Bagian 15

51 3 2
                                    

Esoknya sepulang sekolah, Aku ditemani Shaba sedang menunggu di jemput oleh Abi dan Umi. Kami akan langsung ke rumah sakit bertemu dengan dokter Miftah. Abi sudah berhasil menemukan nomor ponsel dokter Miftah, dan kami tau harus kemana untuk menemuinya.

"Itu dia Abi dan Umi," kataku. Menunjuk kearah jalan raya tempat mereka memarkirkan mobil. Baru saja langkah kami akan sampai ke mobil menanti sapaan dari orang tuaku. Morgan muncul memberikan seringai lebarnya.

"Assalamu'alaikum Om, Tante."

"Eh, Morgan. Wa'alaikumsalam. Kenapa kamu ada disini?"

Morgan menggaruk kepalanya. "Kan saya satu sekolah dengan Fara, Tan."

"Oh iya, Tante lupa." Umi tertawa kecil, mengingat kepikunannya di usia terbilang masih sedikit muda. Omong-omong usia umiku bekisar tiga puluh satu tahun, sedangkan abiku tiga puluh sembilan tahun.

"Eh, kok tumben Om dan Tante yang jemput Fara. Bukankah biasanya Fara dijempur supirnya?" tanya Morgan penasaran.

"Oh itu...." Abi tampak berfikir jawaban apa yang akan di berikannya untuk Morgan.

"Ayo Bi kita berangkat!" aku memotong pembicaraan. Sengaja, karna aku tidak mau lebih banyak orang tau tentangku. Termaksud Morgan. Dia bukan siapa-siapa, hanya sekedar teman biasa.

"Nah, ini Fara. Om dan Tante mau pamit dulu. Kami harus pulang." Abi tersenyum pada Morgan ingin mengucapkan salam. Tapi Morgan dengan cepat menimpali.

"Mau pulang? Tapi kok sudah rapi begini? Mau piknik ya Om? Kenapa gak ajak aku sekalian?"

"Abi dan Umi menjemputku untuk pulang. Bukan untuk jalan-jalan," tegasku. Agar dia tidak menjedakan maksud kami.

"Hay Far!" Morgan malah menyapaku. "Tadi aku tidak menemuimu di kantin, padahal aku ingin memberikan ini untukmu." Morgan mengeluarkan kotak makanan dari dalam tas nya lalu memberikannya untukku.

Aku hanya terdiam, tidak membantah juga tidak menolak. Lalu menerima kotak makanan dari Morgan. "Itu titipan dari mama, mama akan sangat senang kalau kamu kembali bertamu kerumah."

'Deg,' jantungku berdetak seketika. Ketika Morgan memberikan senyum khasnya padaku. Seketika itu juga rasa sakit muncul menyerangku. Masih menyerang ulu hatiku saja.

Aku membalas senyumnya tipis. "Makasih," ucapku. Langsung masuk ke dalam mobil di ikuti Shaba. Tidak menunggu respon apa yang akan di sampaikan Morgan padaku nantinya. Yang sekarang hanyalah sakit, badanku mulai melemas. Seakan tulang persedianku sudah mulai melapuk tak bisa berdiri.

Terdengar suara Abi yang mengucapkan salam kembali mohon pamit pada Morgan. Lalu masuk ke dalam mobil dan langsung melihat kondisiku yang mulai pucat.

"Ayo Bi! kita jalan sekarang."

Mobil belum juga melaju. Umi, Abi, juga Shaba sama-sama menatap khawatir kearahaku. Di luar sana, masih terlihat Morgan yang menunggu mobil kami melaju pergi di jalanan kota. Dia belum pergi.

Aku tidak tau apa Morgan akan merasa aneh dengan sikapku. Padahal baru beberapa hari kemarin kami menjadi teman baik. Bahkan aku ke rumah Dinka bersamanya untuk menjenguk kakaknya itu. Namun, tiba-tiba saja aku berubah untuk menjauhinya.

Aku menunduk, menghindari tatapan khawatir mereka. sakit di bagian tubuhku sudah mulai hilang ketika Abi melajukan mobilnya meninggalkan sekolah.

"Kamu baik-baik saja Sayang?" tanya Umi penuh kekhawatiran. Ia merasa aneh melihat sikapku tadi.

Aku mengangguk.

"Benar kamu baik-baik saja?" tanya Shaba kembali.

Aku kembali mengangguk meyakinkan. "Aku baik-baik saja."

Kupu-kupu dan Senja ~TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang