Bagian 16

51 3 1
                                    

Setiap hari aku berusaha menjauhi Morgan. Aku tidak boleh bertemu dengannya. Itulah kenapa setiap hari sisa sekolahku, aku akan berangkat paling awal, langsung ke perpustakaan. Kalau pulang sekolah aku akan pulang terburu-buru, tidak perlu menunggu pak Isma'ilyang kadang-kadang sedikit telat menjemputku. Pak Isma'il berangkat satu jam lebih awal dari biasanya.

Pernah sekali aku hampir bertemu dengannya. Morgan memanggilku dari koridor sekolah. Dengan cepat aku berlari menghindar darinya. Tidak ingin bertemu. Walau aku memang merindui Morgan, harus ku akui itu. Tapi rasa itu ku tepis jauh-jauh. Ada Shaba yang selalu bersamaku. Dia dengan setia mengawasiku dari Morgan. Kalau di bayangkan, Morgan sudah seperti menjadi terror hebat untukku. Dan aku harus menghindarinya.

Kami bergantian membawa bekal ke sekolah setiap hari. Dan sengaja tidak memilih tempat tetap untuk makan, takut Morgan malah menemui kami. Aku tau kalau Morgan tidak pernah bosan ingin menemuiku. Dia sering mendatangi rumahku, menanyaiku pada orang rumah. Tapi demi kebaikanku, tidak ada yang mengatakan aku ada dirumah. Mereka terpaksa berbohong mengatakan aku jalan-jalan bersama Shaba entah kemana. Atau sedang pergi bersama abi. Atau lainnya.

Mungkin kalau ini tidak terjadi, aku bisa berteman baik dengan Morgan. Aku juga bisa menjenguk Dinka dirumahnya, bertemu dengan tante Fee. Tapi, aku tidak bisa melakukan itu. Aku tidak bisa menunaikan ikrarku untuk kembali kesana.

Hingga waktuku di sekolah ini hanya tinggal menghitung hitungan jam saja. Hari ini adalah hari perpisahan sekolah setelah kami menghadapi ujian nasional tiga hari yang lalu. Aku mengenakan gamis berwarna guava, dengan kerudung yang seirama. Ku hiasi tuspin kupu-kupu di bagian bahu sebelah kiri. Kata umi biar selaras dengan namaku Farasya.

Aku berangkat bersama Shaba. Mamanya menjemputku ke rumah. Sedangkan abi dan umi sebagai tamu undangan akan menyusul nanti.

"Kamu sangat cantik Far," puji Shaba.

Aku tersenyum, mungkin Shaba memandangku aneh karna hari ini aku memoleskan make up sederhana di wajahku. Biasanya jangankan make up, aku hanya menggunakan bedak bayi agar terlihat lebih segar. "Kamu juga cantik," kataku balik memuji.

"Kalau memang sudah cantik dari sananya. Ya kan Ma?" Shaba tersenyum usil. Dia sengaja memancingku agar memujinya pagi ini.

"Kamu cantik karna Mama yang mendandaninya. Kalau bukan Mama yang mendandanimu, mungkin akan terlihat biasa-biasa saja," jawab Tante Emma sukses membuatku tertawa kecil.

"Huft... Mama bagaimana sih? Padahal yang dipuji anak sendiri." Shaba tampak kesal.

"Iya kamu cantik Shaba. Bahkan Miss dunia saja bisa kamu kalahkan. Hanya saja...—"

"Hanya saja apa Far?"

"Kamu curang, makanya keluar sebagai Miss dunia." Aku tertawa melihat ekspresi Shaba, dia tampak memanyunkan bibirnya kesal.

Hanya hitungan menit, kami sudah sampai ke sekolah. Acaranya sangat mewah. Semua murid kelas XII berlomba-lomba memamerkan fasion terbaiknya. Penampilan mereka jauh berbanding terbalik dariku. Merasa aneh dengan penampilanku. Mungkin menganggapnya sebagai pakaian kuno atau seperti Morgan dulu, menganggapnya sebagai pakaian musim dingin. Dekorasinya pun begitu menawan, mengalahkan pesta pernikahan orang terkaya di kota ini. Meja-meja besar tertata rapi di pinggir ruangan, kadang ada juga yang di tengah. Meja itu penuh dengan makanan berat hingga makanan ringan. Tertata rapi dengan eloknya.

"FARA!!!"

Aku menoleh ke belakang, mencari asal suara. Ada orang yang memanggilku.

"Morgan," kataku dengan suara kecil. Sedikit kaget melihat Morgan yang tidak peduli berteriak namaku di tengah keramaian. Mungkin ia berfikir orang tidak akan memerdulikan suaranya. Karna suara bising lagu perpisahan lebih menguasai ruangan itu.

Kupu-kupu dan Senja ~TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang