Aku sudah tiba di sebuah gerbang rumah berlantai dua sederhana. Ini adalah rumah abu Arifin seperti yang diberitahukan oleh supir syeikh Ahmad yang mengantarku ke tempat ini. Beberapa menit yang lalu aku sudah beranjak pamit pada syeikh Ahmad untuk pergi. Tidak kepada pak Zul, karna saat aku diantarkan Sarah, pak Zul sudah lebih dulu menghilang.
Rumah Fara berada di kawasan pesantren. Kalau kata Syeikh Ahmad ini bukanlah pesantren. Orang-orang di kota menyebutkannya sebagai 'Dayah'. Karna hanya mengajarkan ilmu agama dan tidak mengajarkan ilmu pengetahuan umum.
Di rumah itu aku bertemu dengan seorang wanita seumuran denganku juga dengan Fara. Ia tersenyum ramah padaku bertanya apa tujuanku datang. "Apakah saya bisa bertemu dengan abu Arifin?" tanyaku sopan.
"Silahkan duduk dulu! Akan saya panggilkan Abu kemari," tawar wanita itu menyuruhku duduk di sebuah kursi rotan di teras rumah.
Tak lama, Abu Arifin datang menghampiriku. Dengan senyum sendu yang terpancar diwajahnya. Hal yang pertama ingin ku tanyakan adalah Fara. Tapi urung, aku tidak mau terburu-buru. Atau sama saja, nantinya aku tidak akan bertemu dengan Fara.
"Assalamu'alaikum warahmatullah," ucap Abu Arifin.
"Wa'alaikumsalam warahmatullah," jawabku.
"Apa kabarmu Morgan?" Abu Arifin mengambil kursi yang ada di hadapanku.
Aku tersenyum, "Alhamdulillah baik."
"Saya memang sudah menduganya, kamu akan menyusul kesini."
"Saya ingin bertemu dengan Fara, Om." Aku tidak bisa memanggil beliau'Abu' sama seperti yang lain pada umumnya. Aku sudah terbiasa memanggilnya Om.
Abu Arifin menggeleng. "Kamu tidak bisa menemui Fara."
"Aku hanya ingin bertemu dengannya, aku tidak ingin menyakitinya."
"Saya menghormatimu sebagai tamu di rumah ini. Tapi Fara tetap tidak boleh bertemu denganmu Morgan," Abu Arifin tampak memberikan penegasan pada kata-katanya.
"Baiklah Om. Jika aku tidak boleh bertemu dengan Fara tentu aku harus tau alasannya." Tentu saja aku harus tau, aku sudah jauh-jauh datag kesini. Aku tidak mau kembali tanpa tau apa-apa.
"Mohon maaf jika saya tidak bisa menghormatimu. Tapi saya minta padamu untuk pulang Morgan. Saya tidak akan memberikan informasi apa-apa tentang putri saya."
"Saya hanya ingin tau alasannya Om, apa salah saya sehingga Fara tidak mau menemui saya," ujarku tak terima.
Abu Arifin tidak peduli. Beliau langsung masuk ke dalam rumahnya lalu mengunci pintu. Aku ingin mendobrak pintu itu saking kesalnya. Tapi kutahan, aku tidak boleh melakukannya. Itu sama saja aku berlaku tidak sopan pada beliau.
Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu di teras rumah. Orang-orang yang lewat sesekali melirik kearahku bingung. Mungkin mereka mengiraku orang gila atau apalah. Tapi sekarang aku memang gila. Aku gila karna aku tidak bisa menemui Fara.
Azan pertanda shalat zuhur berkumandang. Aku memutuskan untk shalat zuhur terlebih dahulu, mungkin hatiku akan lebih tenang nantinya. Sungguh yang aku minta kepada Tuhan hanya bertemu dengan Fara dan bertanya apa alasannya menjauhiku. Satu dua orang bertanya padaku bersal dari mana. Aku hanya menjawab dari pusat kota, ingin berkunjung. Aku tak mau mengatakan apa maksudku sebenarnya untuk datang ke kota ini.
Sorenya aku memutuskan untuk mencari penginapan di sekitar dayah. Mungkin besok aku bisa mendatangi rumah abu Arifin kembali. Semoga saja abu Arifin bisa berubah pikiran mengizinkanku untuk bertemu dengan Fara.
Tapi sama saja, semuanya adalah sebuah harapan. Aku tetap saja tidak di perkenankan untuk bertemu dengan Fara. Bahkan pintu gerbang rumah di kunci rapat saat hari kedua aku datang ke rumah itu. "Mohon maaf! Tidak ada yang mengizinkanmu untuk bertemu dengan Neng Fara." Aku hanya bisa menunggu diluar. Berharap Fara akan keluar untuk sekedar bermain atau melaksanakan shalat berjamaah bersama santri yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-kupu dan Senja ~TAMAT
Teen FictionFarasya Rimasenja, masuk ke sekolah elite di pusat kota.Ia berasal dari kota Daerus, kota yang terkenal kental dengan syari'at Islam. Sedangkan di sekolah barunya, hanya ada hitungan jari yang beragama Islam atau bahkan mungkin tidak ada sama sekali...