"Beribu kali kukatakan berulang, kamu milikku, takkan sedikitpun bibir ini merasa sembilu"
***
Bunyi peraduan sendok dan garpu memenuhi dapur minimalis yang terletak di lantai satu yang memiliki meja bar disudut ruangan yang saat ini ditempati oleh Lini dan Nuca.
Nuca dengan bersemangat menghabiskan suapan terakhir di piringnya yang berisi sup daging dengan nasi putih. Itu semua adalah buatan tangan Mahalini, yang saat ini menatap Nuca seraya tersenyum. Entah mengapa melihat Nuca yang selahap ini menyantap makanannya, membuat hati Lini berdesir.
Setelah tadi drama diantara mereka, yang berujung Nuca meminta maaf secara tulus terhadap Lini, membuat Lini dengan semangat memasak makanan terbaik untuk Nuca.
Semburat merah lagi dan lagi menyapa kedua pipi Lini. Ketika ia memasak, ada saja kelakuan luar biasa Nuca yang membuat Lini ketar-ketir. Contohnya ketika ia memotong bahan-bahan sup, Nuca dengan manisnya mengikat rambut Lini yang tergerai jatuh kebawah.
Dan juga ketika Lini mulai memasak sup, Nuca dengan gentle nya meminta untuk mengaduk Sup daging didalam panci. Tentu saja itu membuat Lini menjadi sangat tercengang akan sikap Nuca yang terlalu peduli.
Tuk!
Aw! Lini mengusap dahinya dengan kesal. Nuca baru saja mengetuk dahinya dengan sendok bekas ia pakai.
"Apa apaan sih, kamu! Jorok tau!" Ujar Lini menyipitkan matanya seraya mengusap dahinya kesal.
"Maaf, habisnya kamu melamun sambil senyum, apa-apaan itu?" Balas Nuca seraya tertawa kecil, dengan wajah merasa bersalah.
"Ehm.. ga ada. Aku hanya heran dengan sikap kamu tadi. Tumben." Ujar Lini seraya memajukan wajahnya dengan tatapan Jenaka.
Aw!
Lini memekik ringan, Nuca baru saja menggigit cupid hidung Lini dengan gemas. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Nuca yang memasang tatapan kesal.
Lini mengusap hidungnya dengan wajah merengut dan segera menarik pipi Nuca, "Sekarang nama tengah kamu itu, Raja Mesum Giannuca."
Nuca semakin geli dibuat Lini. Perkataan Lini sangat menggelitik perasaan Nuca yang entah mengapa ia sangat menyukai ini semua.
"Mana sini aku liat, kasian banget kamu. Cup cup cup." Ucapan Nuca mendapatkan geplakan galak dari Lini, yang dihadiahi tertawaan geli Nuca lagi.
"Kamu kirain aku anak kecil apa, dibujuk begitu." Ujar Lini seraya mencubit kecil Nuca.
"Maaf maaf ya calon istri." Ujar Nuca seraya mengelus tangan Lini.
Blush!
Sialan! Pipi Lini mendadak merona tidak jelas. Perkataan Nuca sangat berarti bagi Lini, inilah yang sangat ia tunggu-tunggu, pengakuan Nuca.
Biarpun Nuca tidak terlalu memborbardir hubungan mereka dengan status berpacaran, tunangan, dan lainnya, ia tak masalah, malahan dengan celetukan manis seperti ini saja membuat Lini merasa Nuca memang untuk Lini seutuhnya. Lagipula suatu hubungan tidak harus di proklamirkan dengan lantang, namun dijalani dengan tulus.
***
Menjelang malam hari, para mahasiswa unit 02 menggelar api unggun dengan tikar piknik digelar disekelilingnya. Halaman belakanh villa yang luas ini, di kelilingi oleh lampu taman yang tinggi sehingga menambah penerangan mereka.
Agenda ini tidak ada didaftar kegiatan khusus, namun adanya didaftar kegiatan cadangan. Namun dikarenakan kegiatan khusus telah selesai maka, tak ada salahnya agenda ini mendadak di usulkan. Dan disinilah mereka berkumpul.
Empat meja bundar terdapat di setiap sudut perkumpulan, lengkap dengan minuman yang disediakan pihak penginapan. Juga Ayunan kain yang terikat di delapan titik di halaman belakang menambah keramaian halaman tersebut.
Disekeliling api unggun, terdapat karpet bulu yang dilengkapi bantal - bantal kecil yang menambah kesan nyaman kegiatan tersebut. Juga ada empat tenda yang berjarak sekitar lima meter dari api unggun menambah kesan ramai dimalam itu.
Beberapa dari mereka membentuk kelompok-kelompok kecil yang terletak dibeberapa titik dihalaman. Dan begitu juga dengan kelompok yang saat ini Nuca dan Lini bergabung. Terdapat Wahyu, Dimas, Yuna, Putra, Lucky, Alex, Wina, Tia, dan juga Nuca, Lini.
Ketika tengah asik bercengkrama, Vio yang juga satu unit dengan mereka, yang merupakan teman dekat Wina, datang dan mengusulkan suatu ide.
"Eh, gue ada ide nih. Gimana kalau kita main ToD?" Ujarnya
"Huh? Apaan ToD? Gak ngerti gue." Saut Dimas dengan wajah penasarannya.
Vio menepuk dahinya dengan gemas, "Aduh! Masa iya gak tau. Truth or Dare. Ntar yang gak mau Truth pas gilirannya jujur, harus ikutin perintah dari kita semua, berlaku juga buat Dare ya, Gimana? Setuju gak?" Lanjutnya
Perkataan Vio disetujui oleh mereka semua, dan dikarenakan disekitaran mereka tidak terdapat botol untuk diputar, maka Lini berinisiatif ke dapur untuk melihat botol apa yang dapat digunakan.
***
Lini berjalan kearah dapur kotor, tempat dimana para asisten di villa ini memasak segala makanan. Ia berfikir bisa saja botol tersebut ada disana. Dan benar saja, sebuah botol minuman berkaca bening terletak di samping suatu rak.
Kemudian ia berjalan menuju halaman belakang kembali, untuk memberikan botol tersebut agar segera memulai permainan. Namun tak disengaja, bahu Lini tertabrak dengan dada bidang seseorang, dan hal tersebut membuat Lini terjerembab dan botol di tangannya menggelinding dengan keras.
Aduh!
Telapak tangan Lini terasa terbakar saat bergesekan dengan lantai luar halaman yang kasar, namun tak lama sebuah tangan bertengger di bahunya dan membimbing Lini untuk segera berdiri.
"Maaf, maaf, aku bener-bener gak sengaja. Sekali lagi maaf." Ujar lelaki tersebut.
Lini menatap wajah lelaki itu dan menyipitkan matanya. Selain ia kesal, ia juga berfikir keras. Perasaan Lini, anak-anak di jurusannya gak ada yang berwajah seperti pria ini.
Tangan lelaki tersebut, yang masih bertengger di bahu Lini, segera membersihkan badan Lini dari debu yang menempel.
"Sekali lagi aku minta maaf, aku minta maaf sudah menganggu perjalanan kamu ke luar." Ujarnya.
Lini mengangguk dan tersenyum kecil, ia segera menepis halus tangan lelaki itu dan berkata, "iya, gak apa apa, lain kali aku yang harus lebih hati-hati."
Lelaki itu merasa lega, dan mengulurkan tangannya, "Ngomong-ngomong, aku-"
"Revan!!"
***
"Kamu adalah Mauku"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hatiku Dikamu
أدب الهواةRaja Giannuca, sosok yang tidak akan pernah dilupakan oleh Mahalini Raharja. Sekeras apapun Nuca mempertahankan ego nya tetap saja Lini cinta. Tapi, apakah Lini akan sanggup memperjuangkan Cinta nya untuk Nuca ketika penolakan tak kasat mata sering...