-benar membuatnya malu. Dan Lini juga merutuki otak setengahnya yang lupa akan pakaian yang ia kenakan tadi. Nuca juga berulang kali meminta maaf kepada Mahalini, dan sekarang ia menanggung resiko dari perbuatannya, yakni ambekan Lini.

Sedari tadi yang menjadi fokus Nuca adalah Lini dan perapian didepannya. Efek dingin yang ditimbulkan semakin menambah kekacauan. Seakan ada sekat diantara mereka berdua, yang menambah rasa bersalah Nuca.

Dengan menghembuskan nafas gugup, Nuca menghadapkan badan kearah Lini. "Lin," Ucapnya.

Lini menoleh dan mendapati Nuca menatapnya dalam dan intens. Ia merasakan jemari Nuca merayap dari dalam selimut dan meraih jari Lini diselimut yang Lini kenakan. Nuca menggenggam tangannya.

"Maaf ya, bercandaanku tadi keterlaluan. Tadi karena mereka terlalu memaksa, aku ga ada pilihan lain." Ujar Nuca.

Lini menatap dalam Nuca. Entah kenapa ketika Nuca mengubah panggilan mereka, ia merasa amat sangat dekat dengannya, seakan sekat yang beberapa minggu lalu terbentang menjadi hilang.

"Kalau kamu gak sengaja, kenapa kamu biarin aku kelempar ke kolam? Sakit tau!"

Nuca tersenyum melihat bibir Lini mengerucut. Segera ia merapatkan badannya ke arah Lini dan berbisik, "kalau bibir dikerutin, nanti aku-"

Puk!

Aw! Bibir Nuca ditepuk sama Lini. Ia antisipasi kalau-kalau Nuca menciumnya lagi dengan keramaian ruangan tengah dipenuhi para orang-orang yang menginginkan kehangatan dari perapian.

Nuca meraba bibirnya dan tersenyum datar. "Bahkan aku belum menyelesaikan perkataanku."

"Kenapa kamu berubah menjadi mesum sih, Nuc." Ujar Lini kesal

"Kan aku belajar untuk berubah menjadi lebih baik, manatau memang perjodohan kita mengarah ke hal yang baik. Siapa tau.." Ujar Nuca panjang lebar seraya tersenyum lebar.

Lini melebarkan senyumannya, "Oh, jadi udah mulai nerima nih ceritanya. Bagus deh."

"Mau bagaimanapun, yang jalanin kita, ya apa salahnya aku mencoba, kan ga ada yang tau kedepannya bagaimana nanti." Nuca menatap Lini dalam.

Nuca menghela nafas, dan berkata "Jika kamu dan aku akan menjadi 'kita', maka memang kita di takdirkan berjodoh melalui orangtua kita. Aku belajar untuk menerima."

Tiba-tiba senyum jahilnya muncul, "lagipula, dapatkan kamu gak sulit. Aku gak harus bersaing dengan susah, kan kamu sudah didepan mata."

Tak!

Lini menjentik pelipis Nuca dengan kesal. Sifat asli Nuca yang begini baru ia ketahui, tapi ternyata mengesalkan sekali. Terkadang membuat ia merona, terkadang juga membuat ia berdebar upnormal.

Lini menatap Nuca dan berkata, "kalau memang kamu mau kita berjuang, janji ya, kalau didepan nanti, ada rintangan, apapun itu kita harus saling percaya dan terbuka satu sama lain. Jangan saling mendiamkan atau minta pisah duluan."

Nuca mengusap pipi Lini, dan berbisik, "aku janji. Semoga bibirku di restui Tuhan dalam perjanjian ini."

Dikecupnya dahi Lini berlanjut kehidung, dan mengecup bibir Lini singkat. Lalu Nuca melihat sekeliling, ruangan yang dipenuhi oleh para anggota unit 02, ternyata pada sibuk dengan urusannya masing-masing.

Nuca merasa aman, dan kembali mengecup bibir Lini singkat, yang dihadiahi pelototan gemas oleh gadisnya. Kemudian Nuca menghadiahi Lini senyuman lebar. Segera ia merapatkan tubuh mereka untuk mereguk banyak kehangatan sebelum berlanjut ke makan malam kedua nanti.

***

Pagi ini, dikarenakan bebas tugas dari kegiatan syuting yang telah selesai, Lini melapisi pakaian renang minim dengan hoodie oversized berwarna Hijau army yang menutupi sampai setengah pahanya. Ia merencakan memakai itu bersama teman-teman panitia perempuan. Nantinya mereka akan berenang di private pool di villa itu yang terletak di lantai tiga.

Sebenarnya Villa hanya memiliki dua lantai, namun lantai ketiga ada di ujung gedung yang terpisah dari Villa utama, namun terhubung dari lantai dua Villa.

Bukan tanpa alasan mereka merencanakan ini, pasalnya sudah dari hari pertama menginjakkan kaki di Villa, anak-anak di lantai dua sudah heboh dengan private pool ini, yang membuat Lini dan panitia perempuan lainnya penasaran.

Tak lupa Sauna Room yang disediakan di sudut private pool menambah semangat membara mereka.

Begitu sampai ke lantai tiga ini, Segera mereka menuju ke sudut ruangan dan menyimpan perlengkapan yang mereka bawa, seperti baju ganti, handuk, dan beberapa perlengkapan lainnya.

Byurr..

Mereka segera menceburkan diri ke kolam renang yang setinggi dada manusia ini, setelah melepas setelan luar dan langsung menyisakan pakaian renang yang mereka kenakan.

Pemandangan di kolam tersenit langsung mengarah ke persawahan disekitatan Villa, semakin menambah kenyamanan mereka untuk bersantai sejenak.

Kolam renang yang dominan perempuan itu, menyisakan satu lelaki setengah perempuan, yakni Kendra, teman satu unit 02 yang diperbolehkan ikut bergabung dengan mereka. Ia adalah teman dekat Yuna, gadis tomboy namun berhati lembut yang saat ini membuat Lini nyaman berteman dengannya.

"Eh, Lin. Gue kirain, lu itu judes dan pemarah, eh gak tau nya murah senyum banget." Ujar Kendra.

Kendra menatap Yuna, "kalau bukan karena Yuna yang bisikin ke gue, ogah ah buat deketin lu."

Lini tertawa melihat gaya lelaki brewok bertubuh gempal ini. Dengan gaya tangan yang melekuk dan gemulai, dan bibir dikerucut genit, ia bercerita kepada Lini, seakan sudah kenal lama.

Lini manatap Kendra, "jelaslah, kan kamu nilai orang dari luarnya. Gak boleh begitu."

Lini berbicara dengan nada tegas namun ketara suara geli didalamnya. Membuat Kendra tersenyum merasa bersalah yang membuat Lini dan Yuna tertawa bersamaan.

Namun ketenangan itu tak berlangsung lama, ketika seseorang mengintrupsi obrolan mereka.

"Lin"

Lini berbalik ketika mendengar suara dalam dan tegas itu. Itu Nuca. Dan Lini tau, bahwa sebentar lagi ia akan mendapatkan rentetan omelan dari lelaki di hadapannya ini.

***

"Aku menuntunmu, kau mengikutiku. Begitu seterusnya sampai nanti, kau bosan dan aku pasrah melepaskan."


Hatiku DikamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang