Kejadian mengerikan itu berulang lagi saat aku pulang dari sekolah di hari Minggu. Seperti biasa aku dijemput pak Isma'il supir pribadiku. Aku hanya mampir ke supermarket dekat jalan raya untuk mengisi camilan di kulkas. Umi yang menitipkannya padaku.
Saat aku menyebrangi jalan, tiba-tiba ada sebuah mobil melaju cepat ke arahku. Mengabaikan tanganku yang menyuruhnya berhenti karna aku ingin menyeberang. Mobil itu semakin dekat, membuat kakiku gemetar ketakutan tak bisa di gerakkan. Aku memejamkan mataku, berharap ada sebuah keajaiban yang akan menyelamatkanku.
"FARA!" Seseorang mendorongku ke pinggiran jalan hingga aku terjerambat di aspal. Sedangkan ia, kepala orang itu terbentur pinggiran trotoar jalan raya. Orang-orang berkerumunan menolong kami, membantu kami berjalan lebih menepi.
Aku bersyukur lelaki itu baik-baik saja. Kepalanya hanya sedikit berdarah. Dia masih bisa berjalan untuk duduk di dekatku.
Aku menatap wajahnya, itu Morgan. Bukan Alan seperti perkiraanku. Biasanya Alan lah yang menolongku. Tapi kali ini, ketika aku hampir saja mati dan akan menjadi bahan tulisan surat kabar di kota ini. Morganlah yang menyelamatkanku.
Morgan tersenyum padaku. "Kamu baik-baik saja?"
Aku mengangguk ragu. Membalas senyumnya tipis.
"Aduh Neng Fara baik-baik saja? Bisa mati Bapak Neng, kalau sampai Neng Fara benar-benar jadi korban tabrakan tadi." Pak Isma'il tampak khawatir. Ia memeriksa apakah ada bagian tubuhku yang terluka.
"Kami pamit dulu Pak. Sebaiknya kedua anak ini di bawa dulu ke rumah sakit. Dan kasus ini di selesaikan di kantor kepolisian. Sepertinya pengendara mobil tadi melakukan trabakan berencana," ujar salah seorang yang membantu kami.
Pak Isma'il mengangguk mengucapkan terimakasih. Beberapa orang yang berkerumun menolong kami pergi meninggalkan TKP.
Aku kembali menatap Morgan. Rasa terimakasih bercampur penasaran yang sedang kupikirkan. Dia sudah menolongku, dan kenapa dia bisa menolongku tadi. Kenapa sekarang malah Morgan yang tau kalau aku dalam bahaya. Aku tidak percaya jika itu ke-tidak-sengajaan Morgan melihatku hampir dicelakai. Arah rumahnya dan rumahku jelas berlawanan. Lalu alasan apa dia berada disini?
"Ayo Nak, kita ke rumah sakit," ujar Pak Isma'il pada Morgan.
"Tidak perlu Pak."
"Aduh Nak, walaupun hanya luka di kepala. Tetap saja itu berbaya," Pak Isma'iltampak khawatir.
"Antarkan saja saya pulang Pak. Mama saya dokter, mama bisa mengobati luka saya," kata Morgan memegang kepalanya yang terasa sakit.
Akhirnya kami memutuskan mengantarkan Morgan ke rumahnya. Mungkin mamanya akan lebih telaten mengobatinya.
"Kamu tidak mau mengucapkan terimakasih padaku?" tanya Morgan tersenyum jahil. Sudah sakit begitu masih sempat saja dia menggodaku.
"Kamu gak ikhlas ya?" tanyaku menyelidik.
"Aku hampir saja mati loh," jawab Morgan tersenyum kusut.
Aku membalas senyumnya dengan ikhlas. Kali ini benar-benar ikhlas. "Terimakasih Morgan sudah menyelamatkanku."
"Nah, itu baru ucapan terimakasih yang baik," ujarnya senang. "Bukan masalah, Far. Selama kamu masih baik-baik saja. Mungkin aku akan lebih khawatir kalau kau akan tenar karna kecelakaan itu." Morgan nyengir memperlihatkan deretan giginya. Dia mulai menggodaku lagi.
"Sepeda motormu bagaimana?"
"Antarkan saja aku, Far. Sepeda motor itu biar jadi urusan pekerja di rumah."
Aku mengangguk, lalu menyuruh Pak Isma'ilmembawa Morgan ke dalam mobil, mendudukinya di kursi belakang.
"Kepalamu sakit?" tanyaku padanya. Padahal sudah jelas aku tau kalau kepalanya sakit, tapi aku malah menanyakan lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-kupu dan Senja ~TAMAT
Teen FictionFarasya Rimasenja, masuk ke sekolah elite di pusat kota.Ia berasal dari kota Daerus, kota yang terkenal kental dengan syari'at Islam. Sedangkan di sekolah barunya, hanya ada hitungan jari yang beragama Islam atau bahkan mungkin tidak ada sama sekali...