Bagian Dua Puluh Empat - Labrak

1.2K 104 16
                                    

"Kenyamanan tidak bisa dibeli dengan apapun."

***

Sepulangnya dari kampus, Lini dan Nuca berencana untuk menghabiskan waktu mereka dirumah. Nuca dengan setelan santai duduk di ruang tamu paviliun yang ditempati Mahalini. Setelah tadi ia mandi dan bersiap di rumah utama, sekarang saatnya ia bersantai.

Mahalini keluar dari kamar dengan piyama one set bewarna biru dongker, bermotif abstrak. Dan menuju dapur untuk segera membuat makan malam mereka. Nuca ingin makan nasi goreng kampung, katanya.

Berhubung sekarang sudah jam lima sore, masih ada waktu bersantai sampai nanti waktu makan tiba. Segera Lini meraih wajan dan meletakkannya diatas kompor. Ia membuka kulkas dan mengambil bahan-bahan masakan. Sepulangnya mereka dari kampus tadi, Lini langsung menanak nasi di Rice cooker.

Setelah menyiapkan bahan-bahan, Lini segera memasakkan nasi goreng tersebut, dan menyajikannya diatas meja makan mini yang terletak tak jauh dari ruang tamu.

Setelah semuanya selesai, segera Lini membasuh tangannya dan menghampiri Nuca. Biar saja nanti menjelang jam delapan malam mereka makan. Kalau sore begini, bisa saja tengah malam Nuca cari cemilan, dan Lini mana bisa nolak.

Terlihat di sofa, Nuca dengan setelan santai, tengah memangku laptop dipahanya. Disana terlihat beberapa orang yang tengah melakukan meeting di aplikasi Zoom, dan perhatian mereka jatuh pada Nuca.

Yap, selama ini ternyata Nuca memiliki bisnis sederhana bersama teman-teman dan adik tingkatan mereka, yakni Bisnis distro, yang cabangnya sudah ada dua. Dan saat ini ia tengah melakukan meeting dengan para anggotanya.

Distro milik Nuca adalah Distro yang memiliki berbagai jenis pakaian trendi milik pria dan wanita dengan harga Mahasiswa. Dan banyak dari anggotanya Nuca adalah mahasiswa/mahasiswi kampus mereka sendiri.

Tampaknya, Nuca dan para anggota shopkeeper itu telah selesai urusannya. Lini yang duduk disamping Nuca pun langsung mengecup pipi Nuca.

Nuca mengalihkan perhatiannya setelah meletakkan laptopnya di samping kanan.
"Uh, calon istri aku udah berani kecap-kecup ya. Sini serempet bibir sikit." Ujar Nuca yang dihadiahi tamparan kecil dibibirnya

"Jahat ih." Ujar Nuca mengusap bekas tamparan yang tak terasa apapun itu.

"Lagian kamu becanda aja, kan gemes." Ujar Lini seraya ikut mengusap bekas tamparannya.

"Udah selesai meetingnya?" Ujar Lini kembali.

"Udah dong, sayang. Kan cuma tanyain laporan keuangan bulan ini aja. Kalau jumpa langsung mana sempat." Ujar Nuca dengan menyenderkan kepalanya di lengan Lini. Aroma tubuh Lini menenangkannya

"Jangan diforsir ya sayang, kamu harus berfikiran positif terus, biar anggota kamu juga jujur kerjanya." Ujar Lini seraya menolak kepala Nuca lembut. Sedari tadi Nuca melendot di lengannya.

"Ih, Nuca. Sanaan Ih. Jangan ngelendot gitu, geli." Ujar Lini. Pasalnya Kekasihnya itu makin beringas mengendus badannya. Kurang kerjaan.

"Nyiumin kamu tu, candu. Menenangkan banget." Ujar Nuca

"Apaan yang menenangkan, bau keringat gini." Ujar Lini berjingkat kecil saat dirasa Nuca mengendus daerah lehernya.

"Gak apa, aku suka. Biarin gini aja dulu ya Lin, jangan dilepas." Ujar Nuca dengan memeluk Lini sepenuhnya dari belakang. Yang membuat Lini hanya bisa pasrah dipelukan kekasihnya.

***

Masuk kelas pagi itu sama sekali gak enak. Sama seperti hari ini, Mahalini mendadak harus masuk karena ada jam tambahan kelas yang beberapa hari yang lalu tidak ada dosen. Dan saat ini, ia harus berangkat sendiri dengan taksi online karena Nuca juga harus mengobservasi lahan yang akan dibangun hunian yang merupakan mega proyek perusahaan orangtua Nuca, dan tidak bisa diwakili oleh paman Herman, orang kepercayaan om Devan, papa Nuca.

Hatiku DikamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang