"Segala akhir pasti ada awal, begitupun kamu, segala kebersamaan pasti ada cinta diantara kita"
***
Nuca meniup bulu mata Lini dengan pelan. Sedari tadi, mereka masih tak merubah posisi duduk setengah berbaringnya, di taman belakang rumah Nuca.
Tadi setelah balik dari kampus, setelah sebelumnya mereka makan dikantin, Nuca mengajak Lini untuk segera pulang, dan segera saja disetujui oleh Lini karena ia yang mengetahui bahwa Nuca telah sangat lelah.
Dan begitu sampai dirumah, Nuca melihat pengurus rumahnya yang baru saja memberikan upah kepada petugas pembersih kolam renang, yang memang jadwal mereka membersihkan, ialah hari ini, setiap dua minggu sekali.
Segala agenda Nuca yang ingin bermanja dipelukan Lini di sofa bed mereka, berubah menjadi berenang di kolam renang. Dan disinilah mereka sekarang. Setelah tadi mengganti pakaian dengan setelan renang, Lini dan Nuca memilih untuk berbaring sebentar di kursi santai, untuk mengurangi cahaya matahari yang masih lumayan menyengat.
Halaman belakang yang luas, yang di desain dengan gaya minimalis serba bewarna terang, serta dilengkapi dengan pemandangan yang serba hijau dengan sejuk, semakin menambah kesan sederhana area ini.
Tadi, begitu mereka sampai ke area kolam, Nuca segera membuka payung putih yang tersimpul, dan berbaring dengan tenang diatas kursi santai dengan lengan terbuka seakan mengundang Lini untuk berbaring dipelukannya. Segera Lini mengikuti Nuca dan berbaring di dada Nuca dengan nyaman.
Nuca segera meringkuk dan menyelundupkan kepalanya ke lekukan leher Lini. Entah mengapa tiba-tiba saja kantuk melanda matanya. Ia berharap dapat terpejam sebentar dan terbangun tepat ketika nanti matahari tak terlalu terik.
Lini yang mengetahui, kekasihnya mengantuk segera mengelus kepala Nuca dan ikut memejamkan diri. Ia memakai setelan bikini minim berwarna coklat muda yang ia lapisi dengan kaos tanpa lengan, sepaha. Begitupun dengan Nuca yang memakai celana renang ketat namun ia tutupi dengan kaos dan celana selutut, agar terhindar dari tatapan para pengurus rumah mereka.
***
Nuca merasakan elusan lembut di kepalanya, yang ternyata itu adalah tangan mungil Lini. Ia tersenyum dan meraih tangan Lini dan menariknya kebibirnya untuk di kecup.
"Tidurnya nyenyak?" Ujar Lini dengan tatapan lembut dan berbaring miring kearah Nuca.
"Hhmm.. apalagi dipelukan kamu." Ujar Nuca dengan mata setengah terbuka menandakan ia masih sangat mengantuk.
"Kamu kenapa sih, sayang. Kok keliatannya capek banget. Ada hubungannya dengan urusan kamu tadi?" Ujar Lini seraya memilin rambut Nuca yang terjatuh di dahinya.
Nuca menatap Lini. Kekasihnya seakan mengerti kegundahan hati Nuca sedari tadi. Ia hanya agak gelisah terhadap tugas yang dibebani padanya oleh kampus. Selain ia mesti mengatur jadwal sebagai asisten dosen, ia harus melakukan pendekatan dengan calon 'anak didiknya' yang dalam waktu dekat akan mengikuti lomba antar Universitas.
"Aku diharuskan mengajarkan salah seorang anak tingkatan 2019, yang sebentar lagi ikut lomba musikalisasi puisi." Ujar Nuca
"Kamu tau sendiri kan, meskipun Kampus kita adalah jurusan Komunikasi. Ini adalah perdana, jurusan kita diminta satu kandidat untuk mengikuti lomba tersebut. Dan kamu tau, yang diusung adalah Nicole. Ia adalah keponakan wakil dekan III. Itu membuatku terbebani namun tak bisa bertindak apapun." Ujar Nuca panjang lebar.
Lini merasa tersentuh, Nuca tanpa beban bercerita padanya. Itu membuat Lini merasa dibutuhkan keberadaannya. Ia paham bahwa kegundahan Nuca bertambah ketika ia dibebankan terhadap hal yang ia belum tentu dapat taklukan.
"Aku yakin kamu pasti bisa. Asalkan, kamu adil terhadap diri kamu sendiri." Ujar Lini memeluk tengkuk Nuca erat, sehingga mereka bertatapan intens.
"Maksud aku, apapun yang kamu jalani, harus sesuai dengan kesanggupan kamu. Kalaupun si Nicole ini susah dibilangin, dan kurang tanggap dalam latihan, jangan sungkan untuk melaporkan kepada Wadek III. Karena biar mereka paham, bahwa kamu juga manusia, bukan robot yang 24 jam harus menuruti perintah mereka." Ujar Lini panjang lebar dan Nuca memperhatikannya dengan serius.
"Aku mau kamu lebih terbuka dan berani menyampaikan ketidaksukaan kamu. Biar orang lain juga paham bahwa kamu gak sanggup. Every Human has their own capacity, then you are." Ucapan Lini membuka mata Nuca.
Kegundahan Nuca tak luput dari sikap Nicole yang terlalu ramah dan terlihat dengan jelas mendekatkan diri kepadanya. Memang pendekatan tersebut adalah wajar, namun ia keberatan. Jika saja bukan karena permintaan kampus, ia tak akan mau mengajarkan Nicole, karena baginya, keputusan ini berat. Apalagi tanggung jawab lomba ada di dia sepenuhnya.
"Makasih ya sayang, udah mau mengerti aku, dan mau dengarkan isi hati aku." Ujar Nuca dengan wajah penuh kelegaan.
Lini yang merasa Nuca 'merasa ringan' karena kegundahannya telah diceritakan, beralih kepada keinginannya menanyakan mengenai Nicole.
"Nuc, Adik tingkatan kamu itu namanya siapa?" Ujar Lini seraya memainkan kalung perak tipis yang dipakai Nuca. Kalung yang panjangnya seulu hati, membuat Nuca keliatan menawan ketika bertelanjang dada.
"Yang mengikuti lomba? Namanya Nicole. Dia keponakannya Wadek III, dan aku malas berlama-lama dekat dengannya." Ujar Nuca seraya mengecup - ngecup pelipis Lini.
"Mengapa? Memangnya apa yany salah?" Ujar Lini seakan tidak tau apapun. Sebab penjelasan Nuca tadi, bisa jadi ada hubungannya dengan ucapan Vio.
"Iya. Mungkin karena dia keponakan pak Wadek III, ia merasa bahwa aku pasti mau berlama-lama menghabiskan waktu dengannya. Apalagi ia banyak bertanya, terkesan ramah, tapi menurutku menganggu." Gerutu Nuca dengan alis menukik tajam, seakan Nicole adalah orang yang paling berjasa dalam perubahan mood nya hari ini.
"Udah, Ih. Udahan ngomelnya. Pokoknya aku ngerti perasaan kamu. Anggap aja ini ujian, yang bakalan berakhir gak lama lagi. Kamu semangat ya sayang." Ujar Lini seraya mengecup pipi Nuca lembut. Hal itu kontan saja membuat Nuca tersenyum lebar dan membalas memagut bibir Lini gemas.
Lini paham sekarang, bahwa perkataan Vio ada hubungannya dengan kekesalan Nuca. Nicole itu memanfaatkan posisinya sebagai mahasiswi yang diberikan tanggung jawab perlombaan, untuk mengambil kesempatan dalam mendekatkan diri pada Nuca secara instan dan mudah.
Mulai saat itu, Lini bertekad akan bermain cantik, jika sewaktu-waktu, Nicole membuat ulah. Dan ia tau apa yang akan ia lakukan. Segera.
***
"Aku kan percaya pada apapun perkataanmu, karna ku cinta"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hatiku Dikamu
ФанфикRaja Giannuca, sosok yang tidak akan pernah dilupakan oleh Mahalini Raharja. Sekeras apapun Nuca mempertahankan ego nya tetap saja Lini cinta. Tapi, apakah Lini akan sanggup memperjuangkan Cinta nya untuk Nuca ketika penolakan tak kasat mata sering...