"Bang Morgan! Bang! Ada yang mencari Abang," suara Abdul merusak konsentrasiku membaca Al-Qur'an. Sudah tau aku belum terlaru lancar membacanya. Lebih hancurlah bacaan Al-Qur'anku karna bocah ini. Akhirnya, aku memutuskan untuk membaca ..... untuk menutupi bacaan Al-Qur'anku. "Ada apa Abdul?" tanyaku.
"Ada abu Arifin datang kemari Bang. Beliau ingin bertemu dengan Abang," katanya ngos-ngosan.
"Abu Arifin? Yang benar saja kamu."
"Siapa yang berbohong bukan umat Rasulullah. Mana mungkin aku berbohong."
Aku mengerutkan keningku bingung. 'Ada abu Arifin datang kemari dan ingin menemuiku?' tanyaku dalam hati.
"Cepat Bang! Nanti aku dimarahi ustadz Bilal jika Abang telat datang."
Aku menggaruk kepalaku bingung. "Baiklah," putusku. Lalu mengikuti Si Abdul menuju rumah Syeikh Ahmad.
Disana sudah terlihat Syeikh Ahmad dan abu Arifin berbincang-bincang renyah terlihat akrab. Dan... eh, bukankah itu Fara? Fara mengenakan gamis berwarna kuning mustard senada dengan kerudungnya yang besar. Ia sedang berbincang santai dengan Sarah di karpet yang digelar dekat dengan sofa. Tatapan kami bertemu sekejap, namun buru-buru Fara mengalihkan pandangannya.
"Nah, ini dia! Kau tau Morgan sudah mulai bagus membaca Al-Qur'an. Padahal dia baru saja tiga hari berada disini," puji Syekh Ahmad. Beliau memanggilku untuk ikut duduk di sofa.
Aku agak sungkan, tapi beliau memaksa. Abu Arifin tampak tersenyum melihatku. "Apa kabarmu Morgan?" tanya Abu Arifin padaku membuatku sedikit gugup mengingat beberapa hari yang lalu.
"Baik Om, eh Abu." Benar saja aku gugup. Aku tidak boleh memanggil abu Arifin dengan sebutan Om seperti yang biasanya aku lakukan.
"Aku ingin menyampaikan kabar baik padamu Morgan."
Aku sedikit mengangkat pandanganku, penasaran.
"Apa kabar baiknya?" Syeikh Ahmad malah mewakili pembicaraanku sambil tertawa renyah.
"Kau tau Nak? Setelah kamu pergi. Setelah waktu Fara kembali sakit, tapi ia sembuh dengan cepat. Ia tidak merasakan sakit apapun lagi ketika mengingatmu. Dan lihatlah sekarang Fara baik-baik saja saat bertemu denganmu," jelas Abu Arifin spontan membuatku mengalihkan pandangan pada Fara. Ia tampak menunduk dan menyembunyikan senyumnya.
"Fara... sembuh Om? Eh, Abu?"
Abu Arifin mengangguk.
Aku tersenyum lebar, lalu mencium tangan Abu Arifin takzim. "Alhamdulillah. Puji syukur kepada Allah." Abu Arifin tersenyum. Aku berkali-kali mencium tangannya. "Berarti, aku boleh berteman dengan Fara, Om?Eh, Abu."
"Saya tau hatimu Morgan. Kamu ingin lebih dari sekadar teman. Kalau tidak, kamu tidak akan mau datang ke Daerussalam untuk menemui Fara," abu Arifin tertawa di ikuti oleh Syeikh Ahmad.
"Bahkan dia yang katamu pembuat rusuh adalah seorang pendiam disini," Syeikh Ahmad menimpali.
Aku menunduk malu. Tidak tau bagaimana Fara, mungkin dia akan malu juga. Aku tidak berani melihatnya.
"Kalau kamu ingin Fara. Selesaikan salaf dan kuliahmu disini. Setelah itu kalian boleh bersama," ujar abu Arifin.
"Benarkah Om? Eh, abu."
"Untuk apa saya berbohong," jawab abu Arifin. "Dan sebaiknya, kamu harus berlatih lebih banyak memanggil Abu atau Abi juga boleh. Biar sama seperti Fara," sambung Abu Arifin lalu tertawa di ikuti Syeikh Ahmad. Sarah pun ikut tertawa menertawakan kami berdua yang malah malu-malu kucing dengan candaan Abu Arifin.
"Saya siap Abu. Saya akan belajar dengan sungguh-sungguh," ujarku penuh semangat.
Abu Arifin tersenyum padaku menepuk punggungku. "Aku bangga pada muridku yang satu ini," ujarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-kupu dan Senja ~TAMAT
Novela JuvenilFarasya Rimasenja, masuk ke sekolah elite di pusat kota.Ia berasal dari kota Daerus, kota yang terkenal kental dengan syari'at Islam. Sedangkan di sekolah barunya, hanya ada hitungan jari yang beragama Islam atau bahkan mungkin tidak ada sama sekali...