Bagian Tiga - Terpana Kamu

1K 110 9
                                    

"Setiap kata yang kau ucap, setiap kalimat yang kau ungkapkan, percayalah, aku akan selalu percaya"

***

Srek..

Bunyi Tirai Jendela yang tersibak, membangunkan Lini yang tengah bergelung di tempat tidurnya. Ia mengintip dan disana berdiri Bi Marni, asisten rumah tangga yang tinggal bersamanya di sini.

Seketika Lini berbalik dan melihat ke sisi kanan tempat tidur. Terakhir yang ia ingat, semalam Nuca berada disini bersamanya, namun kemana sekarang laki-laki itu.

Hal itu tak luput dari pandangan Marni, wanita paruh baya itu menatap Lini dan bertanya, "Mba Lini cariin Mas Nuca ya.?"

Kontan saja Lini segera duduk dan menatap Marni. "Nuca nya kemana bi.?"

Marni berbalik dan memeriksa keranjang baju kotor Lini seraya berkata, "tadi pagi-pagi sekali, mas Nuca berangkat ke kantor pak Devan, mba. Katanya sih mau wakilkan bapak jamu klien, selama bapak sibuk keluar kota kan mas Nuca yang sering gantiin beliau."

Lini terdiam. Nuca selain dingin dan irit ngomong, dia ternyata juga cerdas. Di umur dua puluh tahun dia bisa hilir mudik membantu perusahaan ayahnya. Sepertinya dia memang sudah terbiasa.

Segera saja, Lini bangkit dan menuju kamar mandi. Pagi ini ia mesti hadir di kelas Perfilman. Yapp Lini adalah mahasiswi Ilmu Komunikasi. Namun mahasiswi komunikasi ini, sama sekali tidak pandai bersosialisasi, apalagi mendapatkan sahabat sejati. Ughh.

***

Nuca berjalan dengan tenang. Ia membuka kancing jas nya. Rasamya terlalu sesak didalam sana tadi. Ia keluar dari Restorant Avillia dengan tergesa, sebab ia ada Mata kuliah Perfilman dengan bapak Efendy dan beliau tidak dapat hadir, mau tidak mau Nuca yang harus menggantikan Dosen nya tersebut dikarenakan ia adalah asisten dosen.

Bukan karena iseng bapak Efendy mengusung Nuca sebagai asisten. Nuca menjadi asisten dikarenakan kecerdasannya. Sebab ia lebih dulu menyelesaikan mata kuliah tersebut dibandingkan teman-temannya yang lain. Sehingga semester depan adalah semester yang lumayan lenggang bagi Nuca untuk sejenak menenangkan diri dari hiruk pikuk perkuliahan.

Membuka pintu mobilnya, ia segera masuk dan membuka jas berwarna hitam itu sehingga yang tersisa hanyalah kemeja polos berwarna biru muda. Segera saja ia melajukan mobilnya ke kampus dengan tenang.

***

Ceklek..

Ruangan luas itu dihuni oleh puluhan mahasiswa. Dan semua mata beralih ke pintu masuk tempat dimana Lini berdiri. Lini terdiam, ia seperti mematung semua orang memperhatikannya. Memangnya apa yang salah dengan penampilan Lini..?

Segera saja Lini masuk dan duduk di bangku paling depan. Yang mana jaraknya dengan mahasiswa lain berada satu baris dibelakangnya. Lini heran, untuk apa mereka repot-repot masuk mata kuliah kalau yang mereka lakukan adalah mencari tempat aman dan tak tersorot. Aneh.

Tak berapa lama, lamunan Lini terganggu, lantaran seseorang masuk keruangan Theater ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak berapa lama, lamunan Lini terganggu, lantaran seseorang masuk keruangan Theater ini. Itu Nuca!

Astaga!

Nuca masuk dengan tampilan kemeja biru tersibak sampai siku, celana berwarna hitam, dan itu apa.? Ada Acrylic Name tag bewarna jingga di dadanya. Name tag khusus asisten dosen. Jadi ini informasi yang di berikan pak Efendy bahwa ada yang menggantikan beliau, dan itu Nuca.

Lini kaget, sebab ia tidak pernah tau bahwa Nuca bisa secepat ini menyelesaikan mata kuliah tersebut. Saat diperhatikan lagi, Nuca fokus menghidupkan Proyektor dan Laptop. Tak lama, muncul program Power point di layar besar ruangan.

"Ehmm.. selamat pagi semua."
Nuca berdiri ditengah Ruangan dengan menyematkan Klip on kecil di kerah bajunya dan semua mata tertuju kedepan. Entah mengapa Lini seperti takjub dan merasa berdebar.

"Pagi pak." Teman teman Lini yang lain tau diri. Mereka tidak memanggil Nuca dengan sebutan nama. Mereka paham bahwa Nuca orang yang serius dan tidak segan segan memberikan kata kata ketus.

Nuca tersenyum kecil, dan berkata. "Kalian tidak harus memanggil saya bapak, karena kita seumuran."

Celetukan Nuca berhasil membuat satu ruangan riuh, apalagi perempuan. Lini benci itu.

"Kalian bisa panggil saya dengan nama, namun formal. Karena bagaimanapun saya berdiri disini untuk memberikan materi kepada kalian." Ujar Nuca

Nuca beralih ke sisi kanan ruangan, "dan sesuai dengan pesan pak Efendy beliau berkata bahwa setelah materi terakhir ini selesai, kita semua akan melaksanakan Syuting Film Pendek di Bogor."

Kontan saja seluruh isi ruangan betepuk tangan riuh, seakan menyetujui ucapan Nuca. Lini menatap Nuca dan melihat Nuca melanjutkan ucapannya.

"Kita akan melakukan syuting selama tiga hari di Bogor. Oleh sebab itu kita akan membagikan langsung bidang-bidang dan apa saja barang yang mesti disiapkan." Ucapan Nuca membuat Lini mengeluarkan buku catatan kecilnya.

Fokus Lini terbagi saat Nuca kembali berbicara, "Nah khusus untuk syuting kali ini, saya sudah kantongi naskah dari salah satu mahasiswi, yaitu Ira." Nuca mengangkat bundelan tebal di tangan kirinya.

"Ini adalah naskah yang Ira ajukan kepada pak Efendy dan beliau menyukai isi naskah. Tentu saja kamu Ira, bertanggung jawab terhadap naskah ya. Dan Willy, kamu sebagai asisten penulis. Kamu dan Ira bertanggung jawab penuh ya." Ujar Nuca.

Kemudian Nuca memandang Lini lama. Lini gelagapan dan merasa aneh. Namun ucapan Nuca seperti membuat Lini tersentak.

"Untuk Mahalini, akan saya jadikan Asisten Sutradara. Yang mana sutradara adalah saya sendiri, nantinya ia yang berperan penting untuk jalannya film ini. Karena info dari pak Efendy, Lini ini sangat berbakat menjadi Astrada." Langsung wajah Lini bersemu merah.

Nuca tidak bisa ditebak. Lini benci itu. Namun ia tidak mau Nuca mengetahuinya. Ah! Kali ini Lini akui ia kalah dengan pesona Nuca.

Pembagian-pembagian tugas lainnya tidak didengar lagi oleh Mahalini. Yang ia lakukan adalah melamun dan sesekali tersenyum. Ia berharap di Bogor nanti, semuanya akan baik - baik saja.

***
"

Faktanya, mau kamu seburuk apapun dimata orang lain, kamu tetap kamu yang aku kenal. Karena cinta sudah membutakan segalanya"

Hatiku DikamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang