"Aku akan perjuangkan apa yang telah kita rencanakan. sampai nanti, kita dapat menua bersama"
***
Bunyi pendingin ruangan yang mati otomatis, membangunkan lelaki yang beberapa saat lalu terlelap tidur diatas sofa bed. Nuca mengerjapkan mata menyesuaikan dengan cahaya mentari yang menelusup melalui jendela kaca lebar dari arah samping kanan dan kirinya.
Saat ini tepat pukul enam pagi, dan semua benda diruangan tersebut otomatis akan mati dan hidup dengan sendirinya sesuai waktu yang ditentukan. Hal itu juga yang agak dikesalkan Nuca. Saat ini, dikarenakan tirai yang otomatis terbuka, menyebabkan perempuan di pelukannya kini mengerjap kesal, karena tidurnya telah terganggu.
Nuca memperhatikan perbuatan menggelikan mereka semalam. Baginya, tak ada yang akan ia sesali, toh sebentar lagi pernikahan mereka akan segera berlangsung. Namun kegiatan mereka semalam semakin membuat Nuca ingin menjaga Lini.
Nuca tersenyum kecil melihat Lini yang tertidur berbantalkan lengannya. Tubuh Lini berbalut selimut hingga dada, yang untungnya tidak melorot jatuh. Jika itu terjadi, entah apa yang akan merasuki Nuca kembali. Tentu saja Lini akan menjadi candunya tiap saat.
Setelah mendapatkan pandangan dengan jelas, Lini baru bisa fokus terhadap Nuca didepannya. Dengan keadaan full naked, mereka merapat seakan butuh kehangatan lebih.
Muka Lini bersemu, dan Nuca tidak melewatkan itu. Ia dapat melihat seluruh wajah, leher, hingga lengan Lini yang tak tertutup selimut, memerah. Wanitanya tengah malu. Dan Nuca tak menyalahkan Lini, itu hal lumrah, apalagi ini kali pertama bagi mereka berdua.
Lini mengalihkan pandangannya. Ia malu, sedari tadi Nuca menatap intens wajahanya. Segera Nuca menangkap dagu Lini dan mengarahkan kembali untuk menatapnya.
"Hei, kenapa harus malu, hmm?" Ujar Nuca lembut. Suara seraknya dipagi hari membuat Lini berdegup
"Aku.., emm, bukan malu, tapi-" Lini menatap Nuca dengan wajah frustasi dan kesal. Ia gemas karena Nuca biasa-biasa saja ketika mereka berbicara dengan keadaan terbuka seperti ini.
Lini menarik nafas panjang, dan bangun dari tidurnya dengan memegang selimutnya erat-erat. Ia takut sewaktu-waktu selimut tersebut jatuh dan menguntungkam mata Nuca.
Aw!
Namun kegiatannya terhenti saat Lini merasakan tusukan tak kasat mata di tubuh bagian bawahnya, namun seiring berjalannya waktu, rasa sakit itu memudar. Namun wajah khawatir Nuca terpatri jelas.
"Kamu gak apa apa Lin?" Ujar Nuca tak dapat menutupi suara khawatirnya.
"Enggak, hanya agak nyeri sedikit, sepertinya sudah gak terlalu." Ujarnya tersenyum lembut.
Nuca mengingat selama ia sangat bersemangat namun ia juga seperti orang tolol yang melupakan kenyamanan Lini. Lini juga begitu menikmati saat-saat mereka semalam. Sering ia mendengar dari teman-temannya mengenai 'ini' dan kata mereka memang menyakitkan diawal, dan Lini sudah merasakannya.
Namun, sesuatu menghentak ingatannya, segera Ia duduk menghadap Nuca yang masih berbaring miring menghadap Lini. Lini menekan pipi Nuca dengan jari telunjuk dan jempolnya seraya bergumam gemas, "kamu ya! Bisa-bisanya selamam gak pakai pengaman.!"
"Kalau nanti aku hamil, Gimana?" Ujar Lini gemas, menggerakkan wajah Nuca kekiri dan kekanan. Yang dihadiahi Nuca dengan senyum pecicilannya.
"Kalau jadi, aku nikahin kamu." Nuca berbicara terbata dengan mulutnya yang tidak leluasa karena jepitan Lini di pipinya.
Puk
"Aw! Sakit Lin." Ujar Nuca mengelus bibirnya setelah tadi ditepuk kasar oleh Lini.
"Kamu sih! Kalau ngomong suka asal. Aku gak mau tau ya. Pokoknya kamu cari cara." Ujar Lini marah setengah ngambek.
Nuca menatap Lini yang masih merengut. "Iya, sekarang kita bersih-bersih ya, setelah ini kita ke apotik tanya sama apotekernya." Ucapan Nuca diterima dengan anggukan oleh Lini. Dan ia memutuskan untuk segera membersihkan diri.
Lini berbalik memunggungi Nuca dan menggelung rambut panjangnya tinggi, tanpa ikatan rambut sekalipun. Leher jenjangnya membuat Nuca mengerang kesal. Kenapa Lini begitu cantik dimatanya.
Segera Lini bangkit dari sofa bed, setelah tadi ia membalut tubuhnya dengan selimut yang mereka pakai semalam, meninggalkan Nuca yang hanya memakai celana pendeknya, yang ia pakai segera setelah pergumulan mereka semalam.
Lini menatap lantai yang ia pijaki. Disana terdapat pakaian mereka yang berserakan, termasuk pakaian dalam mereka masing-masing. Dan disudut kiri, terletak dengan mengenaskan piring pasta dan omlete yang tak sempat ia habiskan semalam. Untung saja piring tersebut tidak pecah berserakan, hanya terbelah dua. Lini akan menyuruh Asisten rumah tangganya saja nanti yang bersihkan.
Segera Lini memungut pakaian mereka dan menyerahkan pakaian Nuca untuk dipakai, yang mendapatkan gelengan dari Nuca. "No. Kamar aku gak sampai lima meter dari sini. Pakaianku kamu cuci ya." Ujar Nuca seraya bangun dan menghampiri Lini.
Ia mengecup kening dan bibir Lini cepat. "Nanti aku kesini lagi untuk sarapan. Aku request roti bakar ya sayang." Ujar Nuca dengan mata jenakanya
Lini menyipitkan matanya dengan sikap seenaknya Nuca. Setelah mengatakan perintahnya tadi, Nuca segera pergi untuk membersihkan diri tanpa mendengarkan rasa ingin protes Lini, dan Lini maklum akan hal itu.
Segera Lini pergi kekamarnya dan menyulap ruang tamu serta sofa bed agar nanti tak terlihat seperti telah terjadi sesuatu semalaman tadi.
***
Nuca menatap kedepan. Saat ini ia tengah fokus menyetir untuk mencari tempat makan siang yang dapat mengobati rasa lapar mereka berdua. Baru saja ia dan Lini membeli pil pencegah kehamilan, setidaknya begitu yang apoteker tadi katakan.
Dan Lini sudah mengkonsumsi pil tersebut. Padahal Nuca sudah menyarankan Lini untuk membiarkan saja apabila perbuatan mereka semalam membuahkan hasil.
Namun perkataannya dihadiahi wajah cemberut Lini, yang membuatnya mengalah. Apapun yang Lini inginkan adalah mutlak tak boleh diganggu gugat.
Nuca menatap Lini yang sedari tadi sibuk dengan buku ditangannya. Terlihat seperti Novel. Namun itu sangat tebal.
"Kamu udah baca buku itu setengah? Gak bosan apa?" Ujar Nuca kembali mengalihkan tatapannya kedepan saat mobil didepan mereka berhenti.
"Enggaklah. Novel ini adalah novel favorite dengan segala impian para gadis tertuang disini." Ujar Lini membanggakan Novel kesayangannya.
Nuca menatap Lini sekilas, ia melihat Lini tersenyum begitu ceria seraya membaca novel tebal tersebut.
"Memangnya hal apa yang membuat kamu tersenyum begitu lebar dan tulus saat membaca novel itu?" Ujar Nuca penasaran.
"Entahlah. Yang jelas setiap penulis ini menjabarkan tentang indahnya pernikahan dan kehidupan rumah tangga, membuat aku membayangkan kebahagiaan yang sama." Ujar Lini menatap Nuca dalam. Tersirat suatu makna didalam ucapannya.
Nuca tidak menjawan ucapan Lini, ia memarkirkan mobilnya di parkiran mobil salah satu rumah makan yang mereka tuju.
Nuca melepaskan sabuk pengaman, dan memusatkan tatapannya kepada Lini. Ia menangkup Pipi Lini dan mendekatkan wajah kepadanya.
"Doakan aku, akan bisa ku wujudkan keinginan kamu. Agar bisa aku berjuang untuk kamu. Sampai nanti kita menua bersama dengan para buah hati kita." Diakhiri ucapannya dengan kecupan ringan di pelipis Lini.
Entah mengapa, Lini menjadi sedikit terharu. Selain ia mengaminkan ucapan Nuca, ia juga dilingkupi perasaan takut akan apa yang terjadi nanti. Namun ia menghalau semua fikiran buruk dengan yang baik-baik. Ia berharap, harapan mereka satu dan sama.
***
"Aku berjuang demimu, kuharap kau mengerti dan mendoakanku"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hatiku Dikamu
FanfictionRaja Giannuca, sosok yang tidak akan pernah dilupakan oleh Mahalini Raharja. Sekeras apapun Nuca mempertahankan ego nya tetap saja Lini cinta. Tapi, apakah Lini akan sanggup memperjuangkan Cinta nya untuk Nuca ketika penolakan tak kasat mata sering...