"Setiap tetes air mata, tetap akan tersapu dengan satu senyuman. Setiap rasa gundah gulana, akan tersapu dengan satu kepedulian. Kamu penyemangatku."
***
Saat ini Lini merasa kaku duduk disamping Nuca. Badannya serasa panas dingin. Entah mengapa, Lini merasa agak aneh karena ini semua. Rasa cinta dia terlalu dalam sehingga ini memicu perasaan berdebar saat hanya berdua saja didalam mobil Nuca.
Lini memandang pemandangan Ibukota menjelas sore dihadapannya. Bukan karena iseng, Nuca mengajak nya pulang. Namun saat di Kampus tadi, setelah mata kuliah perfilman, semua teman-teman Lini berkumpul ke kantin atau taman kampus menunggu hingga mata kuliah berikutnya. Dan Lini, seperti biasa duduk di bangku taman sendirian, tanpa seorangpun mau menyapa nya. Ia seorang yang susah bersosialisasi.
Ditambah lagi dengan kabar bahwa ia dan Nuca di jodohkan, semakin menambah ketajaman tatapan perempuan-perempuan di Kampus terhadapnya. Maka dari itu, tadi, tiba-tiba saja, pria kaku bin cuek ini mengirim pesan online ke Lini. Nuca menyuruhnya untuk ke parkiran.
Disinilah ia sekarang. Nuca menyetir dengan tenang, namun Lini terdiam dalam rasa penasarannya. Nuca melirik Lini dan bertanya, "Kamu kenapa?" Ujarnya.
"Ehm, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong kita mau kemana.?" Ujar Lini menatap Nuca. Ia asing dengan kepekaan Nuca ini. Atau ia yang selama ini salah.
"Pulang. Aku lelah dan ingin tidur. Lagi pula sehari tidak masuk mata kuliah, tidak masalah bukan..?" Ujar Nuca santai.
Apa-apaan. Kalau itu Nuca tidak masalah. Dia cerdas dan ia laki-laki. Sedangkan Lini, otak pas-pasan, ditambah tidak akan ada yang mau kompromi dengannya. Bagaimana bisa ia dapatkan catatan untuk minggu depan. Astaga, Lelaki ini!
"Terserahlah, aku juga lelah." Lini mengucap singkat. Ia tersinggung, namun gengsi memarahi Nuca. Hal itu mengusik Nuca. Mengapa ia merasa bahwa hal yang salah sedikit terasa begitu salah kalau itu menyangkut Lini.
Lini terkadang heran. Nuca seorang yang irit bicara, jarang tersenyum terhadapnya, namun mengapa dihadapan orang lain sangat leluasa bercakap. Atau Nuca yang terpaksa menjaganya dan berbicara padanya.
Setelah menerima perjodohan ini, Lini bersikeras membuat dirinya terlihat kuat, dengan menyelesaikan apa-apa sendiri. Ia tidak ingin merepotkan Nuca. Alasan bahwa Nuca mungkin saja tidak suka ia terlalu merepotkan menjadi tujuan Lini membuat Nuca nyaman.
Lini kembali melihat Nuca seraya berkata, "Nuca, apakah syuting film pendek nanti, kita akan berangkat bersama.?"
Nuca menghela nafas dan berkata, "rencanannya nanti, saya akan mengusulkan satu buah bus Kampus, karena kita ramai, sepertinya dua bus cukup."
Oke. Oke. Bagi Lini karismatik Nuca sama sekali tidak hilang. Seperti bertambah berkali kali lipat. Mengapa Nuca harus setampan itu. Lalu, apakah ini pertanda Nuca mulai membuka hati untuk Lini, dengan mulai berbicara santai didepannya..?
Jujur saja ini membuat Lini menahan senyum kecilnya. Ini tidak bisa dibiarkan. Hati kecilnya seperti tergelitik tak jelas. Kenapa kamu murah sekali Lini. Ya ampun.
Nuca memandang Lini ketika mobil berhenti tepat ketika lampu lalu lintas berubah metah. Entah mengapa tidak bisa dipungkiri, wajah Mahalini memerah menjadi ketertarikan tersendiri.
Merasa dipandangi, Lini melihat kesamping dan menemukan wajah Nuca yang memandangnya lekat. Blush! Gawat, pipi Lini semakin memerah. Hal itu spontan membuat Nuca tersenyum lebar. Entahlah ia merasa geli bercampur senang, ia tak paham ini reaksi apa. Sepertinya ini yang disebut tatapan menggoda.
'Sialan kamu Nuca' rutuk Lini dalam hati. Baru beberapa kali membuat pipi Lini bersemu, kenapa rasanya Lini yang malu. Nuca adalah cinta pertamanya, itu juga yang membuat Lini tak segan segan menuruti apapun keinginan Nuca. Entah Ia yang terbawa perasaan, atau memang perasaan Lini luar biasa murah nya, cuman karena tatapan saja ia sudah benar-benar tak bisa berkutik. Lini menggerutu dalam hati.
***
Sesampainya dirumah, Lini dan Nuca langsung menuju kerumah utama dan terlihat Rahma dan Devan sudah duduk di meja makan dengan perbincangan kecil. Nuca yang melihat orangtua nya telah kembali dari Luar kota, tersenyum sumbringah dan langsung mengecup kedua pipi ibunya penuh rindu.
"Mama jam berapa sampai" ucapnya.
"Sekitaran jam sebelas tadi, sayang." Ujar Rahma, kemudian ia beralih ke Lini yang tengah berdiri di samping meja makan.
"Halo sayang, kamu apa kabar..?" Rahma memeluk Lini erat, dan menlanjutkan perkataannya, "Nuca ngak macam-macam sama kamu kan, dia ngak jahatin kamu kan..?".
Deg
Ucapan Ibu Nuca membuat Lini kaku, ia langsung teringat malam ketika Nuca menemaninya. Apakah itu termasuk kedalam kategori 'macam-macam' yang di lontarkan tante Rahma..?
Lini gelagapan, dan menatap Rahma, "Enggak, tante. Kami baik-baik saja. Nuca ngak ngapa-ngapain kok." Ujarnya
"Baiklah kalau begitu." Rahma menimpali seraya berjalan ke arah kompor, dan mematikan pematiknya, "ayo, kita makan siang bersama, setelah itu kalian pergilah istirahat, kalian pasti lelah." Rahma duduk disamping Devan yang tengah asyik menyantap makan siang nya, dengan Nuca disisi kanan Rahma.
Meja makan itu melingkar, sehingga Lini kebagian duduk percis disamping Nuca. Ia menatap Nuca yang ternyata sangat serius dengan makanan dihadapannya. Hal tersebut membuat Lini penasaran, apakah Nuca tidak ternganggu dengan ucapan tante tadi. Padahal kalau diingat-ingat, kejadian malam itu terlalu manis dan juga terlalu aneh bagi Lini. Terkadang juga hal itu membuat ia tersenyum senyum sendiri.
***
Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh para Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unit 02. Dikarenakan pada hari ini berlangsungnya praktek mata kuliah perfilman kelas Bapak Efendy. Dan sesuai arahan beliau, yang bertanggung jawab penuh mendapingi unit 02 adalah Nuca.
Dengan izin orangtua dan wali masing-masing mahasiswa/i tersebut, mereka bersemangat mengikuti perkuliahan tersebut apalagi dibarengi dengan liburan. Waktu tiga hari bukanlah waktu yang sebentar jika kita menikmati dengan tenang kesempatan itu.
Saat ini para mahasiswa/i yang telah bersiap dengan perlengkapannya masing-masing, memasuki pintu Bus satu persatu. Dengan memakai dua bus membuat para mahasiswa/i yang berjumlah tiga puluh delapan orang tersebut tidak berdesak-desakan.
Wahyu, yang menjabat sebagai ketua unit berdiri bersisian dengan Yuna Sekretaris unit 02, dihadapan Mahasiswa/i Bus pertama. Mereka ingin memberikan ultimatum dan beberapa pesan agar dua puluh tiga mahasiswa/i yang ada di bus pertama tidak melanggar peraturan yang membuat Nuca menjadi kerepotan nantinya.
Lini, saat ini menjabat sebagai asisten sutradara pada pemilihan tugas beberapa hari yang lalu, juga saat ini merambat sebagai asisten Nuca. Namun hal tersebut membuat Lini sangat Risih. Ia merasa bahwa menjadi asisten Nuca terlalu membuatnya tersorot dan dilihat banyak orang, apalagi tatapan perempuan-perempuan pengagum Nuca.
Lini berdiri bersisian dengan Yuna dan Wahyu. Ia bertugas memberikan bet nama lengkap dengan peraturan tertulis di belakang bet tersebut.
"Lin." Ujar Yuna. Langsung Lini menatap Luna seraya menaikkan kedua alisnya.
"Langsung aja kamu bagiin bet nya, kita masih ada bus satu lagi, biar cepet." Ujar Yuna dan diangguki oleh Lini.
Masing - masing mahasiswa/i mendapatkan bet tersebut dan segera mengalungkannya. Lini juga segera menggalungkan bet ketika punyanya telah ia temukan.
Tak berapa lama, ketika Lini, Yuna dan Wahyu selesai dengan tugas mereka, Lini melihat Nuca berdiri di luar sana, dengan Hoodie Hijau daun dan celana levis miliknya, yang membuat Lini melihatnya semakin jatuh cinta.
Nuca melihat kearah mereka bertiga dan mengode dengan lambaian tangan. Dihadapan Nuca berdiri Dimas, Rahayu, Kinan, Putra, Ryan, dan Razi, membentuk lingkaran. Segera saja Lini, Yuna dan Wahyu menyusul dan berdiri berkeliling.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hatiku Dikamu
FanfictionRaja Giannuca, sosok yang tidak akan pernah dilupakan oleh Mahalini Raharja. Sekeras apapun Nuca mempertahankan ego nya tetap saja Lini cinta. Tapi, apakah Lini akan sanggup memperjuangkan Cinta nya untuk Nuca ketika penolakan tak kasat mata sering...