Bagian 4

58 6 1
                                    

Kami sudah sampai di sekolah adiknya Shaba. Sekolah Menengah Pertama yang berisi siswa-siswi berasal dari berbagai daerah di negriku. Kata Shaba, adiknya laki-laki masih kelas satu SMP. Dia juga bilang kalau adiknya sangat tampan mirip dengan almarhum ayahnya. Aku baru tau kalau ternyata Ayah Shaba sudah meninggal, begitu juga dengan ibunya. Dan sekarang dia harus tinggal bersama ibu tirinya.

Sudah lama kami menunggu di gerbang sekolah. Hingga orang mulai keluar gerbang berbondong-bondong. Sekolah perlahan sepi. Tapi Zay, adiknya Shaba belum terlihat juga. Shaba mulai cemas, mondar mandir di gerbang sekolah. Khawatir apa yang akan terjadi pada adiknya.

"Aku baru belajar Kak," ujar seseorang. Shaba memasang pendengarannya dengan baik, sepertinya dia mengenal suara itu.

"Tapi kamu hebat Zay, mencetak delapan gol secara beruntun adalah hal yang sangat menakjubkan untuk pemula sepertimu. Aku takut kau akan mengalahkanku." Suara seorang lelaki dengan rambut dan baju yang setengah basah oleh keringat. Ia menepuk-nepuk pundak seorang anak berumur sekitar dua tahun lebih muda darinya.

"Zay! Akhirnya kamu datang juga. Dari tadi kamu kemana? Kakak menunggumu. Dan ini kenapa? Kenapa bajumu basah? Bau lagi." Shaba mulai memeriksa adiknya sambil terus mengomel. "Aduh Zay! Mama bisa marah melihatmu seperti ini."

"Hay Kak!"

Eh, aku ingin membalas sapaannya. Tapi ternyata anak laki-laki yang lebih dewasa dari Zay sedang menyapa Shaba.

"Ini pasti gara-gara kamu kan? Kamu ngajarin Zay berkelahi hah?"

"Aduh!" Anak lelaki itu mengusap lengannya yang dipukuli oleh Shaba. "Jangan galak dong Kak, entar tambah cantik." Anak lelaki itu malah menyeringai lebar pada Shaba. aneh.

"Kamu apakan adikku?"

"Tidak aku apa-apakan Kak, kami hanya bermain futsal. Aku ketua tim futsal nya." Anak lelaki itu malah mengangkat alisnya membanggakan diri.

"Aku gak peduli siapa ketuanya. Yang jelas, adikku jadi jorok begini gara-gara kamu kan?" Shaba melotot marah. Padahal demi apa, adiknya hanya berkeringat gara-gara mainfutsal. "Kamu kalau jorok jangan nularin ke Adik saya."

"Kita belum kenalan loh Kak." Anak lelaki itu mengibas-ngibas tangannya yang mungkin terkena debu tadinya, lalu mengulurkannya pada Shaba. "Namaku Yuga." Anak lelaki yang bernama Yuga itu malah mengedipkan matanya pada Shaba.

Aku tertawa melihat Yuga. Kalau di lihat-lihat sepertinya Yuga menyukai Shaba. Itulah kenapa Yuga menghadapi Shaba dengan tenang sambil menggoda.

Shaba menjitak kepala Yuga, lalu menarik tangan adiknya menjauh menuju jalan raya. "Dasar bocah! Gatel!"

Aku tertawa kecil, tidak berani memperlihatkannya pada Shaba. Bisa-bisa kepalaku yang dijadikan sasaran keduanya. Yuga masih memandang Shaba penuh kagum di gerbang sekolah. Kenapa pula anak itu tidak ikut keluar gerbang. Atau mungkin dia adalah penjaga sekolah ini? makanya tidak ikut pulang. 'Seram.'

"Kita berpisah disini ya, Far. Aku dan adikku akan mampir kesuatu tempat."

Aku mengangguk sambil tersenyum. Shaba membalas senyumanku. Lalu kami berpisah di jalan raya. Shaba sudah menaiki angkutan umum bersama Zay. Sedangkan aku langsung masuk ke mobil yang di kendarai oleh supirku.

~oo~

Koridor sekolah masih lengang. Hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang menuju arah kelasku. Sebahagian memperhatikanku, sebahagian lagi tidak peduli. Mungkin sedikit dari mereka sudah terbiasa melihatku. Akupun memilih tidak peduli. 'selama kamu tidak peduli semua akan baik-baik saja. Mereka itu hanya penasaran makanya suka memerhatikanmu.' Begitu kata Shaba padaku.

Kupu-kupu dan Senja ~TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang